Kamis, 23 Februari 2012

Dia


“Bukan….kalau yang nomer tiga itu harusnya pakai rumus yang atas, nah yang nomer 5 itu baru pakai yang bawahnya.”
Yang diajak berbicara langsung menggaruk-garuk kepalanya padahal sebenarnya tidak gatal.
“iya ya? Salah dong punyaku.”

Dua orang mahasiswi itu terus berjalan sambil membicarakan tugas paper Audit Komputer yang harus dikumpulkan siang itu. Salah satu yang bernama Shilla sibuk mencoret-coret salah satu bagian papernya yang ternyata salah memakai rumus. Sementara satu orang lagi yang bernama Ify juga sibuk membolak-balik dan membaca kembali tiap detail papernya.

“Eh…”
Tiba-tiba Shilla menyenggol pundak Ify dan membuat gadis yang sedang berjalan sambil membolak-balik bukunya itu sontak mengangkat wajah.

“Apa sih?”

Dia langsung mengerti maksud Shilla saat matanya mengikuti isyarat petunjuk alis sahabatnya itu dan menemukan sosok yang sedang berjalan berlawanan arah dengan mereka.

Laki-laki itu masih beberapa langkah lagi di depan mereka tapi tatapan matanya sudah tertuju pada Ify sejak tadi. Merekapun akhirnya terus berjalan sambil saling melempar senyum samar-samar.

Barulah ketika mereka bersimpangan, keduanya saling memperlebar senyum sebelum berlalu satu sama lain. Ya, hanya senyum, tanpa sepatah pun kata sapaan. Namun, senyum dalam diam itu cukup menggambarkan perasaan mereka satu sama lain.

“Cieee…”

Ify hanya tersipu malu menanggapi godaan Shilla.

----------------------------

Ify yang sedang berjalan menuju gedung tempat ia harus kuliah siang ini sontak menoleh kaget saat sudut matanya menangkap bayangan seseorang tiba-tiba menyejajari langkahnya.
“Eh…”
Senyum bahagia langsung tersungging dari bibir mungil gadis itu disambut oleh senyum manis dari sosok yang sekarang berjalan di sisinya.

“Kuliah apa?”
Laki-laki itu bertanya dengan nada halus dan tak lupa sunggingan senyum yang selalu bisa mendamaikan hati Ify.

“Etika profesi.”

Laki-laki itu menjawab kembali dengan anggukan.
“Cuma dua jam kan berarti? nanti siang jadi kan?”

“Iya, jadi kok.”

Mereka berdua pun saling tersenyum.

“aku ke kelas dulu ya.”
Laki-laki itu berpamitan.

Ify mengangguk dan sesaat setelah laki-laki itu melempar senyum merekapun berpisah di persimpangan.

---------------------

Seperti yang sudah mereka janjikan, Ify dan pacarnya pun sampai di Senayan City sesuai dengan rencana mereka tempo hari. Siang ini Ify akan ditemani pacarnya untuk membeli kado yang akan ia berikan pada adik perempuannya karena dua hari lagi akan berulang tahun yang ke-19.
Semenjak turun dari mobil sang kekasih tak pernah lepas menggandeng tangan kiri gadis itu. Tangan yang terasa begitu kokoh namun menggenggam tangannya dengan begitu lembut dan hangat itu mampu memberikan perasaan aman dan nyaman bagi Ify ketika berada di sisinya.
Berjalan berputar-putar dari lantai satu sampai lantai 13 pun mungkin tidak akan terasa melelahkan jika Ify bersamanya. Sesibuk apapun dia memilih-milih barang, rasanya sekejap pun tak ingin ia melepaskan tangan hangat itu dari genggamannya. Dan lagipula, sosok di sampingnya itu juga tak sedikitpun merenggangkan genggamannya. Itu tak membuat Ify merasa kesusahan atau kesulitan tapi justru membuatnya semakin berharap bahwa laki-laki di sisinya itu adalah pilihan terakhir dalam hidupnya.
Laki-laki itu adalah satu-satunya dari sekian ribu penghuni kampus yang bisa menarik perhatiannya selama hampir 3 tahun kuliah disana. Bagi mahasiswi semester 5 itu, sosok di sisinya itu adalah sosok paling romantis, paling perhatian, dan paling dewasa yang pernah dekat dengannya.
Cara dia menghargainya sebagai seorang wanita, Caranya menyayanginya sebagai seorang kekasih, caranya memanjakannya sebagai seorang pujaan hati, dan caranya mengisi setiap hari Ify benar-benar berbeda dari laki-laki lain yang ia temui di sepanjang kisah cintanya. Sosok yang cerdas, lucu, menghibur, namun juga hangat dan dewasa. Sosoknya mampu meyakinkan Ify bahwa dia pasti bahagia jika menghabiskan sisa hidup menjadi pendampingnya.
Mata Ify yang sejak tadi menelusur deretan asesoris cantik yang akan menjadi pilihan kado untuk adiknya, tanpa sadar pandangannya yang menelusur etalase-etalase kaca itu teralih ke wajah laki-laki yang sekarang sedang mengamati salah satu perhiasan. Sekian detik Ify mengamati wajah Itu. Memandangnya sambil terus bersyukur karena ia bisa mengenal dan memiliki sosok seperti dia.
Ify baru tersadar saat yang ia pandangi akhirnya menyadari bahwa dirinya sedang diamati. Pandangan mereka pun bertemu. Tak pelak lagi Ify pun mengerjap kaget dan agak sedikit salah tingkah. Laki-laki itu hanya tersenyum dan sejenak kemudian dengan telunjuknya ia menyuruh Ify melihat pada salah satu gelang yang sejak tadi diamatinya.
“yang ini kayaknya cantik banget deh kalau kamu yang pakai.”
“Hehe…”
Ify hanya nyengir kikuk mendengar perkataannya.

“Aku beliin ya.”
“Eh? Jangan…jangan…”
Ify langsung menolak mentah-mentah yang disambut dengan kernyitan dahi oleh pacarnya.

“Jangan boros. Ditabung aja uangnya. Beliinnya……”
Ify terdiam sejenak.
“Nanti aja kalau udah nikah. Hehe….”
Laki-laki itu kembali tersenyum. Ia hanya mengangguk pelan tanpa berkata apapun. Ia hanya kembali tersenyum simpul sambil kembali mengalihkan pandangan pada gelang yang menjadi topik pembicaraan mereka barusan. Satu yang Ify rasakan adalah orang di sisinya itu menggenggam tangannya semakin erat. Ify yang merasakan hal itupun tak bisa menahan senyum bahagia dari bibirnya.
--------------------------
Hari ketiga ujian tengah semester. 10 menit perjalanan dari kosan ke kampus Ify habiskan dengan mengulang-ulang hafalan rumus Audit Komputer yang ada di catatan kecilnya. Sejak dulu memang dia paling tidak suka dengan segala sesuatu yang berbau-bau komputer. Beruntunglah sekarang dia bisa sedikit menyukai mata kuliah itu, walaupun tentu saja karena faktor X.
“Butuh bantuan?”
Suara itu mengagetkan Ify dan membuatnya sontak mengalihkan pandangan dari kertas penuh tulisan itu.
Kerutan-kerutan di dahi Ify sontak meregang begitu melihat faktor X yang membuatnya menyukai komputer sekarang tersenyum manis menyejajari langkahnya.
“iya nih, pusing….kalau langsung menghadap komputer mungkin lumayan. Tapi ini kan kita disuruh nulisin rumus komputer di atas kertas. Apalagi rumusnya panjang-panjang. Apalagi yang ini…”
Ify menunjuk salah satu bagian dari buku bacaannya. Laki-laki itu meminjam buku Ify dan membacanya sebentar.
“Kalau ini, kamu yang penting inget aja kalau…. Bla bla bla bla bla bla…”
Dengan rinci ia menjelaskan tips-tips untuk memahami dan mengingat cara menyelesaikan soal semacam itu. Ify segera mengingat-ingat apa yang dikatakan laki-laki itu barusan. Ia percaya bahwa tips itu pasti berguna. Ia begitu yakin karena laki-laki itu dulunya juga tidak mahir urusan komputer. Tapi karena terus, terus dan terus belajar, jadilah dia seperti sekarang.
“kok bisa sih? Ahhh, dosenku ngga ngajarin trik yang itu. Alhamdulillah….makasih.”
Senyum senang menghiasi wajah cantik Ify. Dan melihat senyum itu tak pelak lagi membuat laki-laki berpenampilan rapi di sisinya juga ikut tersenyum.
Sampai lantai dua gedung tempat Ify ujian, laki-laki itu masih menyejajari langkah Ify. Mulai timbul pertanyaan di benak gadis itu.
“Lho, hari ini di ruang mana?”
Laki-laki itu tidak menjawab. Ia hanya mengacungkan telunjuknya menunjuk pada sebuah ruangan di depan mereka. Ify mengikuti arah telunjuknya. Begitu melihat ruangan yang dimaksud, Ify pun tersenyum lebar.
Tiba-tiba Ify merasakan bahunya dicolek seseorang. Sontak Ify pun menoleh kaget. Dan pandangannya langsung bertemu dengan seringai jahil Shilla.
“Cie….berangkat bareng…”
Shilla berbisik lirih sambil mengedip jahil sebelum ia berjalan masuk ke ruang kelas mendahului Ify. Selangkah menuju pintu kelas, Shilla terlebih dahulu menoleh pada laki-laki di samping Ify. Gadis itu mengangguk segan.

“Duluan Pak….”
Laki-laki di samping Ify mengangguk membalas sapaan Shilla. Setelahnya Ify pun mendahului masuk ke dalam kelas kemudian disusul oleh laki-laki yang sejak tadi menemaninya.
“Tasnya tolong diletakkan di depan…”
Semua mahasiswa yang ujian di kelas itu pun segera beranjak dari tempat duduk masing-masing dan meletakkan tas mereka ke depan kelas seperti yang diperintahkan oleh kekasih Ify itu.

Ya, itulah dia, Pak Rio. ah, panggil saja Kak Rio, seperti aku biasa memanggilnya. dia terlalu muda untuk dipanggil Pak. Dia adalah salah satu dosen di kampusku. Dosen Komputer Audit, tapi bukan di kelasku. Salah satu alasan kenapa aku sedikit bisa menyukai mata kuliah itu. Aku yang baru 20 tahun ini menjalin hubungan dengan seorang pria dewasa berusia 28 tahun. Sosok muda yang begitu dewasa di mataku.
Dia bukan dosen yang mengajarku sekarang, dia hanya pernah menjadi dosen pengganti saat aku semester 3 dulu. Bayangkan saja bagaimana salah tingkahnya aku dulu saat dipandang dengan tatapan “aneh” oleh dosenku. Dan bayangkan pula betapa shocknya aku saat seorang dosen yang berusia 8 tahun di atasku, yang selama ini kuhormati sebagai seorang pengajar tiba-tiba menyatakan cinta padaku. Benar-benar pengalaman hidup yang sangat tidak biasa, menurutku.
Tapi karena itulah, sekarang aku merasa seperti merasakan cintaku yang sesungguhnya. Bukan cinta monyet. Bukan cinta remaja biasa yang penuh hura-hura. Tapi cinta yang hangat dan mendamaikan. Dari seorang lelaki mapan, dewasa, dan mencintaiku seutuhnya sebagai seorang wanita.
dia masih muda, tak kan kelihatan kalau dia sudah hampir selesai S2. Dan begitu banyak teman-temanku yang iri karena dia adalah salah satu dosen favorit kami dulu. Jarang-jarang ada dosen muda yang ganteng, ramah, dan sangat memahami jiwa muda kami sebagai mahasiswa. Dan dosen favorit itu akhirnya memilihku, sebagai wanita favoritnya, hingga akhir hayat. Semoga…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar