Senin, 13 Juni 2011

Song of Love

Do you hear that?

It is a song.

A beautiful song.

A Song about you

A Song about us

Song about love



**********Song of Love***********



Gadis itu menggenggam tangan kekasihnya erat. Semua orang yang ada disana mengunci bibirnya rapat-rapat, membiarkan kesunyian memeluk masing-masing jiwa yang menyaksikan. Untuk kesekian kalinya gadis itu mencium punggung tangan kekasihnya, mencoba merambatkan sedikit kehangatan pada kulit pucat yang terasa dingin dalam genggamannya itu. Air mata jatuh ke atas punggung tangan orang yang dikasihinya yang sekarang menatapnya dengan pandangan sayu.



Suara nafas laki-laki itu terdengar sayup-sayup di dalam masker oksigen yang menutup sebagian wajahnya. Ditatapnya lekat-lekat wajah cantik berurai air mata yang sedari tadi tak pernah beranjak dari sisinya. Ditatapnya lekat-lekat wajah itu, mata itu, senyum itu, senyum yang sebisa mungkin ia sunggingkan di tengah guyuran air mata demi memberikan setitik ketenangan baginya yang sedang berusaha melawan waktu. Ditatapnya lekat-lekat bayangan wajah di sisinya yang mulai tampak memudar dalam pandangannya.



Satu kata terasa mendesak ingin diucapkan, namun bibirnya tak punya kuasa lagi untuk bergerak. Kini yang tersisa darinya hanyalah tatapan mata yang sebisa mungkin tak ia pejamkan, menatap wajah itu selama mungkin, berharap sang waktu melemparkan jangkarnya di sana, berhenti sejenak, dan membiarkannya tetap memandang wajah cantik yang akan menjadi kenangan terakhirnya.



Senyum itu mulai surut dari bibir sang gadis, bibirnya tak bisa lagi berpura-pura melawan hatinya yang sama sekali tak memiliki keinginan untuk tersenyum. Berganti dengan isakan tertahan seiring jatuhnya air mata untuk yang kesekian kalinya ke atas punggung tangan yang diciumnya. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat berusaha untuk tetap bertahan agar isakannya tak memecah kesunyian yang merambatkan suara nafas sang kekasih, satu-satunya yang ia harap terus ia dengar lebih lama lagi.



Laki-laki itu mulai mengerjapkan matanya perlahan. Bayangan hitam dan buram itu mulai merenggut wajah gadisnya. Sebulir air mata merembes dari sudut mata sayunya yang mulai kehilangan warna. Sekali lagi ia mencoba sekuat tenaga mengerjapkan kelopak matanya perlahan. Dengan sisa-sisa tenaga ia membalas lemah genggaman tangan kekasihnya, mencoba meyakinkan bahwa dirinya masih disini bersamanya. Wajah perempuan di sisinya mulai mengelam, suara isakannya sayup-sayup terdengar seolah semakin menjauh. Rasa hangat di tangannya perlahan mulai surut. Dan perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit, mata itu kehilangan kuasanya untuk terjaga. Air mata itu menetes kembali. Air mata terakhir, yang mengiringi terpejamnya mata itu selamanya….



“RIOOOO!!!!!!!!!!!!!”

Gadis itu menangis terisak mencoba menggerakkan tubuh yang terdiam di hadapannya. Rasa takut sontak menyergap seluruh persendiannya saat ia tahu mata itu tak lagi menatapnya, keheningan itu tak lagi merambatkan desah suara nafasnya. sDibelainya wajah yang pucat itu berharap ia masih bisa merasakan nafas hangat dari sana. Digenggamnya erat tangan yang tak lagi membalas genggamannya itu. Ia menggenggamnya erat, sangat erat, berharap orang yang ia cintai itu tak pernah pergi.



“Rio…..”

Lirih gadis itu memanggil nama kekasihnya. Tak peduli apakah suaranya didengar ataukah hanya berlalu seiring hawa dingin yang menyergap dari arah jendela. Sedingin tubuh yang terpaku di hadapannya. Hanya kesunyian yang membalas panggilannya. Sang waktu membiarkan sayapnya beristirahat sejenak. Membiarkan gadis itu meluapkan perasaannya dalam bulir-bulir air mata yang jatuh menyapa dunia. Membiarkan kesedihan menjadi satu-satunya teman yang memeluknya hangat.



.

.

.

.

.

.

.

.

.

.



“CUTT!!!!”



Suara itu membangunkan sang lelaki yang sedari tadi terbaring di kasur putih itu. Sang gadis segera mengangkat wajahnya dan melepaskan genggaman tangannya. Seorang wanita paruh baya bergegas menyodorkan sekotak tisu pada gadis itu dan tanpa ragu gadis itu langsung mengambil 2 lembar dan ia sapukan ke wajahnya yang basah. Sementara lelaki di depannya, dibantu oleh seorang lelaki berumur belasan tahun, mulai melepaskan selang-selang yang menempel di tubuhnya.



“Good job!!!”

Laki-laki berkumis yang sedari tadi duduk di depan layar sontak berdiri menghampiri mereka dan memberikan tepuk tangan sekeras-kerasnya. Sang sutradara menjabat tangan sang actor dan aktris itu bergantian.



“Siap-siap konferensi pers ya…..”

Sang sutradara memberi aba-aba dengan jentikan tangan pada kedua artis dan semua kru yang ada disana.



“Dul, udah siap semuanya?”

Sutradara itu memanggil seorang laki-laki bernama Abdul yang kebetulan lewat di depan pintu.Laki-laki yang tampak berjalan tergesa-gesa itu sontak menghentikan langkahnya dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan. Laki-laki yang dimaksud, hanya menjawab dengan acungan jempol, dan sejenak kemudian segera kembali berlalu dari sana dengan tergesa-gesa.



“Ify, Rio, ditunggu di bawah ya!”



Rio yang hendak berjalan ke kamar ganti hanya mengangguk. Sementara gadis bernama Ify yang sedang diurus oleh make up artisnya hanya mengacungkan jempol.



“Wahhh, semoga film nya bisa booming ya, acting kalian TOP abis. Aku ikut nangis tadi. Benar-benar terasa sangat nyata.”

Make up artis yang sibuk memoleskan bedak pada Ify berbicara dengan ekspresi wajah penuh antusiasme. Ia adalah make up artis pribadi Ify yang selalu paling tahu seperti apa selera aktrisnya itu. Dia sudah menemani Ify di belasan dorama dan beberapa judul film. Dan sampai detik ini ia tak pernah berhenti mengagumi bakat gadis yang masih belia itu.



“Hmmm.”

Ify hanya mengguman dengan anggukan pelan agar tidak merusak make-up yang sedang dipoleskan ke wajahnya.



Rio merapikan kerah bajunya di depan cermin. Make-up artisnya tampak membereskan kotak-kotak kecil yang berserakan di meja yang ada di sampingnya. Tampaknya ia baru saja membersihkan bedak tebal yang sedari tadi membuat wajah Rio tampak pucat. Sekarang wajah Rio tampak lebih cerah dan tentunya tampak lebih tampan seperti biasanya. Setelah merasa semuanya tampak rapi, Rio segera melangkah menyusul Ify dan beberapa kru yang sudah terlebih dulu turun ke ruang konferensi pers.



Silau blitz bergantian menyapa wajah-wajah tampan dan cantik yang duduk berjajar di meja panjang itu. Beberapa kali Rio dan Ify melambaikan tangan dan tersenyum pada para wartawan dan beberapa fans yang meneriakkan nama mereka. Sejenak kemudian suasana berangsur-angsur hening. Konferensi pers sekaligus meet and greet untuk memperkenalkan film terbaru mereka itupun dimulai. Konferensi pers tersebut sengaja dilakukan langsung setelah syuting scene terakhir selesai dibuat karena beberapa pertimbangan. Selain karena jadwal padat yang sudah menanti kedua tokoh utamanya, ada beberapa hal yang membuat konferensi pers tidak bisa dilaksanakan beberapa hari kemudian.



Film yang mereka mainkan berjudul Sky of Love. Berkisah tentang dua orang remaja yang saling jatuh cinta semasa SMA dan berlanjut hingga dewasa setelah mereka sempat berpisah karena sang kekasih divonis menderita kanker otak dan tak ingin menjadi beban bagi pasangannya. Yang menjadi inti cerita adalah lika-liku kisah cinta mereka semenjak sang kekasih divonis menderita kanker otak tersebut. Film yang diangkat dari novel populer itu dimainkan oleh dua orang aktor dan aktris remaja papan atas bernama Mario Stevano dan Alyssa Saufika. Banyak fans yang mengatakan bahwa mereka adalah pasangan serasi, oleh karena itu, film tersebut menggunakan nama asli agar feel yang didapat terasa lebih nyata, tentunya setelah mendapat ijin dari penulis aslinya.



**********Song of Love************



Suara gelak tawa terasa memenuhi mobil Avanza yang bermuatan 6 orang penumpang itu. Kehebohan dalam mobil itu terasa mengalahkan bisingnya jalanan kota Jakarta yang mereka lalui.



“Hahaha, tuh kan, sudah kuduga pasti banyak yang bilang seperti itu!”

Kalimat itu disambut tawa oleh orang di sampingnya.



“Ahhh, pasti film ini bakal booming di antara fans kalian. Baru juga tadi siang konferensi pers degelar, sekarang, Sky of Love jadi Trending Topic di twitter lho. Kalian memang keren. Benar-benar pasangan serasi.”

Ify hanya tersenyum menanggapi celotehan manager Rio yang sedari tadi terus menggodanya dengan kalimat-kalimat jahil yang membuat wajah Ify bersemu merah..



“Eh, eh, liat ngga, cewe yang tadi nanya kapan Rio dan Ify nikah? Inget ngga?”

Sekarang giliran, Nana, manajer Ify yang berseloroh.



“Heh? Yang mana?”

Uki, Manajer Rio menanggapi dengan tak kalah antusias.

“Yang tadi bawa iketan bunga mawar merah yang gedeeee banget terus minta Rio ngasih bunga itu ke Ify. Masa’ ya, dia tadi sampai berkaca-kaca gitu, kayaknya berharap banget kalian berdua tuh nikah beneran.Hahaha…”



“Iya? Hahahaha….”

Kedua manager itu dengan asyiknya tertawa tanpa mempedulikan ekspresi dua orang artisnya yang hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Bahkan supir dan satu orang kru yang ada di kursi depan pun terdengar terkekeh mendengar percakapan mereka.



Rio dan Ify hanya diam sambil sesekali tersenyum menanggapi dua orang manajer yang saling menimpali dan tak henti-hentinya membahas berbagai celotehan fans yang tadi hadir di meet and greet. Rio sesekali menggaruk-garuk kepalanya bingung jika dua orang manager itu mulai mengutip-ngutip kalimat kalimat penjodohan yang dilontarkan fans. Usianya yang baru 18 tahun tentu saja hanya bisa pasrah pada puluhan, ratusan, atau bahkan mungkin ribuan fans yang menjodohkannya dengan Ify, bahkan meminta mereka menikah, yang benar saja, ia terlalu muda untuk hal seperti itu.



Apalagi Ify yang satu tahun lebih muda dari Rio. Dia hanya bisa tersenyum sambil menahan muka memerah saking malunya. Dia dan Rio yang biasanya bisa mengobrol dengan santai kali ini malah saling memalingkan wajah dan tidak bicara sedikitpun satu sama lain. Mereka sibuk menyembunyikan muka merona mereka masing-masing.



Avanza itu terus melaju menuju sebuah restoran yang sudah dibooking untuk acara farewel party kru film dan artis-artis Sky of Love. Malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk saling berbincang setelah sekian lama berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.



*********Song of Love************



Pukul 10 malam. Kebisingan gelak tawa dan suara karaoke masih memekakkan telinga penghuni ruangan itu. Rio dan Ify masih berbincang dengan sutradara dan beberapa kru di kursi yang berada di pojokan ruangan. Sesekali sang sutradara menepuk punggung keduanya dan memuji acting mereka. Kemampuan acting mereka memang tidak perlu diragukan, padahal usia mereka masih sangat muda. Bahkan mereka bisa memerankan peran dewasa dalam film tersebut dengan feel yang sempurna.



“Eh, ayo nyanyi bareng sana di depan.”



“Heh?”

Ify sontak menggelengkan kepala saat salah satu kru menarik tangannya dan tangan Rio untuk menyanyi di depan .



“Ayolah, sekali saja. Ayo Rio, sana…”

Sutradara itu menarik Rio untuk bangkit, begitupun dengan Ify. Dengan langkah ragu mereka maju ke depan diiringi tepuk tangan dari beberapa kru. Seorang kru menyerahkan dua buah mic pada mereka.



Semua orang ikut bernyanyi bahagia melantunkan lagu soundtrack Sky of Love yang berjudul Song of Love. Mereka semua tampak berbahagia malam ini. Rio dan Ify yang tadi sempat malu-malu saat diminta menyanyi, lama kelamaan mulai bisa menikmati suasa malam itu.



Ify menghempaskan badannya ke sofa setelah selesai menyanyikan lagu. Disusul Rio yang masih tampak menghentak-hentakkan tangannya mengikuti irama yang masih terlantun. Mereka berdua duduk disana sementara semua orang masih berkumpul di sekeliling panggung.



“Ify….”



“Mmm?”

Ify melihat ke arah Rio sambil menyeruput Melon soda di gelas mungilnya.



“Rio mencari-cari sesuatu dari dalam sakunya. Susah payah ia mencari-cari benda itu.



“Ahh,”

Ekspresi wajahnya tampak lega begitu tangannya berhasil menggenggam benda mungil itu. Ia mengeluarkannya dari sana dan menyodorkannya pada Ify.



“Eh?”

Ify tercengang menatap benda di telapak tangan Rio. Perlahan diletakkannya gelas di tangannya ke atas meja tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari benda mungil di tangan rekan kerjanya itu.



Dua buah cincin sederhana berjajar rapi di telapak tangan Rio.



“Aku menyukaimu.”

Rio mengucapkannya pelan.



“Hah?”

Ify menatap Rio ragu. Wajahnya semakin jelas menggambarkan kebingungan dan ketercengangan.



“Maukah kau menjadi kekasihku?”

Rio menatap Ify dengan pandangan yang entah kenapa kali ini terasa begitu hangat. Ify belum mampu mengucapkan apapun. Ini benar-benar menjadi hal yang paling mengagetkan bagi Ify. Mereka berdua tenggelam dalam diam. Hingga tiba-tiba tanpa mereka sadari…



“Terima!!! Terima!!!”

Suara gemuruh sontak memecah kediaman di antara mereka. Ify dan Rio yang sedari tadi saling menatap sontak menoleh. Wajah mereka kontan bersemu melihat semua kru sekarang menatap mereka sambil memberikan tepukan tangan dan teriakan-teriakan “terima”. Rio menggaruk-garuk kepalanya karena sempat merasa begitu bodoh kenapa dia menyatakan perasaan di tempat seramai ini.



Ify menggigit pelan ujung bibirnya. Ia mengalihkan pandangan pada Rio. Tampak lelaki itu mulai bisa mengendalikan perasaan malunya dan kembali menatap Ify dengan tatapan hangat dan pandangan yang menyiratkan permohonan.



Perlahan tapi pasti, Ify mengangguk pelan, disusul sorakan riang dari para kru yang membahana di seluruh penjuru ruangan. Suara-suara itu tedengar lebih bising dari sebelumnya. AC ruangan yang sudah sangat dingin itupun tak mampu membendung rembesan keringat di telapak tangan Ify karena perasaan berdebar yang teramat sangat.



“Suittt….suittt!!!!”

Riuh rendah suara bahagia mengiringi Rio yang memasangkan cincin ke jari manis Ify dan memasang yang satunya pada jari manisnya sendiri. Pengalaman membintangi belasan judul drama dan beberapa film tentu saja tidak menyulitkan dia untuk mengutip beberapa adegan romantis untuk ia terapkan di acara penembakannya itu.



Cium….ciummmm”

Sontak riuh rendah suara di ruangan itu berubah nada dan tak pelak lagi mengukirkan semu merah di pipi kedua pasangan baru tersebut.



Tiba-tiba ada satu kru yang menyeletuk

“Eh, mereka masih kecil….”



“Cium pipi aja.”

Kru yang lain menyahut dengan tak kalah antusias.



Sepertinya Rio sudah tak tahan lagi dengan keringat dingin yang sedari tadi menemani rasa malu yang sudah tak tertahankan. Tampaknya ia ingin segera mengakhiri kegilaan ini. Dan tanpa menunggu lagi sontak ia meraih pundak Ify, dan dalam sepersekian detik kemudian sebuah ciuman hangat terasa menyentuh pipi Ify yang bersemu merah. Gemuruh tepuk tangan dan riuh rendah suara teriakan menjadi saksi awal kisah mereka malam itu. Benar-benar farewell party yang berbeda dari biasanya.



Jabat tangan terus mengalir seiring suara tepuk tangan yang tak henti-hentinya berdengung di telinga gadis itu. Sayup-sayup ucapan selamat dan senyuman hangat mereka berlalu lalang dalam pelupuk mata gadis itu dan tampak semakin menjauh dan terdengar semakin samar.



Sebutir air mata menetes jatuh dari sudut mata gadis itu dan membasahi rambut yang tergerai di bawah kepalanya. Perlahan sinar mentari menelusup silau di antara kedua kelopak matanya yang perlahan terbuka. Suara kicauan burung gereja menemani sang gadis yang baru saja membuka mata dan masih terbaring berselimut di atas tempat tidurnya yang bernuansa putih. Masih mengumpulkan segenap kesadarannya, gadis itu menatap langit-langit kamarnya yang masih tampak buram dalam pandangannya yang masih setengah mengantuk.



Tangannya mulai tergerak mengusap sudut matanya yang terasa basah. Ditatapnya sisa-sisa air mata yang baru saja dihapusnya dengan jari tangan kanannya. Gadis itu menghela nafas dalam.



“Mimpi itu lagi.”

Gadis itu menggumam pelan. Ia masih belum beranjak bangun. Ditatapnya gorden kamarnya yang tersibak pelan oleh angin. Sinar mentari pagi menelusup di celah-celahnya, memberikan sedikit rasa hangat di tengah hawa dingin angin pagi yang berhembus pelan.



Perlahan gadis itu bangun. Masih dengan langkah gontai ia berjalan menuju jendela dan menyibakkan gordennya sehingga kini mentari pagi bersinar penuh menyinari ruangan bernuansa serba putih itu. Gadis itu menatap dedaunan yang bergoyang-goyang pelan ditiup angin di luar sana. Suara riuh rendah anak kecil yang bermain bola terdengar sayup-sayup di kejauhan. Sejenak gadis itu tenggelam dalam lamunan menatap langit biru yang terhampar luas di kejauhan, bayangan mimpi yang baru saja ia alami terasa masih jelas tergambar dalam ingatannya, dan sepertinya tidak pernah berkurang sedikitpun dari ingatannya. Beberapa saat ia tenggelam dalam lamunan hingga suara ketukan di pintu menyadarkannya.



“Ify….ayo cepet siap-siap, acaranya jam 10 lho…”

Suara Nana yang berteriak dari depan kamarnya membuatnya terkesiap dan bergegas menjauh dari jendela.



“Iya…”

Gadis itu segera menyambar handuknya dan bergegas mandi untuk segera bersiap-siap menuju lokasi konferensi pers.



**********Song of Love*************



Suara mobil menderu dari halaman depan. Managernya sudah siap di kursi belakang. Tangan perempuan 30 tahun itu sibuk membolak-balik buku agenda yang berisi deretan jadwal sang aktris. Mulai dari konferensi pers, syuting video clip, hingga pertemuan dengan produser film. Dan agenda pertama hari itu adalah konferensi pers. Ditatapnya jadwal-jadwal yang berderet itu. Sejenak pikirannya melayang. Pandangannya beralih menatap rumah besar di samping kanannya. Lama ia memandangnya. Ia menghela nafas panjang. Dilingkarinya jadwal konferensi pers yang akan segera mereka laksanakan.



Tampak sang aktris menutup pintu rumahnya. Sang manajer melongokkan kepalanya dari jendela mobil dan disambut lambaian tangan oleh sang aktris.



“Ify, ayo cepetan!!!”

Sang manajer berteriak dari dalam mobil. Ify hanya membalasnya dengan angggukan. Bergegas ia melangkahkan kaki menuju mobil berwarna merah metalik tersebut.



Di tengah ketergesa-gesaannya tiba-tiba gadis itu menghentikan langkahnya. Matanya menatap kotak pos di pintu gerbang rumahnya. Seperti biasa, kotak pos itu selalu penuh dengan amplop-amplop kecil berhias. Begitu penuhnya kotak pos itu hingga penutupnya pun harus menganga lebar dengan surat-surat yang menyembul keluar. Perlahan tangan Ify meraih tumpukan surat itu dan mengambil segenggam. Ia meninggalkan sebagian di sana karena tangannya sendiri sudah tak cukup untuk memegang semuanya. Ditatapnya kertas surat-kertas surat bergambar beraneka warna yang kini ada dalam genggamannya.



Manajer Ify menatap gadis yang masih berdiri terpaku menatap surat-surat itu. Ia membiarkan gadis itu sejenak berdiri di sana, ia mencoba memahami perasaan sang artis.



“Ify!”



Ify sontak menoleh pada manajernya.

“Ah, maaf!”

Bergegas ia berlalri ke arah mobilnya. Ify duduk di jok belakang bersama manajernya. Ia kembali menatap tumpukan surat di tangannya. Mobilpun melaju meninggalkan rumah mewah yang tampak lengang itu.



Siang itu jalanan Jakarta tidak terlalu padat. Mobil mereka bebas melaju tanpa tersendat barang sedikitpun. Lokasi konferensi pers yang cukup jauh memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk sampai disana.



Ify meletakkan surat-surat itu dalam pangkuannya. Perlahan diraihnya satu surat di tumpukan yang paling atas. Sebuah postcard bergambarkan mawar merah yang dihias dengan pita dan coretan-coretan sederhana si pembuat. Sebuah kalimat sederhana berada di antara gambar taburan kelopak bunga di sekelilingnya.



“Ify, jangan bersedih, semua akan baik-baik saja.”



Seulas senyum tersungging dari bibir mungilnya. Tangannya kini beralih pada surat di tumpukan paling atas yang selanjutnya. Sebuah kertas surat bergambar teddy bear. Sungguh lucu. Tak jauh berbeda dengan surat yang sebelumnya, hanya ada sebuah kalimat sederhana di bagian tengahnya.



“Ify, sabar ya J”



Ify tertawa kecil melihat gambar di bawah kalimat tersebut. Gambar seorang lelaki dan perempuan yang bergandengan tangan. Gambar sederhana yang bahkan bisa dibilang sangat sederhana. Lebih mirip coretan anak SD yang baru belajar menggambar.



Manajernya yang sedari tadi memperhatikannya, hanya bisa tersenyum samar menatap wajah gadis di sampingnya. Ia biarkan gadis di sampingnya berada dalam dunianya sendiri. Ia beralih menatap jalanan di hadapannya. Sedikit ada perasaan ingin perjalanan ini tak segera berakhir, agar senyum gadis disampingnya tak cepat hilang.



Ify kembali meraih surat yang lain. Kali ini sebuah amplop pink bergambar salah satu tokoh anime favoritnya. Ify membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Kali ini sebuah kertas pink bergaris. Dan kali ini, isinya bukanlah sebuah kalimat sederhana, namun barisan kata-kata yang mungkin lebih mirip sebuah puisi.



Ify, hapuslah air matamu

Disini kami semua ingin kau tak lagi bersedih

Kami semua mendukungmu

Jika kau kuat, cinta tak akan pernah meninggalkanmu

Namun, jika kau lemah

Cinta itu tak kan sanggup bertahan dalam hatimu

Tersenyumlah,

Untukmu, untuk kami,

Untuknya….



Setetes air mata menelusuri wajah halus Ify. Pandangannya nanar menatap deretan huruf yang baru saja ia baca. Sederhana memang, tapi cukup untuk menggetarkan hati seorang gadis yang sedang berusaha mengumpulkan kembali serpihan-serpihan kebahagiaan seperti dirinya.



Tiba-tiba ia merasakan tangan sang manajer menggenggam erat tangannya. Ify sontak menoleh pada perempuan yang sudah menemani kisah hidupnya selama bertahun-tahun itu. Pandangan mereka beradu. Entah mengapa, air mata Ify justru semakin tak terbendung. Tangan manajernya perlahan menyentuh pipi gadis berusia 22 tahun itu. Diusapnya perlahan bulir bening yang membasahi wajah cantik itu. Ia menyunggingkan seulas senyum pada Ify.



Ify menundukkan wajahnya. Ia hanya terdiam menatap tumpukan surat-surat di pangkuannya. Ia membalas genggaman tangan manajernya sekuat mungkin. Mencoba menahan air mata di pelupuk matanya agar tak jatuh membasahi tumpukan-tumpukan surat dari orang-orang yang menyayanginya itu.



************Song of Love***********



Silau puluhan Blitz menyambut kedatangan Ify. Seorang laki-laki berjas hitam mempersilahkan Ify untuk duduk di sebuah kursi yang berada di tengah-tengah meja panjang tersebut. Deretan mic dengan label berbagai stasiun TV dan beberapa alat perekam suara berjajar rapi di atas meja tersebut. Manajer Ify duduk di sampingnya. Sekali lagi digenggamnya tangan sang artis.



Laki-laki yang tadi mempersilahkan Ify duduk, sekarang berdiri. Ia menyapa pers yang sudah duduk rapi berjajar di deretan kursi-kursi yang sudah disiapkan. Ia memulai acara konferensi pers tersebut. Dan setelah memberikan kalimat pembuka, ia menyerahkan pada Ify untuk bicara.



Ify menarik nafas dalam.



“Selamat siang semuanya. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran rekan-rekan semua.”



“Hari ini, saya, mewakili segenap keluarga dan manajemen ingin menyampaikan pada saudara sekalian, bahwa Mario Stevano resmi mengundurkan diri dari dunia hiburan.”

Sorot Blitz sontak memberondong wajah Ify seiring berakhirnya kalimat tersebut. Genggaman tangan manajernya terasa semakin erat.



“Kami, mewakili Mario Stevano, dengan segenap kerendahan hati, mengucapkan terima kasih pada seluruh masyarakat yang menyaksikan, kepada seluruh kru yang sudah pernah bekerja sama maupun yang hendak bekerja sama namun batal karena kejadian ini, kepada seluruh artis yang selama ini menjadi rekan kerja, kepada seluruh fans yang setia mendampingi dan mendukung Rio sampai detik ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dan dengan segenap kerendahan hati kami memohonkan maaf yang sebesar-besarnya apabila selama Mario Stevano bekerja di dunia hiburan, ada kesalahan maupun perilaku yang kurang berkenan di hati rekan-rekan semua. Dan tak lupa, kami memohon dengn sangat kepada seluruh yang menyaksikan, kepada seluruh fans, dan semua orang yang pernah mengenal Rio untuk dengan penuh keikhlasan sekiranya mau mendoakan demi kesembuhan Rio.”



Puluhan sorot blitz kembali menerangi ruangan itu. Tak ada seorangpun yang bicara. Mereka semua terdiam dan membiarkan hanya sorot lampu blitz yang mengabadikan wajah Ify yang sedang mencoba untuk tegar.



“Saat ini Mario Stevano sedang menjalani perawatan atas kanker otak stadium 4 yang di deritanya. Sebelumnya kami sangat-sangat memohon maaf atas pilihan yang kami ambil, bahwa kami tidak memperkenankan media untuk meliput Rio. Kami mohon pengertiannya, dan semoga rekan-rekan sekalian bersedia memberikan maklum atas keputusan tersebut. Dan selain itu saya mewakili keluarga Rio juga memohon maaf karena yang menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers ini adalah saya, tunangan Rio, dan bukan ayah, ibu, atau keluarga Rio yang lain, karena mereka sedang fokus pada pengobatan Rio dan mempercayakan masalah ini pada saya.”



Ify menarik nafas dalam. Sekuat tenaga ia mencoba menyembunyikan suaranya yang bergetar.



“Sekian dari kami, atas kurang dan lebihnya mohon maaf, selanjutnya apabila ada pertanyaan dapat disampaikan dan akan dijawab langsung oleh saudara Uki, manajer Rio, dan sekaligus saya mohon maaf untuk yang kesekian kalinya karena tidak dapat berada disini lebih lama lagi karena ada urusan lain yang tidak dapat ditinggalkan. Sekian dan terima kasih.”



Ify meninggalkan ruangan tersebut diiringi sorot kamera dan kilatan blitz yang terus mengabadikan momen mengharukan tersebut. Manajernya masih menggenggam tangannya erat. Ia bisa merasakan tangan Ify yang bergetar dan berkeringat dingin. Ia melirik pada Ify yang berjalan dengan kepala tertunduk. Ia dapat mengerti usaha gadis tersebut untuk menahan sekuat tenaga agar tidak menangis.



***************Song of Love****************



Pepohonan yang berderet di tepian jalan berlari meninggalkan mereka satu persatu seiring laju mobil yang menyusuri jalanan kota Jakarta. Ify masih menatap langit di kejauhan. Hari ini langit tampak biru, bahkan tak ada setitikpun awan putih yang menggantung. Matanya hampir tak berkedip menatap langit yang terbentang agung tersebut. Barulah ia tersadar dari lamunannya ketika deru mesin mobil berhenti di depan sebuah rumah besar yang sangat mewah.



Ify mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha mengumpulkan kesadaran yang sempat terkikis dalam lamunan. Ia membuka pintu mobil dan melangkah mendekati gerbang rumah tersebut, akan tetapi ia tidak masuk kesana. Rumah itu tampak sepi seolah tak berpenghuni. Ify menuju kotak pos yang tertempel di samping gerbang rumah itu. Dan tak jauh berbeda dengan kotak pos yang ada di rumahnya, kotak pos di rumah itupun tak kalah penuhnya dengan surat-surat yang menyembul hingga ke mulut kotak.



Ify memasukkan tumpukan surat-surat itu ke dalam tasnya. Kali ini ia tak menyisakan satupun, ia membawa seluruh kertas-kertas itu kecuali surat yang memang ditujukan untuk keperluan lain.



Setelah semua surat masuk ke dalam tasnya, Ify segera kembali ke dalam mobil dan tak lama kemudian deru mobil mulai menjauhi rumah tersebut dan kembali membiarkan Ify menerawang langit luas di sepanjang perjalanan.



*************Song of Love**************



“Ingat, jam 2 aku akan kembali menjemputmu, jadi waktumu hanya satu setengah jam. Aku tidak mau kru mereka marah-marah lagi karena kau terlambat.”

Nana berbicara dari dalam mobil sambil melongokkan kepalanya pada Ify melalui kaca jendela. Ify tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Setelah mobilnya berlalu, barulah Ify segera melangkah memasuki gedung megah 8 lantai itu.



Ify melongokkan kepalanya melalui daun pintu yang ia buka sedikit. Senyumnya terkembang saat melihat sosok yang dicarinya sedang duduk bersandar pada bantal.



“Hai…”

Ify berjalan mendekati Rio yang sontak tersenyum lebar begitu melihat gadisnya datang.



Ify meletakkan buah-buahan yang di bawanya di atas meja kecil di samping tempat tidur Rio. Setelahnya Ify memeluk Rio yang masih menatapnya gembira. Sebuah ciuman hangat menghangatkan wajah Rio yang tampak berseri siang ini.



“Berapa menit?”



Ify hafal betul pertanyaan yang akan ditanyakan Rio setiap kali ia datang.



“Satu setengah jam. Kali ini Nana akan menyeretku keluar jika sampai aku terlambat.”



Rio tertawa kecil membayangkan wajah marah manajer Ify yang memang terkenal cerewet itu.

Ify duduk di tepi tempat tidur. Mereka berdua duduk berhadap-hadapan cukup dekat. Rasa itu tetap sama, tak pernah berubah. Rasa senang dan jantung yang berdebar itu tetap ada dalam diri Rio setiap kali berada di sisi Ify.



“Aku membawakan pesananmu.”

Ify meraih tasnya dan mengeluarkan setumpuk surat yang tadi ia ambil dari kotak pos rumah Rio. Ia meletakkan surat-surat tersebut di pangkuannya.



“Wahh, mereka tak pernah bosan.”

Rio tersenyum menatap tumpukan surat di pangkuan Ify.



“Mereka tidak akan pernah bosan dan tidak akan pernah lelah mendukungmu.”

Ify menanggapi pernyataan Rio sambil membuka sebuah amplop di tumpukan paling atas.



“Eh, mmm…..tadi mimpi itu datang lagi.”



“Mimpi yang sama?”

Ify mengangguk pelan.



“Ahh, kenapa selalu kau yang memimpikannya. Aku kan juga ingin mengenang kejadian itu lagi.”

Rio memanyunkan bibirnya dengan mimik muka yang manja. Ify hanya tersenyum melihat wajah kekasihnya.



“Oke, surat pertama.”

Ify memecahkan kesunyian yang sempat mampir sejenak. Rio mengangguk antusias.



Ify membacakan satu persatu surat yang ada disana. Sama seperti apa yang ia terima. Kalimat motivasi, sekedar ucapan semangat dan kalimat-kalimat yang menyentuh maupun lucu seringkali mengundang tawa kecil mereka berdua di setiap akhir surat yang mereka baca.



Tanpa terasa sudah satu jam 15 menit mereka menghabiskan waktu membaca surat-surat itu.

“Ahhh, tinggal 15 menit lagi. satu surat lagi ya…”

Ify meraih satu surat lagi dari pangkuannya dan disambut senyuman oleh Rio.



Untuk Rio



Rio apa kabar? Sudah lama kami tidak mendengar suara nyanyianmu. Sudah lama kami tidak melihat wajahmu muncul di TV. Semua foto dan video yang mereka tayangkan hanya foto-foto dan videomu yang sudah mereka ambil sejak lama.

Aku dan teman-temanku hampir setiap hari membicarakan tentangmu. Tentang drama mu yang perannya tiba-tiba digantikan oleh orang lain.

Eh, kemarin, Sky of Love diputar lagi di TV. Aku dan teman-teman menonton bersama di rumahku hingga larut malam. Kau tahu, kami semua menangis. Padahal itu bukan pada saat adegan sedih. Setiap kali wajahmu muncul, rasanya seperti ada perasaan yang mendorong kami untuk menangis. Rio, kami merindukanmu. Cepatlah sembuh.

Oh iya, aku masih menyimpan fotomu dan Ify dulu. Terima kasih, dulu, kalau kau masih ingat, karena kau mau memenuhi permintaanku. Kau mau memberikan bunga mawar merah itu pada Ify. Kalian memang pasangan yang serasi. Foto kalian kujadikan background blog ku lho. Lain kali, jika ada waktu, mampirlah. Alamat blog ku mariostevanofans.blogspot.com. Haha, bahkan blog ku pun menggunakan namamu. Disana ada banyak cerita tentangmu dan tentang Ify.

Dan aku sangat-sangat senang saat keinginanku agar kalian menikah menjadi kenyataan. Sekarang kalian sudah bertunangan. Dan pastinya tak lama lagi kalian akan menikah. Ah, aku masih menyimpan kliping majalah 5 tahun yang lalu. Berita tentang kamu yang meminta Ify menjadi kekasihmu saat farewell party Sky of Love. Saat itu aku benar-benar sampai berlonjak riang karena membaca berita itu.

Cepat sembuh ya, kami smua menantimu. Kami semua menantimu kembali menyanyi. Kami semua menantimu hadir kembali sebagai pemeran utaman drama-drama yang pasti akan kami tonton setipa hari tanpa terlewat. Kami menanti kabar bahagia itu. Kami menanti hari bahagiamu dengan Ify.

Jangan menyerah, kau tak sendiri, kami semua dan tentunya ribuan orang yang ada di luar sana mendoakanmu.

Cepat sembuh ya, Rio.



Nadia



Kali ini tak ada senyum maupun tawa di akhir kalimat yang dibacakan Ify. Mereka berdua tertegun dalam kesunyian. Jarum jam yang berdetik serasa menusuk di tengah hawa dingin angin musim penghujan yang berhembus dari luar sana.



Ify dan Rio sama-sama terdiam menatap kertas yang ada di tangan Ify. Kesunyian terus berlangsung hingga beberapa detik, hingga akhirnya Ify tak kuasa mencegah air mata yang jatuh membasahi kertas surat yang dipegangnya. Beberapa huruf tampak memudar tintanya karena tetesan air matanya.



Terburu-buru Ify mengusap lelehan air mata di pipinya. Ia merasa begitu bodoh. Padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan menangis di depan Rio. Dengan bodohnya kali ini dia melanggar janjinya.



Sontak Rio meraih pundak Ify. Ia memeluknya erat. Matanya terpejam merasakan hangat tubuh perempuan yang ada di pelukannya.



“Maaf….”

Suara Ify bergetar dalam pelukan Rio. Rio tak menjawab apapun. Ia semakin erat memeluk Ify.



“Maaf….”

Sekali lagi Ify memaksakan untuk bicara di tengah isakannya.



“Mmmm.”

Rio hanya mengangguk pelan.



Beberapa saat Rio membiarkan Ify terisak dalam pelukannya.



“Semuanya…..tidak akan berakhir…..seperti di film kan?”

Ujar Ify terbata-bata.



Rio hanya diam tanpa menjawab sepatah katapun.



Untuk kesekian kalinya sang waktu melemparkan jangkarnya, terhenti dan membiarkan mereka dipeluk kesunyian.



“I want to become the sky. Become the sky and always look after Ify from above.”

Ify semakin terisak dalam pelukan Rio saat Rio entah kenapa mengutip salah satu kalimat dalam film Sky of Love yang perankan.



“A clear sky means, Rio is in a good mood. A rainy day means, Rio is crying. A sunset means Rio is embarrassed. A night sky means, Rio is warmly hugging me. Then, every time I look at the sky, I’ll think of Rio.”

Rio mengutip kalimat yang dulu diucapkan Ify di salah satu scene Sky of Love.



Ify terus terisak. Ia membalas pelukan Rio. Ia memeluknya erat.



Manajer Ify memandang adegan di depannya dengan mata basah. Bayangan mereka yang sedikit mengabur karena kaca pintu yang agak buram, kini semakin buram karena biasan air mata yang menggunung di pelupuk matanya. Sebuah adegan yang tak sedang ia saksikan dalam sebuah syuting film. Tak ada yang menyangka semuanya akan menjadi begitu nyata. Sebuah adegan yang benar-benar terjadi di kehidupan dua orang manusia. Apa yang terjadi di film, tak selalu mustahil untuk menjadi nyata. Dalam kisah ini, satu perbedaan yang nyata yang tidak terjadi sebagaimana adegan dalam script film, yaitu mereka berdua selalu saling menjaga tanpa ada keraguan. Sang laki-laki tak pernah meminta sang gadis untuk meninggalkannya, dan sang gadis tak pernah sedikitpun berniat meninggalkannya. Karena itulah cinta yang sebenarnya, bukan sekedar cinta dalam cerita.



**************Song of Love*************





The wind always blows on the road

I want to meet you

Can you hear the song of love?

Time is flowing, dreams are flowing

But I will still draw the sky of tomorrow

Can you hear the song of love?

My tears were flowing

Someday, the flower will bloom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar