Senin, 13 Juni 2011

We Were There (CHAPTER 2)

Tepat pukul 8 malam. Tanpa terlambat barang semenitpun gadis itu seperti biasa segera meraih tas jinjingnya dari kolong meja kasir dan berpamitan pada 2 orang teman kerjanya yang lain. Dua orang temannya itu juga sudah hapal betul bahwa rekannya yang satu itu tak pernah terlambat datang dan juga tak pernah terlambat pulang.



Gadis itu bergegas menuju halte bis tak jauh dari sana untuk menanti kendaraan umum yang akan membawa dirinya segera pulang ke rumah. Badannya terasa lelah setelah seharian berkutat dengan pelajaran-pelajaran yang menurutnya membosankan lalu dilanjutkan kerja part time di minimarket itu.



Walaupun dia hanya tinggal sendiri, tapi tak ada tempat yang paling membuatnya nyaman selain rumah. Disana ia bisa melakukan apapun yang ia suka. Ia bebas menghabiskan waktu bersama PC nya untuk menerobos masuk ke dalam sistem informasi manapun yang ia perlukan datanya.



Kegiatan yang baru ia tekuni semenjak 1 tahun yang lalu itu membuatnya lebih banyak mengurung diri. Kebencian terhadap segala macam bentuk cyber crime membuatnya bertekad untuk memporak-porandakan siapapun yang berani melakukan cyber crime di negeri ini.



Rasa benci itu tertanam kuat karena mereka selalu mengingatkannya pada kejadian yang membuatnya harus kehilangan orang yang paling ia sayangi sebagai seorang penjahat. Kakak laki-lakinya, keluarga satu-satunya yang ia miliki, meninggal ditembak polisi karena telah membobol sistem pertahanan nasional NKRI. Ya, kakaknya adalah seorang hacker, tanpa ia tahu. Kematiannya mengundang decak kesenangan bagi semua orang. Mereka semua menganggap kakaknya pantas mati. Sejak saat itulah ia bertekad memberantas segala macam cyber crime yang ia temui.



Satu keahlian yang bisa melindunginya dari segala ancaman adalah kemampuannya menyembunyikan identitas. Proram yang ia rancang sedemikian rupa akan memudahkan aksinya tanpa ada seorangpun yang bisa melacak keberadaannya. Dengan demikian ia bisa menjalankan misinya tanpa perlu waswas. Kode namanya dalah….Ladybird.



Akan tetapi, untuk melakukan hal itu, ia memerlukan data mengenai target operasinya. Untuk itu, ia harus mengakses data server THIRD-I. THIRD-I adalah salah satu divisi di kepolisian yang menangani masalah public safety dan menyimpan ribuan data cyber crime mulai dari kelas rendah hingga kelas profesional. Selama ini ia bisa dengan mudah mendapatkan data-data itu, akan tetapi, baru beberapa hari ini seorang hacker sialan mencoba membuat firewall terhadap aksesnya.



Bis yang ia tunggu baru saja berhenti di hadapannya, ia bersiap melangkah naik sebelum tiba-tiba otaknya menyuruhnya berhenti melangkah. Terbersit sebuah ide di pikirannya. Ia batal naik ke atas bis, dan sontak memutar langkah kearah lain. Ia melangkah secepat yang ia bisa. Kali ini dia menuju sebuah warnet yang terletak tak jauh dari sana.



Gadis itu berjalan di antara box-box yang berjejer di kanan kirinya. Dari 8 box yang ia lewati semuanya berpenghuni. Barulah di box ke 9 ia bisa menggunakannya. Gadis itu duduk di sebuah kursi mungil disana. Ia mengeluarkan laptopnya dan bergegas menyalakannya. Ia memangku laptopnya tersebut, sementara itu ia juga menyalakan komputer di hadapannya.



Gadis itu menarik nafas dalam. Ia meregangkan jari-jarinya sebelum akhirnya membiarkannya menari di atas keyboard komputer warnet.



“Jika kali ini kau tidak menghalangiku, maka aku akan mendapatkan data yang kubutuhkan. Tapi, jika kau menghalangiku, maka aku akan mendapatkanmu.”

Gadis itu berbisik pelan. Seulas senyum tampak di bibirnya.





ladybird# telnet 10.0.0.133

Trying 10.0.0.133…

Connected to 10.0.0.133.

Escape character is *^]*.

Login:

Last login: Sun Dec 8 20:17:51 on console

Vlan Mac Address

----- -------------

1 001f.29b3.5be9

Total Mac Addresses

BRDR-SW1#conf t

Enter configuration command

bb:-$ ping 10.0.0.133

PING 10.0.0.133

From 10.0.0.133 (10.0.0.133)

From 10.0.0.66 icmp_seq=1

From 10.0.0.66 icmp_seq=2

---

11 packets transmitted,

Pipe 3

Bb:-$

---



“Hhh, ternyata dia sedang lengah.”

Gadis itu tersenyum puas. Kali ini tak ada firewall yang menghalangi aksesnya.



Type “copyright”, “credits” or “license” for more information.

1Python 0.0.4 – An enhanced interactive Python.

? -> Introduction and overview of 1Python’s features.

%quickref -> Quick reference.

Help -> Python own help system.

Object? -> Details about “object”, ?object also works, ?? prints more.



Jemari gadis itu berpacu dengan waktu. Seperti biasa ia harus mampu membobol server mereka dalam waktu secepat mungkin. Karena THIRD-i Server surveillance system akan memonitor setiap 20 detik. Namun, tiba-tiba sesuatu membuat jari-jemarinya sontak diam terpaku di atas keyboard.



1 rows affected by INSERT INTO upwlist (passwd) VALUES (?) (**,)

1 rows affected by INSERT INTO upwlist (passwd) VALUES (?) (*password*,)

1 rows affected by INSERT INTO upwlist (passwd, service) VALUES (?.?) (*public*. *snap*)



“dia datang”

Gadis itu tersenyum puas, akhirnya yang ia tunggu datang. Hacker itu mulai membuat firewall pada aksesnya. Tanpa menunggu lebih lama, kini jari-jemari gadis itu beralih menari di atas keyboard laptop yang sekarang ia pangku. Komputer di depannya ia biarkan begitu saja. Sengaja ia biarkan hacker itu menahan aksesnya, selama mungkin kalau bisa, agar ia bisa melacak keberadaannya.



Local_net.Scanner (‘eth0’)

Interface ethO using 10.1.1.52/255.255.255

An_arp()

Local network..73 hosts found

Local_net.Venom(s.oface)

Poison(s.hosts)

Poisoning 72 hosts using 11:22:33:44:55:66

Filter(“tcp.port==80”,”foreign host)

Streams matched : Falcon



Senyum makin mengembang di bibir gadis itu.

“mmmm, jadi ini kau? Falcon….”

Jari jemarinya dengan sigap menekan satu persatu deretan huruf di atas keyboard laptopnya.



Live streams..listening for /xe3/x81/x8a

Connecting to 10.1.1.42 portable…..closed

Connecting to 10.1.1.42 portable…..Open.NBINFO: CLNT-43

Connecting to 10.1.1.42 portable…..Closed

Connecting to 10.1.1.42 portable…..Closed-43



Mata gadis itu sontak membelalak saat membaca apa yang tertulis di layar laptopnya.

“CLNT-43? Dia…..disini?”



Sontak gadis itu bergegas beranjak dari tempat duduknya dan secepat yang ia bisa ia berlari ketempat yang baru saja ia temukan. Tak bisa dipercaya, hacker itu ada di warnet yang sama dengannya.



Matanya teliti menatap nomor-nomor yang tertempel di masing-masing box. Langkah dan nafasnya saling memburu.

“Sial. Di lantai dua.”



Ia bergegas naik ke lantai dua.

“39….40….41….42…..”

Tepat di box nomor 43 gadis itu membuka pintu box dengan kasar. Ia sudah bersiap untuk menangkap hacker itu, tapi sontak geraknya terhenti saat ia hanya menemukan box kosong disana. Nafasnya masih memburu. Ia menatap desktop komputer di depannya. Dibukanya data history PC tersebut.



“Dia benar-benar disini”

Data system history computer tersebut memang menunjukkan si pengguna baru saja melakukan tindakan “hacking.”



“Sial…..”

Sekali lagi tangan gadis itu mengepal menahan rasa kesal yang semakin membeludak. Dengan kasar dibantingnya pintu box itu dan sempat membuat orang di kiri kanannya mendongak untuk mengintip. Dengan amarah ia meninggalkan warnet itu setelah membayar pada kasir, bahkan ia berlalu begitu saja tanpa mempedulikan kasir yang berteriak hendak memberi uang kembalian padanya.



Di seberang jalan, sosok itu kembali menatap gadis dengan muka kesal yang berjalan tergesa-gesa menjauh dari warnet. Seulas senyum kembali tersungging di bibirnya.



“Capture….complete.”



***Domain: We Were There, password: Chapter 2***



Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Matanya menerawang menatap langit-langit. Tangannya mengepal meremas sprei yang ada di kanan kirinya. Gadis itu menggigit bibirnya, sekuat tenaga ditahannya perasaan marah yang kali ini benar-benar terasa menyesakkan kerongkongannya.



Setitik bening menyembul dari sudut matanya dan terjatuh membasahi rambutnya yang tergerai di bawah kepalanya. Tak ada suara isakan yang terdengar, hanya mata gadis itu yang berangsur-angsur memerah menahan luapan air mata yang bercampur emosi.



Pikirannya melayang meninggalkan masa kini. Ia menangkap bayangan samar-samar orang berlarian di depannya. Sekeras apapun ia berteriak tak akan ada seorangpun yang mendengarnya. Ia hanya terus berlari dan berlari, mencoba mengikuti kemana arah kaki-kaki itu melangkah. Air mata terus meninggalkan jejak di sepanjang perjalanannya. Ia terus mencoba berlari hingga akhirnya suara tembakan menghentikan paksa langkahnya. Perlahan ia berjalan menghampiri kerumunan yang berdengung di kejauhan.



Disingkirkannya tubuh-tubuh yang berhimpitan di kanan kirinya. Ia mencoba mencari jalan untuk sampai di depan. Sontakkedua kakinya serasa tak bertulang dan memaksanya jatuh terduduk saat melihat kakaknya terbaring dengan dada yang berlumuran darah. Sebuah pistol masih tergeletak di genggaman tangannya. Nafasnya naik turun menahan sakit. Di kanan kirinya polisi-polisi itu masih mengarahkan pistol ke arahnya.



Gadis itu hanya menatap bayangan kakaknya yang samar-samar. Matanya yang basah hanya mampu menangkap tatapan mata kakaknya yang memandangnya.



Pistol di tangan kakaknya tergerak. Baru saja kakaknya hendak mengarahkannya pada salah satu polisi. Tapi belum sempat tangannya terangkat, salah satu polisi yang lain telah menembakkan sebuah peluru kearah dadanya.



“KAKAAKKK!!!!!!!!”



Gadis itu terbangun dari tempat tidur dengan wajah yang sudah basah dengan air mata. Nafasnya naik turun seolah kejadian itu baru saja ia alami. Pandangannya berputar menatap sekeliling hingga akhirnya dia sadar masih ada di dalam kamarnya. Matanya tertumpu pada sebuah foto di atas meja belajar. Ditatapnya kakaknya yang tersenyum memeluknya.



Gadis itu mulai terisak. Ia mengatupkan kedua tangan ke wajahnya. Mencoba meredam suara isakan dan goncangan yang mendera tubuhnya. Air mata kesedihan, kerinduan, dan kemarahan. Sejenak kemudian gadis itu mengangkat wajahnya.



“Falcon….”

Suaranya lirih tertahan. Nadanya bergetar menahan amarah mengingat hacker sialan yang mencoba mengusik kehidupannya.



Drrrtttt drrrtttt….

Pandangan gadis itu tertuju pada ponselnya yang tergeletak di atas meja. Bergegas diraihnya ponsel itu. Ditatapnya layar ponsel itu dengan dahi berkerut. Sebuah panggilan dari nomor baru.



Ragu-ragu diangkatnya telfon tersebut.Tak ada suara di seberang.



“Halo?”

Perlahan gadis itu memulai pembicaraan.



Masih tetap sunyi.Gadis itu masih menunggu.Hingga akhirnya.



“Halo….Ladybird…”

Gadis itu sontak membelalakkan matanya mendengar suara diseberang yang menyebut kode namanya.



“Kamu….siapa?”



Sekali lagi tak ada suara jawaban di seberang. Sesaat mereka tenggelam dalam kesunyian.



“Falcon.”



Kali ini gadis itu tak bisa menahan gejolak perasaan marahnya mendengar nama itu disebut. Ruangan kamarnya yang tak terlalu luas itu menggemakan suara teriakannya ke segenap penjuru.



“SIAPA KAMU SEBENARNYA?!?!?!”



Terdengar nada senyuman dari seberang.

“Jangan marah. Aku tidak bermaksud mengganggumu.”



Gadis itu meremas tas di hadapannya mencoba menahan luapan emosi yang tak lagi bisa tertahan.



“KATAKAN APA MAUMU!!!”



Suara di seberang tak menjawab. Hanya desah nafas yang lirih terdengar.



“KATAKAN APA MAUMU!!!”

Gadis itu mengulangi pertanyaannya. Kali ini suaranya bergetar menahan tangis. Mulai terdengar suara isakan tertahan.



Sosok di seberang sana masih terdiam. Sekarang hanya suara isakan tertahan yang ada di antara mereka.



“Kau……menangis??”

Suara di seberang terdenagr memelan. Ada nada keragu-raguan disana.



“SIAPA KAMU?!?! KATAKAN APA MAUMU!!!!”

Suara gadis itu semakin bergetar hebat. Air mata sudah jatuh membasahi wajahnya yang memerah.



“Ma….maaf….”

Suara yang tak dikenal tersebut semakin memelan.



“Aku…..”

Kali ini ia terdengar benar-benar ragu.

“Aku ada di depan rumahmu. Di seberang jalan.”



Tanpa menunggu lagi gadis itu berlari keluar rumah. Dia benar-benar tak habis pikir apa yang dilakukan hacker sialan itu di depan rumahnya.



Matanya teliti menatap trotoar di seberang jalan rumahnya. matanya menangkap sosok yang sedang berdiri di trotoar sepi itu. Laki-laki itu sedang menelfon. Tanpa menunggu lagi, gadis itu menengok ke kanan kiri menatap jalanan yang beruntung saat itu sedang lengang. Ia berjalan bergegas kearah orang itu. Orang yang ada disana menutup telefonnya. Tampak tatapan ketakutan dari sosok di seberang itu.



Gadis itu sampai di hadapannya. Dan…



PLAKKKK!!!!!!

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi tirus laki-laki yang berdiri di hadapannya. Tatapan matanya tajam penuh amarah. Anak lelaki itu mengusap-usap pipinya.



“SIAPA KAMU?!?!?! APA MAUMU?!?!?”

Lelaki di hadapannya hanya terdiam. Ada sorot mata yang menyiratkan rasa bersalah dari tatapannya. Anak laki-laki itu tertegun menatap gadis yang berurai air mata di hadapannya.



“Maaf.”



“APA MAUMU?!?!”

Gadis itu mencengkeram kerah jaket lelaki di hadapannya. Teriakannya tenggelam bersama suara deru mobil yang baru saja lewat.



Laki-laki itu masih tetap diam. Tangannya menggenggam kuat tak tau harus berbuat apa.



“AARRGGHHH!!!!”

Tak sabar menunggu, akhirnya gadis itu memutuskan untuk melangkah pergi. Bergegas diusapnya lelehan air mata yang sedari tadi menghiasi wajahnya. Suara isakan tertahan mengiringi langkahnya. Namun, baru saja ia hendak menyeberang jalan tiba-tiba ia merasa sesuatu meraih pundaknya.



Sensasi rasa hangat tiba-tiba mendekapnya. Laki-laki itu tiba-tiba memeluknya dari belakang, membuat badannya berdiri kaku tak mampu bergerak. Lidahnya seolah kelu tak mampu mengucap sepatah katapun. Sosok di belakangnya itu memeluknya erat.



“Aku, akan menjagamu,apapun yang terjadi, Ify.”

Sebuah kalimat lirih menelusuk daun telinga Ify. Lelaki itu semakin erat memeluknya. Ia masih tetap terpaku menatap jalanan lengang yang ada di hadapannya.



Beberapa detik badannya membeku hingga akhirnya Ify sadar dan segera menghempaskan tangan lancang itu dari badannya.



Dengan sorot mata tajam Ify menatap lelaki yang masih menatapnya dengan tatapan sayu itu. Beribu pertanyaan menyeruak mendesak pikirannya.



“Kau gila!!”

Ify berlari meninggalkan laki-laki yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Ditatapnya punggung gadis itu yang semakin menjauh. Dari seberang jalan ia bisa melihat Ify yang membanting pintu rumahnya dengan kasar.



Perlahan laki-laki itu melangkah pergi. Bayangan wajah gadis yang berurai air mata itu masih membayangi pelupuk matanya. Langkahnya gontai menyusuri jalanan sepi malam itu. Lelaki itu semakin menjauh dari rumah Ify tanpa menyadari ada seseorang yang mengawasi dirinya dan rumah Ify secara bergantian. Sosok itu mengelus-elus dagunya dengan tangan kanannya. Senyum yang sarat akan makna tersungging dari bibirnya. Di punggung tangan kanannya itu tampak sebuah tato bergambar kupu-kupu berwarna merah hitam. Beberapa saat sosok itu menatap tajam rumah di hadapannya. Namun, beberapa saat kemudian ia mulai melangkah pergi. Sebuah tawa lirih mengiringi langkah kakinya.

3 komentar:

  1. iiihhh.... geregetann.. tu falcon-falcon tuh siapa sihh??
    ngomong2 nge-hack tuh gimana caranya sih? gue ribet baca kode-kode ituh.

    BalasHapus
  2. cerita ini mirip film dan anime bloody monday

    BalasHapus
  3. bukan mirip, tapi emang ini Bloody Monday versi ICIL. cuma ditambah dan dikurangi jalan ceritanya :D

    BalasHapus