Minggu, 18 September 2011

We Were There (CHAPTER 10)



“Apa kabar, Rio……Ah bukan, Seharusnya aku memanggilmu si hacker handal, Falcon.”

Rio terbelalak menatap orang di depannya.
“Kau?”

Seorang laki-laki muda yang tampak seumuran dengannya atau mungkin sekitar satu atau dua tahun di atasnya tersenyum lebar pada Rio. Ia tampak begitu senang melihat kedatangan Rio.

“Senang bertemu denganmu. Silahkan duduk.”

Bu Maya mendorong Rio agar duduk di kursi yang berada satu meja dengan pemimpin mereka.

“Aku P. huruf ke 16 dari alphabet. Tapi tentu saja itu bukan nama asliku.”

Rio masih mengamati lekat-lekat anak laki-laki yang ada di depannya. Keterkejutan Rio melihat orang di depannya itu belum juga hilang. Dia benar-benar jauh dari sosok yang dibayangkan Rio sebagai seorang pemimpin teroris. Anak laki-laki yang mengaku bernama P itu sekarang melambaikan tangannya pada pelayan restoran.

“Mbak!”
Pelayan wanita itu berjalan mendekati mejanya.
“Satu lagi minuman yang sama denganku, melon soda.”

“Baik.”
Pelayan itu bergegas meninggalkan mereka dan mengambil minuman yang dipesan P.

P menyodorkan sebuah piring kecil berisi dua buah donat yang ada di mejanya ke hadapan Rio sambil tersenyum ramah.
“Silahkan dimakan.”

Melihat Rio masih memandanginya, P pun tertawa kecil.
“Kenapa? Apakah kau terkejut karena ternyata pemimpin teroris ini bukan seorang laki-laki dewasa yang gagah, sangar, berjas, berpenampilan cool seperti di film-film?”

Tepat sekali apa yang dikatakan laki-laki itu. Rio benar-benar kaget. Ia masih tak percaya anak laki-laki berkaus hitam dan bercelana jeans di depannya yang sejak tadi selalu tersenyum lebar padanya itu adalah seorang pemimpin teroris besar yang berniat menghancurkan Jakarta.

“Apa kau benar-benar pemimpin mereka?”

“Kau terkejut ya, karena seorang pemimpin teroris tidak seharusnya menampakkan diri di tempat seramai ini? Tapi selamat, karena kali ini kau benar-benar bertemu dengan pemimpin sungguhan. Lagipula aku suka melon soda di restoran ini. Rasa donatnya juga enak, empuk.”
Laki-laki itu mengambil satu buah donat yang ada di depan Rio dan mengunyahnya dengan ekspresi yang sangat menikmati.

Akhirnya mau tak mau Rio harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa orang di depannya ini benar-benar otak dari segala peristiwa menyeramkan yang ia alami.

“Tentang janji kalian untuk mempertemukanku dengan ayah…….”

“Itu benar.”
Laki-Laki itu menjawab cepat.

“Dimana dia?”

“Dia di pihak kami.”

“Maksudmu ayahku penghianat?”

“Dia ada di pihak kami dari awal. Aku senang bahkan diapun membantu menculik Pak Bagus.”

Rio tak mengerti siapa yang dimaksud laki-laki itu.
“Pak Bagus?”

“Seorang professor yang memiliki kekuatan hebat. Dia adalah sahabat ayahmu.”

“Kenapa? Kenapa ayahku mau bergabung dengan orang sepertimu?”

“Apa kau ingin tau? Baiklah….. “untuk menyelamatkan putraku satu-satunya “ katanya.”

Rio terkejut mendengar kalimat itu. Pembicaraan mereka sejenak terhenti saat pelayan restoran datang dan meletakkan segelas melon soda di meja mereka. Setelah pelayan itu pergi P justru meraih melon soda itu dan meminumnya. Rio menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya, orang macam apakah P ini.

“Ahhh, Negara ini sebentar lagi akan hancur tapi semua orang masih hidup dengan bahagia. Mereka tidak menyadari bahwa tak lama lagi tempat mereka ini akan menjadi tanah mati.”
Laki-laki itu menatap para pengunjung restoran di sekelilingnya yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ia kembali tersenyum lebar pada Rio.

“Serangan teror kami pasti akan berhasil. Tidak ada kesalahan sedikitpun dalam perhitunganku. Kami sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Jika rencana  kami berhasil, maka kau dan semua orang yang kau sayangi akan mati. Tapi, jika kau mau membantu kami, kami berjanji akan menjamin bahwa orang-orang yang kau sayangi tidak akan musnah bersama kota ini.”
Laki-laki itu kembali tertawa lirih.

“Maksudmu kau ingin aku bergabung dengan kalian? Apa sebenarnya tujuanmu melakukan semua tindakan bodoh ini?”

Laki-laki di depan Rio pun menarik senyumnya. Mata itu menatap Rio tajam.

“Untuk menjadi tuhan.”
Kalimat itu tak pelak lagi membuat Rio membelalakkan matanya.

“Apa kau gila? Tidak ada yang bisa menjadi Tuhan.”

“Ini seperti halnya perhitungan matematika. Kau hanya belum tau saja bagaimana cara menyelesaikannya. Bergabunglah denganku. Kemudian kau juga akan menjadi salah satu penguasa bersama kami.”

Rio memandang jengah laki-laki di depannya. Kalimat laki-laki itu benar-benar tak bisa Rio terima dengan akal sehat. Rio mengedarkan pandangan ke sekeliling restoran itu. Ia mengamati satu persatu orang yang berdatangan memadati meja-meja disana. Rio mengernyitkan dahinya. Sejenak kemudian dia menggumam pelan pada dirinya sendiri.
“Sudah kuduga.”

“Bagaimana? sudahkah kau memutuskan?”
Laki-laki itu menghabiskan tegukan melon soda yang ada di gelasnya sendiri. Ia kembali mengambil gelas satu lagi yang seharusnya untuk Alvin dan mulai meminumnya.

“Kau yang seharusnya mempersiapkan dirimu. Kami memenangkan pertaruhan ini. Semua sudah berakhir untukmu.”

Laki-laki itu menghentikan tegukannya dan mengalihkan pandangan pada Rio. Rio terkejut saat laki-laki itu tiba-tiba tersenyum padanya dan mendekatkan wajah pada Rio.

“Katakan, bagaimana THIRD-I bisa menemukan tempat ini.”

Rio terkejut karena ternyata tampaknya mata jeli P sudah menyadari bahwa beberapa orang di antara pengunjung yang baru datang itu adalah anggota THIRD-I yang menyamar. Ia juga sepertinya sudah tau bahwa petugas yang memasang sesuatu di tiang listrik seberang jalan adalah anggota THIRD-I yang sedang memasang kamera untuk mengawasi restoran ini.

 Namun Rio tidak pernah tau bahwa selain Bu Maya, dan 3 orang laki-laki yang membawanya kesini tadi, juga ada banyak teroris yang sedang berada di restoran itu.

“Kalian memang sudah mematikan ponselku. Mereka tidak akan bisa melacaknya dari sana. Tapi kalian lupa bahwa aku membawa laptop yang sedang dalam keadaan hidup. Aku sudah menyetting laptopku agar tidak mati walaupun aku menutupnya. Dan gelombang elektromagnetik lemah yang berasal dari communication card laptoplah yang bisa mereka lacak.”

Senyum laki-laki di depannya semakin lebar setelah Rio mengakhiri penjelasannya.
“Aku senang kau mau mengatakannya. Rio, Rio….Aku merasa beruntung bisa bertemu hacker handal sepertimu. Seperti yang kuduga, menganggap bahwa kau hanyalah anak kecil pada akhirnya akan sangat menyakitkan. Baiklah, mulai sekarang, ini adalah percakapan orang dewasa. Kita akan bernegosiasi.”

Rio kaget saat Bu Maya berjalan mendekat padanya. Ia mengambil sesuatu dari dalam bajunya. Anggota THIRD-I yang sedang menyamar pun sudah bersiap-siap hendak mengambil senjata. Namun mereka mengurungkan niat saat melihat bahwa yang dikeluarkan Bu Maya ternyata adalah ponsel Rio yang dia ambil tadi.

“Hubungi Pak Joni. Aku ingin bernegosiasi.”

Pak Joni yang bisa melihat apa yang sedang terjadi dari layar monitor yang tak jauh dari sanapun segera mengangkat telfonnya saat Rio menghubunginya.

“Pak, teroris ini ingin bernegosiasi.”

Pak Joni tidak menjawab apapun. P merebut ponsel itu dari tangan Rio.

“Kami sudah tau bagaimana cara meloloskan diri dari virus. Jika kau membiarkan kami pergi, kami akan memberitahumu.”
Tanpa menunggu jawaban dari Pak Joni, P mengembalikan ponselnya pada Rio.

“Pak, aku sudah mendengar semuanya dari Bu Mia. kumohon setujulah, dengan begitu anda bisa menyelamatkan tunangan Bapak.”

Pak Joni mengepalkan tangannya kuat-kuat. Tampak jelas beban pikiran dari raut wajah laki-laki itu.
“Aku menolak. Pasukan akan masuk kesana sekarang. Lebih baik kau bersiap untuk melindungi dirimu sendiri.”
Line telfon diputus oleh Pak Joni.

“Pak joni! Halo! Pak!”
Rio menatap ponselnya dengan tatapan panik. P yang melihat wajah kecewa Rio pun kembali tertawa lirih.

“sayang sekali. Sepertinya negosiasi gagal. Hhhh, baiklah, tampaknya mereka memilih untuk bertindak bodoh. Kalau begitu, haruskah kami juga bertindak? Mari kita lihat, antara tuhan dan manusia, siapa yg lebih cerdas.”
Laki-laki itu menyandarkan badan di kursinya. Ia menghirup nafas sambil memejamkan mata seolah begitu menikmati suasana saat itu.

“Rio. Tidakkah kau merasa aneh kenapa kami mengajakmu bertemu di tempat seramai ini? Aku akan memberimu 3 petunjuk. Satu, kami yang membawa virus ke negara ini. Dua, kami tidak akan terinfeksi. Dan tiga, kami adalah teroris. Kau tau kan?”
Laki-laki itu memasukkan tangannya ke dalam satu dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Rio terbelalak melihat tabung kecil berisi cairan merah yang dikeluarkan olehnya. Belum sempat Rio berkata apa-apa sontak ia dikejutkan oleh suara teriakan seorang wanita dari meja yang tak jauh darinya.

Seisi restoran sontak riuh dengan jeritan karena melihat wanita itu jatuh terkapar dengan mulut bersimbah darah. Tak lama kemudian seorang laki-laki menyusul dengan kejadian yang sama. Seluruh pengunjung pun mulai berteriak ketakutan.

Pasukan Pak Aji yang baru saja akan masukpun kaget melihat musuh lebih dulu bergerak. Tanpa menunggu lagi akhirnya mereka menerobos masuk dan mulai mengacungkan pistol masing-masing pada semua orang yang ada disana.

Tiba-tiba seorang laki-laki yang berpakaian layaknya koki berteriak lantang.
“Semuanya! Lari!!! keluar dari sini sekarang!”

Di tengah para pengunjung yang berlarian menuju pintu mulailah terlihat yang mana teroris dan yang mana anggota THIRD-i. mereka semua sekarang saling mengacungkan pistol. Sementara itu seluruh pengunjung semakin berteriak hebat saat 3 orang laki-laki menggembok pintu restoran dan berjaga di depan. Semua pengunjung pun saling berhimpitan di depan pintu. Tinggallah para teroris dan polisi yang masih di dalam dengan pistol berada di tangan masing-masing.

Seluruh teroris membentuk sebuah lingkaran barikade untuk melindungi pemimpin mereka. Rio dan P berada di tengah-tengah barikade tersebut sementara seluruh polisi dari kejauhan mengarahkan tembakan kearah para teroris yang berkumpul tersebut.

Rio berdiri tertegun menatap orang-orang yang saling dorong di depan pintu. Ingatannya seolah pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya. Ia pun berjalan mendekati P dan menggebrak meja yang ada di depannya.

“Ini bohong! Ini hanya akting! Ini sama seperti kejadian di mall.  Ini palsu kan?!?!? Jika ini virus asli maka aku pun akan mati. Kau menginginkanku untuk bergabung denganmu. Kau tidak mungkin membiarkanku terinfeksi.”

P tersenyum puas melihat wajah marah Rio.
“Ping….Pong….”
Laki-laki itu menirukan bunyi bel di acara kuis yang akan berdenting jika pesertanya menjawab dengan benar.
“Kau benar.”
P memberi isyarat pada Bu Maya. Dan bersamaan dengan itu Bu Maya pun menarik tangan Rio dan mengarahkan pistol ke kepalanya. Ia menjadikan Rio sebagai sanderanya.

Dengan santainya P meneguk melon soda yang masih tersisa sedikit dalam gelasnya. Setelah minumannya habis dia pun berdiri dan melangkah dengan santai. Seluruh teroris terus membuat barikade yang melindunginya kemanapun dia melangkah. Bu Maya yang menyandera Rio berjalan paling depan. Mereka menuju kearah pintu.

“Pergilah P. Kami akan memberikan mereka sedikit pemanasan.”
Laki-laki yang berpakaian koki itu melirik pada pimpinannya yang berada di dalam barikade perlindungannya. P mengangguk santai dan bersamaan dengan itu laki-laki berbaju koki itu melepaskan tembakan. Seluruh pengunjung mulai berteriak panik dan saat itu juga 3 orang yang berjaga di pintu pun melepas gemboknya dan membuka pintu restoran. Semua orang berhamburan keluar.

Bu Maya mendorong Rio menjauh dan ia bersama dengan beberapa orang teroris yang lain pun bergegas keluar.

Seluruh polisi sibuk beradu tembakan dengan 3 orang teroris yang tetap tinggal di dalam restoran menghadang mereka. Sementara yang lain sudah pergi membawa P menggunakan mobil box yang berjalan diiringi suara tembakan dari polisi yang mencoba mengejarnya. Sementara itu di dalam restoran masih terjadi baku tembak antara pasukan Pak Aji dan tiga orang teroris.

3 orang teroris yang sudah terkepung itu pun akhirnya harus mengorbankan nyawa dengan menembak kepala mereka sendiri. Pasukan Pak Aji yang sedang baku tembak dengan mereka pun tak menyangka bahwa teroris tadi berani melakukan hal sebodoh itu.

Rio yang meringkuk bergetar di tempat persembunyiannya terbelalak saat salah satu teroris yang terkapar di lantai yang tak jauh darinya sempat mengucapkan beberapa kalimat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

“Semua akan berakhir sebentar lagi. The world’s last Monday.”
Dan teroris itu pun terpejam dengan luka tembak menganga di pelipis kanannya.

-------------------

Mereka mengangkati mayat para teroris yang bergelimpangan di lantai restoran. Pak Joni memandangi layar monitornya lekat-lekat. Tampak kebencian yang begitu dalam dari sorot matanya. Ia telah gagal menangkap para teroris itu hidup-hidup. Bahkan mereka pun gagal mengejar mobil box yang membawa pemimpin mereka.

“kenapa anda menolak penawaran yang mereka ajukan?”
Rio berjalan mendekati Pak Joni yang masih mengamati lokasi kejadian melalui layar di depannya.

Pak Joni melirik Rio dengan sudut matanya.
“Pergilah jika sudah tidak ada urusan yang bisa kau lakukan lagi disini.”
Laki-laki itu melangkah meninggalkan Rio.

“Apa anda tidak ingin menyelamatkan tunangan anda?”

Pak Joni tak menghentikan langkahnya sedikitpun. Rio hendak mengejar Pak Joni namun Pak Aji menarik lengannya dan memberi isyarat agar membiarkan Pak Joni pergi. Rio menatap Pak Aji tak mengerti.

“Dia adalah orang yang paling ingin menyelamatkan tunangannya. Tapi berfikirlah sebagai apa posisi Joni sekarang. Dia tidak mungkin mementingkan egonya. Dia sedang berperang melawan perasaaannya sendiri.”

Rio hanya bisa menunduk pasrah mendengar perkataan Pak Aji.

---------------------

Jakarta
9 July 2011 06:23

“Dimana anti virusnya?”

Pak Bagus tidak mempedulikan pertanyaan P  dan terus melahap makanan yang terhidang di depannya dengan santai.
“Siapa yang bilang aku punya antivirus? Ah, terimakasih. Makanan disini bahkan lebih enak daripada di hotel.”

P menghela nafas kesal.
“Seseorang yang terinfeksi Bloody-x dapat dipastikan akan mati kurang dari dua hari. Tapi, sustermu yang terinfeksi bloody-x itu bahkan tidak mengalami apapun sampai sekarang kan? Kami tahu kau pasti sudah mencoba menyuntikkan antivirus itu padanya.”

Pak Bagus melirik P tak menyangka bahwa anak laki-laki itu bisa tahu perkembangan tentang susternya.

P berjalan mendekati Pak Bagus dan merangkul pundak laki-laki itu.
“Apakah kau mencoba tawar-menawar dengan kami?”

Pak Bagus tersenyum sinis dan menyingkirkan tangan P dari pundaknya.
“Kalaupun aku benar-benar punya, apa kau pikir semudah itu aku akan memberitahumu?”

P duduk di kursi yang dekat dengan Pak Bagus dan menatapnya seolah memohon.
“Ayolah profesor. kumohon berikan antivirusnya.”

“Aku menolak.”
Pak Bagus menjawab cepat.

“Cih….kalau begitu aku tidak punya pilihan lain.”

Tiba-tiba dua orang laki-laki memegangi badan Pak Bagus.
“Hey! Hentikan! Apa yang kau lakukan?”

Seorang wanita menyiapkan sebuah jarum suntik berisi cairan merah dan menyerahkannya pada P. P mendekatkan jarum suntik itu ke lengan Pak Bagus.
“Ini hanya jus tomat. Hehe, atau mungkin the real Bloody-X. Jadi, kau tetap tidak mau memberitahu dimana antivirusnya?”
P semakin mendekatkan jarum suntiknya.

“Baiklah, baiklah aku akan mengatakannya.”

P tersenyum mendengar kalimat Pak Bagus.
“Terimakasih.”
Dan bersamaan dengan itu P pun menyuntikkan jarum itu ke lengan Pak Bagus.

“Apa yang kau lakukan. Jangan!!!! AAARRRGGGGHHHH!!!!”

“Dengan begini dapat dipastikan kau tidak akan lari.”
P melangkah meninggalkan Pak Bagus yang berteriak meronta di belakangnya.

-------------------

@Basecamp Klub Koran sekolah
09:30

“Aku sudah menceritakan semuanya pada kalian. Seperti itulah yang sebenarnya sedang dihadapi Rio.”

Gabriel tercengang menatap Shilla yang tak tampak sedikitpun bercanda.
“Itu…..tidak benar kan?”

Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku tidak percaya.”

Shilla melangkah mendekati mereka.
“Aku juga tidak menyangka Rio mengalami hal seperti itu. Tapi…walaupun tidak banyak, aku ingin berbuat sesuatu untuknya sebagai seorang teman. Kalian juga ingin menolongnya kan?”

Zahra dan Gabriel saling berpandangan. Mereka tidak berkata apa-apa. Tapi Shilla dapat melihat dari wajah mereka bahwa tidak ada jawaban “iya” yang tergambar disana.

“Kalian tidak mau?”

Gabriel sontak menggeleng cepat.
“Bukan. bukan seperti itu. Aku….aku…..”

“Jangan khawatir.”
Alvin yang tiba-tiba masuk ke dalam basecamp langsung menimpali sambil duduk di depan komputer.
“Aku akan membawa Rio dan Ify ke tempat yang aman mulai hari ini.”

Shilla, Zahra dan Gabriel tertegun menatap Alvin yang mulai mengedit headline news untuk Koran terbitan selanjutnya.

-----------------

Ify membawakan segelas jus jeruk untuk Rio di ruang tamu. Ia meletakkan minuman itu di atas meja.

“Apa kau sudah mempersiapkan barang-barangmu?”

Ify mengangguk pasti.
“Sudah, aku akan mengambilnya di lantai atas. Mmm, Pak Zaky sudah pergi?”

Rio mengangguk pelan sambil meneguk jus jeruk di gelasnya.
“Iya, aku sudah bilang padanya bahwa kita akan tinggal di tempat Menteri Pertahanan dan mengatakan padanya tidak perlu menjagamu lagi mulai hari ini.”

Ify mengangguk pelan. Dia sempat kaget saat tadi pagi Rio tiba-tiba menelfonnya dan memberitahu bahwa Alvin menyuruh mereka berdua tinggal di rumahnya. Tentu saja Ify menolak mentah-mentah sebelum akhirnya Rio menjelaskan panjang lebar bahwa mereka akan lebih aman jika tinggal disana.

Ify lebih tercengang lagi saat mengetahui bahwa ternyata kakek Alvin adalah Menteri Pertahanan. Alvin hanya tinggal berdua dengan kakeknya karena kedua orang tuanya sudah meninggal. Rumah Alvin selalu dijaga ketat oleh beberapa anggota militer dengan begitu mereka akan lebih aman jika untuk sementara tinggal disana sampai kasus ini selesai. Kakek Alvin pun sudah memberi ijin pada mereka.

“Kalau begitu aku akan mengambil barangku dulu di kamar.”
Ify berjalan hendak meninggalkan Rio.

“Eh tunggu.”
Rio tiba-tiba berdiri dan mendekati Ify. Dia meraba sesuatu dari dalam sakunya. Rio mengeluarkan sebuah kalung.

Ify yang menatap Rio tak mengerti semakin bingung saat tanpa berkata apa-apa Rio mendekat padanya dan memakaikan kalung itu di lehernya. Ify hanya bisa diam tertegun dan membiarkan Rio melakukannya.

Ify memandangi kalung dengan liontin berbentuk bintang yang sekarang menggantung di lehernya.
“Ini…….apa?”
Takut-takut Ify melihat pada Rio.

“Buka saja liontinnya.”

Ify masih menatap Rio bingung. Perlahan ia membuka liontin bintang di kalung tersebut. Dan begitu liontin itu terbuka Ify pun menghela nafas dan tersenyum getir.
“GPS.”

“Yap, benar. Dengan begitu aku bisa tau dimanapun kau berada. Jadi, kalau kau dalam bahaya, aku bisa segera datang menyelamatkanmu.”

Bergegas Ify menutup liontin berisi sebuah chip kecil itu dan bergegas meninggalkan Rio dengan bibir manyun. Rio menatap Ify yang naik ke lantai atas dengan tatapan bingung.

“Hei Ify, kenapa kau tampak tidak senang?”

Tidak ada jawaban dari Ify. Rio pun duduk kembali di kursinya sambil menggaruk-garuk kepala tak mengerti. Ia menyandarkan badannya di sofa ruang tamu itu. Pandangannya menerawang langit-langit.

Tiba-tiba ia dikejutkan oleh getar ponsel di saku bajunya. Sebuah pesan dari…..

“Ayah?”
Bergegas Rio membuka pesan tersebut.

“Ayah ingin bicara denganmu. Ayah tidak mungkin bicara melalui ponsel. Pergilah ke warnet, kita bicara melalui web cam. Jangan gunakan laptopmu. Ayah tau mereka sudah memasang pelacak disana. Ku tunggu sekarang jg.”

Rio terpaku menatap kalimat yang tertulis disana. Setelah sekian lama ia tidak bertemu dengan laki-laki itu, akhirnya dia bisa berhubungan kembali dengannya. Rio memejamkan matanya. Dari kerutan di dahinya tampak bahwa ia sedang berpikir keras.

Sontak ia membuka matanya saat mendengar langkah kaki Ify menuruni tangga sambil membawa koper besar. Rio memandangi gadis itu. Ify yang menerima pandangan aneh dari Rio pun menatapnya curiga.

“Boleh aku meminjam laptop yang ku berikan padamu?”

Ify seolah teringat sesuatu. Ia lupa bahwa laptop itu belum diambil oleh Rio. Ia pikir Rio mungkin akan memintanya sekarang. Ify pun mengangguk. Ia meletakkan koper besarnya di anak tangga terakhir dan kembali naik ke kamarnya.

Ify kembali membawa laptop yang diminta Rio. Baru saja dia sampai di anak tangga terakhir setelah turun dari lantai dua, Rio sontak berdiri membawa tasnya. Ia berjalan cepat kearah Ify yang kaget melihat Rio mendekat padanya terburu-buru.

Rio mengambil laptop di tangan Ify dan bergegas memasukkannya ke dalam tasnya. Bersamaan dengan Rio yang mengalungkan tas ke pundaknya, Rio pun meraih tangan Ify dan menggandengnya.

“Eh? Kenapa?”
Belum sempat Ify mendapat jawaban atas pertanyaannya, sontak Rio menariknya berlari keluar.

“Kak Rio ada apa?!?!”

Rio tidak mempedulikan teriakan bingung Ify yang berlari terseok di belakangnya. Ia terus menarik Ify berlari sekencang mungkin.

.
.
.
.
.

Mereka berhenti di depan sebuah warnet. Ify berdiri dengan nafas tersengal menatap bangunan di depannya. Rio berjalan masuk. Mau tak mau Ify pun mengikuti di belakangnya masih dengan nafas terengah-engah.

“Kalau Cuma mau ke warnet saja kenapa harus berlari?” gumam Ify.

Rio masuk ke sebuah box yang kosong. Ia mengeluarkan laptop Ify dari dalam tasnya. Jari tangannya yang hendak menekan tombol power sontak terhenti saat ia menyadari bahwa Ify masih berdiri di luar box sambil menatapnya aneh.

“Kenapa kau berdiri disitu? Cepat duduk.”
Mata Rio menunjuk bangku kosong tak jauh darinya.

“Eh?”

Rio sontak berdiri dan menarik tangan Ify hingga ia terduduk di sebelah Rio. Rio pun kembali duduk dan menghidupkan laptop di pangkuannya lalu kemudian meletakkannya di pangkuan Ify. Ify menatap laptop di pangkuannya heran.

“Ify, aku tau kamu bisa melakukannya. Tolonglah aku.”

“Apa maksud Kak Rio?”

“Ayahku mengajakku bicara melalui web cam. Aku ingin tau dimana dia berada. Aku bisa saja melacak jaringannya melalui laptopku, tapi itu tidak mungkin karena dia pasti akan curiga jika pandanganku tidak fokus padanya. Karena itulah, aku memintamu untuk melacak jaringannya. Temukan dimana dia. Cari apapun yang bisa menjadi petunjuk. Masuklah ke dalam server komputer yang dia gunakan. Lihatlah history nya. Yang terpenting, temukan dimana dia berada. Aku akan bicara selama mungkin dengannya sementara kamu melacak keberadaannya. Oke?”

Ify yang melihat wajah di depannya tampak begitu serius dan penuh harap akhirnya mengangguk pasrah. Ify bersiap dengan laptop di depannya sementara Rio sibuk dengan komputer warnet untuk masuk ke Yahoo dan menunggu invite dari ayahnya.

“Mmmm, kak…”

“Ya?”

“Bagaimana Kak Rio tau kalau aku bisa melakukannya?”

Rio sontak menoleh pada Ify. Ify tak menyangka Rio akan tersenyum jahil padanya.
“Dulu kau mencariku dengan cara itu kan saat aku memblokir aksesmu ke THIRD-i? Melacak keberadaanku sementara aku sibuk memblok aksimu. Aku melihat wajah kesalmu waktu itu. Hehe.”

Ify tertunduk malu mendengar penuturan Rio. Ia memanyunkan bibir teringat saat itu. Benar-benar menyebalkan. Dan ia tak menyangka sekarang ia bisa duduk akrab di samping orang yang dulu dia anggap memuakkan itu.

Rio mengacungkan jempolnya pada Ify saat wajah ayahnya mulai tampak di layar. Ify mengangguk cepat. Jemarinya mulai menari di atas keyboard.

ladybird# telnet 10.0.0.514
Trying 10.0.0.514…
Connected to 10.0.0.514.
Escape character is *^]*.
Login:
Last login: Fri July 9 10:17:51 on console
Vlan       Mac Address
 -----       -------------
1         001f.29b3.5be9
Total Mac Addresses
BRDR-SW1#conf t

“Ayah?”
Rio tampak begitu senang akhirnya bisa melihat wajah ayahnya walaupun hanya dengan cara seperti ini.

“Apa kau baik-baik saja. Kau sudah bertemu dengan P kan?”

Rio terkejut mendengar pertanyaan ayahnya.
“Ayah, benarkah ayah bergabung dengan teroris itu? Benarkah ayah membantu mereka menghancurkan Negara ini? Kenapa Yah?”

“Ini semua kulakukan demi kamu Rio.”

“Apa maksud ayah?”

Pak Tantowi tidak menjawab pertanyaan Rio.
“Rio dengar. Jangan terlalu menggantungkan dirimu pada THIRD-i. mereka bisa saja memanfaatkanmu. Mereka tidak akan ragu membahayakanmu demi menangkap teroris itu.”

Enter configuration command
bb:-$ ping 10.0.0.514
PING 10.0.0.514
From 10.0.0.514 (10.0.0.133)
From 10.0.0.69 icmp_seq=1
From 10.0.0.69 icmp_seq=2
 ---
424 packets transmitted,
Pipe 3
Bb:-$

Rio menggeleng cepat.
“Aku tidak mengerti maksud ayah. Kenapa ayah bergabung bersama mereka. Kenapa ayah menghianati THIRD-i? Kenapa Yah?”

“Rio, ayah tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu. Ayah melakukannya demi menyelamatkanmu. Ayah menyuruhmu kesini karena ayah ingin mengatakan sesuatu padamu.”

Rio tertegun menatap layar di depannya.
     
Type “copyright”, “credits” or “license” for more information.
1Python 0.0.4 – An enhanced interactive Python.
?                    -> Introduction and overview of 1Python’s features.
%quickref   -> Quick reference.
Help              -> Python own help system.
Object?        -> Details about “object”, ?object also works, ?? prints more.

“Dengarkan ayah baik-baik. Dan jangan memberi tahu siapapun.”

Rio semakin menatap bingung wajah ayahnya.

“Pada tanggal 19 July nanti tinggalkan Indonesia.”

“APA?!?!? Kenapa? Apa maksud ayah?”

Local_net.Scanner (‘eth0’)
Interface ethO using 10.1.1.52/255.255.255
An_arp()
Local network..73 hosts found
Local_net.Venom(s.oface)
Poison(s.hosts)
Poisoning 72 hosts using 11:22:33:44:55:66
Filter(“tcp.port==80”,”foreign host)
Streams matched : Ladybird
Live streams..listening for /xe3/x81/x8a
Open History *string 514
Object?        -> Details about “object”, ?object also works, ?? prints more.

“Bloody Monday. Mereka akan melaksanakannya hari itu.”

Rio dan Ify sontak terbelalak mendengar perkataan Pak Tantowi. Ify yang duduk agak jauh dari Rio pun sontak menghentikan gerak jarinya yang sedang mengetik dan ikut tercengang karena mendengar apa yang diucapkan ayah Rio itu.

“Hanya itu yang ingin ayah katakan. Jaga dirimu.”
Dan bersamaan dengan itu wajah Pak Tantowi menghilang dari layar.

Connecting to 10.1.1.75 portable…..closed
Connecting to 10.1.1.75 portable…..Closed
Connecting to 10.1.1.75 portable…..Closed-x78

“Ayah?!?!?”

Rio tercenung menatap layar komputernya. Tampak jelas ekspresi kaget sekaligus tak mengerti dari wajahnya. Ify menatap wajah kakak kelasnya yang mulai dihiasi titik-titik keringat dingin itu.

Rio pun sontak mengerjapkan matanya dan segera mendekat pada Ify.
“Bagaimana? Kau mendapatkannya?”

Ify mengangguk pasti.
“Deteksi jaringan berasal dari wilayah Jakarta Selatan point 765.”

Selanjutnya Ify membuka screen caption yang ia peroleh dari server computer yang digunakan oleh Pak Tantowi.
“Sedangkan pada waktu yang berdekatan dengan jam ini, hanya ada dua rangkuman history yang ada disana. Ini.”
Ify menunjuk dua baris teratas dari daftar history yang terpampang disana.

Pandangan Rio tertuju pada baris kedua history di layar laptopnya.
“National Bioscience Laboratory?”
--------------

Rio dan Ify duduk di bangku semen yang terletak di depan sekolah. Tak lama kemudian Alvin datang masih dengan seragam sekolah.

“Sory lama Yo.”

“Eh, Vin………. Shilla?”
Rio yang tadinya hanya melihat Alvin sontak kaget saat melihat Shilla ternyata menyusul di belakangnya.

“Aku tidak akan tinggal diam lagi melihatmu seperti ini.”
Shilla langsung duduk di sebelah Ify.

Alvin pun menyusul duduk di sebelah Rio.

“Jadi, ada apa?”

Pertanyaan Alvin menyadarkan Rio dari lamunan kekagetannya karena kedatangan Shilla.

“Maaf Vin, sepertinya aku harus menunda rencana untuk pergi ke rumahmu.”

“Kenapa?”

“Tadi aku bicara dengan ayah melalui web cam di warnet. Aku meminta tolong Ify untuk melacak keberadaan ayahku. Berdasarkan data yang Ify dapat, ayahku berada di daerah Jakarta selatan. Dan dari history ayahku kami menemukan sebuah laboratorium penelitian biochemistry. Kami sudah mencari tahu tentang tempat itu. Dan ternyata laboratorium itu berada di daerah Jakarta selatan. Karena itulah aku berfikir mungkin ayahku hendak mencari sesuatu disana dan sekarang pasti dia masih berada di sana.”

“Apa kau akan pergi kesana?”
Tampak ekspresi khawatir dari wajah Shilla. Rio mengangguk pelan.

“Kalu begitu Ify saja yang ke rumahku dulu.”

Rio melirik pada Ify yang duduk di sampingnya. Kemudian menatap Alvin dengan pandangan pasrah.
“Dia tidak mau. Dia memaksa untuk ikut denganku.”

Ify memanyunkan bibirnya saat Alvin pun melihat ke arahnya.

“Kemungkinan ayahku kesana untuk mencari antivirus. Aku ingin bertemu dengannya. Selain itu, jika benar antivirus itu ada disana, maka kita harus menemukannya lebih dulu dari mereka. Sekarang ada satu orang lagi yang terinfeksi Bloody-x. Jika ada kesempatan untuk menolongnya, aku akan melakukan apa saja.”

Ify, Alvin dan Shilla memandangi Rio yang menerawang lalu lalang jalanan di depannya.

“Baiklah, aku akan ikut.”

“Aku juga.”

Kalimat Alvin dan Shilla membuat Rio terkejut. Ia menatap mereka berdua bergantian. Seulas senyum tersungging dari bibirnya.
“Terimakasih.”

Tiba-tiba Alvin menepuk pundak Rio seolah teringat sesuatu.
“Oh Iya Yo, tentang yang kau ceritakan kemarin. Sepertinya aku mulai mengerti apa maksud mereka ingin menjadi tuhan.”

“Menjadi tuhan?!?!?”
Shilla dan Ify yang tidak mengerti pun berteriak kaget bersamaan.

“Teroris itu memiliki virus. Dan sekarang professor yang kemungkinan punya antivirus ada bersama mereka. Misalnya saja mereka akan menyebar virus ke seluruh Jakarta. Maka semua orang akan mati. Tapi dengan antivirus yang mereka miliki, mereka bisa menentukan sesuka hati mereka siapa yang ingin mereka selamatkan dan mereka biarkan tetap hidup. Mungkin….seperti itu.”

Rio mengangguk-anggukkan kepala mendengar penjelasan Alvin.

“Kejam.”
Ify menggigit bibirnya membayangkan orang-orang itu melakukannya.

“Gila.”
Shilla menggeleng-gelengkan kepalanya mengetahui rencana jahat teroris itu.  

--------------

Ayu berusaha duduk walaupun tubuhnya terasa begitu lemas. Ia menatapi cincin pertunangan yang terpasang di jari manis tangan kirinya. Air mata jatuh membasahi wajah wanita itu. Bayangan segala rencana yang sudah ia buat bersama Pak Joni berlalu lalang dalam pikirannya. Ia mengelus cincin bertahtakan berlian itu, tak ingin segalanya berakhir seperti ini.

Ayu terkejut saat melihat setetes darah jatuh ke atas cincin yang sedang ia pandangi. Ia meraba hidungnya. Dan seperti yang ia duga, terdapat darah disana. Rasa takut sontak menyergap seluruh tubuh gadis itu. Ia mulai merasakan sekujur tubuhnya gemetar dan berkeringat dingin.  Ia memegang erat cincinnya dan menangis terisak.

-----------------

@ National Bioscience Laboratory
Friday, 9 July 2011 13:59

Taksi yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan sebuah bangunan 3 lantai yang cukup besar. Rio melangkah mendahului masuk ke dalam gedung tersebut diikuti Alvin, Shilla dan Ify di belakangnya.

“Sepi sekali…”
Shilla heran karena tak ada seorangpun yang mereka lihat. Mereka seperti berada di dalam gedung yang sudah lama tidak digunakan. Mereka masuk lebih dalam menyusuri setiap lorong dalam gedung tersebut. Ada banyak ruangan dengan lorong-lorong panjang disana. Hampir mirip dengan rumah sakit.

Mereka sudah berjalan cukup lama. Tetap tak ada seorangpun yang mereka temukan. Sampai tiba-tiba.

“AAAAA!!!!!”
Alvin, Ify dan Rio sontak menoleh kaget saat mendengar teriakan Shilla yang tadi berjalan tak jauh di belakang mereka.

Shilla berdiri kaku di depan pintu salah satu ruangan yang ada di lorong itu. Mereka pun segera mendekat dan betapa terkejutnya mereka saat melihat apa yang baru saja membuat Shiilla berteriak.

Dalam ruangan itu ada lebih dari 10 orang tergeletak bersimbah darah. Beberapa orang di antaranya berseragam seperti satpam. Tampaknya sudah ada yang mendahului mereka datang kesana dan membunuh seluruh petugas yang berjaga di gedung itu.

Rio, Ify, Shilla dan Alvin pun beringsut mundur. Mulai tampak ketakutan di wajah mereka masing-masing. Baru saja mereka hendak melangkah menjauh dari sana tiba-tiba Alvin menghentikan langkahnya.

“Tunggu….”
Alvin meletakkan telunjuk di depan bibirnya mengisyaratkan agar mereka diam. Mereka memasang telinga mereka baik-baik.

Mereka berempatpun sontak saling berpandangan saat telinga mereka masing-masing menangkap suara langkah kaki seseorang yang terdengar berjalan pelan mendekati tempat mereka berada sekarang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar