Selasa, 13 September 2011

We Were There (CHAPTER 6)


Monday, 3 Juli 2011 15:25

Ify berjalan sendirian menyusuri trotoar di depan sekolahnya yang sudah sepi. Jam setengah empat sore dan dia baru melangkahkan kaki menjauhi sekolahnya. Sudah satu jam dia berkutat di basecamp club Koran sekolah seorang diri. Menyortir surat pembaca menjadi tugas yang harus dia selesaikan sendiri karena satu orang teman magangnya yang seharusnya menemani hari ini tidak masuk sekolah.

Ify meregangkan urat lehernya yang cukup pegal karena terlalu banyak menunduk. Keadaan sekelilingnya yang benar-benar sepi membuat sekelebat bayangan sontak muncul dalam pikirannya. Ia kembali teringat anak laki-laki itu. Rio, sejak ia mendapat kiriman paket berisi laptop itu dia tidak pernah bertemu dengan kakak kelasnya itu. Dia juga bahkan tidak lagi menerornya dengan kalimat-kalimat seperti “jangan masuk ke THIRD-I lagi” melalui telfon maupun sms.

Mungkin Ify baru bisa bertemu dengannya di apel rutin klub Koran sekolah yang memang diadakan seminggu sekali. Tidak bertemu dengan anak itu selama satu minggu mungkin bisa membuat hidup Ify agak sedikit lebih tenang. Walaupun sebenarnya ia masih ingin meminta penjelasan atas paket kirimannya tempo hari.

Ify menghela nafas dalam. Ia tak mau memikirkan anak itu laki. Namun, baru saja ia kembali memfokuskan pandangannya ke trotoar yang ia tapaki, ia merasa ada yang meraih punggungnya. Sontak Ify membalikkan badannya. Seorang laki-laki sekarang berdiri di hadapannya. Baru saja Ify hendak bicara sontak laki-laki itu bergerak cepat membekap mulut Ify dan mencengkeram lengannya kuat-kuat.

Laki-laki itu menyeret Ify ke dalam mobilnya. Tak seorangpun yang melihat kejadian itu. Ia menarik Ify ke dalam mobil. Tangan bertato kupu-kupu itu terus membekap mulut Ify sementara temannya yang lain memacu mobil menuju ke suatu tempat.

-------------------

Rio bergegas meraih kunci rumah dari dalam sakunya. Tak sabar rasanya ia ingin segera membaringkan badannya ke atas kasur yang empuk. Dia merasa begitu lelah. Ia baru kembali dari THIRD-i. Mereka membicarakan tentang video yang dikirim olehnya. Dan Pak Susilo juga sudah menjelaskan padanya tentang kemungkinan terror yang ternyata adalah berupa virus mematikan. Serangkaian pembicaraan tadi benar-benar terasa begitu melelahkan. Dan sekarang satu-satunya hal yang pertama kali ingin dia lakukan adalah berbaring sejenak.

Wajah Rio sontak berbinar begitu pintu kamarnya terbuka. Kasurnya yang empuk sudah melambai-lambai. Rio pun segera meloncat menghempaskan badannya kesana. Ia mengelus-elus bantal kesayangannya dan memejamkan matanya mencoba untuk tidur sebentar.

Drrrttt…drrrttt…..

Baru saja beberapa detik Rio mencoba memejamkan mata, getar ponsel di saku celananya sontak memaksanya bangun dengan malas. Sebuah panggilan dari nomor baru.

“Halo.”

“Halo, Falcon.”
Suara berat laki-laki di seberang sontak membuat Rio terpaku.
“Siapa kau?”

Bunyi di seberang sontak berganti dengan suara berisik yang sayup-sayup terdengar. Beberapa saat kemudian sontak berganti dengan suara jeritan kesakitan dari seorang anak perempuan. Dan Rio mengenali suara itu.”

“IFY?!?!?”
Rio berdiri dari tempat tidurnya. Raut wajah dan suaranya sontak berubah panik.

“Siapa kau? Apa yang kau lakukan pada Ify?”

“Tenang saja. Jika kau melakukan apa yang ku katakan, aku akan mengembalikannya padamu.”

“APA MAUMU? Jangan sakiti Ify!”

“Apa yang kuminta pasti tidaklah sulit bagi seorang Falcon.”

“Cepat katakan apa maumu!”

“Aku ingin kau menge-Hack ke dalam PLN central control center. Ambil password administratornya.”

“Apa?”
Rio tercenung mendengar permintaan orang tersebut.

“Apa kau mendengarkan? Kau lebih baik bergegas. Ify tidak akan bisa menunggu lama.Aku memberimu waktu 15 menit. Dan jangan menghubungi polisi tentunya.”

“jangan bicara sembarangan! Kalau kau berani menyakiti Ify aku tidak akan memaafkanmu!”

“Apa tidak apa-apa? Waktumu sekarang sudah berkurang 10 detik.”

Rio mengepalkan tangannya.
“SIAL!”

Bergegas ia melemparkan ponselnya ke atas kasur dan segera berlari meraih tasnya dan mengeluarkan laptop. Sebisa mungkin ia melakukan apa yang diminta oleh orang itu secepat mungkin. Bayangan suara teriakan Ify tadi benar-benar membuat jari-jemarinya menari dengan cepat di atas tuts keyboard laptopnya.

Sudah 10 menit berlalu. Butir-butir keringat mulai membasahi kening Rio.

 “capture complete.”
Bergegas Rio meraih kembali ponselnya dari atas kasur.

“Halo!”

“Ow, apakah kau sudah mendapatkannya? Cepat katakan.”

“Kau berjanji akan melepaskan Ify kan?”

“Tentu saja. Aku berjanji.”

“Paswordnya, 6f 60 72 72 76 6e 71 63.”

Terdengar tawa kecil dari seberang.

“Cepat katakan dimana Ify!”

“Terima kasih atas passwordnya. Sekarang datanglah ke bekas Toko pakaian Style di jalan MT.Haryono. Orang yang sangat berharga untukmu sudah menunggu. “

Tut tut tut….

Bergegas Rio berlari keluar dari kamarnya. Ia menuju tempat yang dikatakan oleh orang tadi.

10 menit kemudian Rio sudah sampai di depan bangunan yang dimaksud. Sebuah bangunan dua lantai yang sudah tidak digunakan lagi. Rio mendongakkan kepalanya kearah lantai dua. Terdapat jendela kaca besar disana. Rio terbelalak menatap jendela tersebut. Terlihat Ify yang diikat di sebuah kursi berada di dekat jendela tersebut. Sontak Rio berlari menaiki tangga untuk menyelamatkannya.

Bergegas Rio melepaskan Ikatan di badan Ify. Ify menangis terisak begitu Rio melepaskan kain yang membekap mulutnya.

“Ify…”
Rio meraih pundak Ify dan memeluknya erat.

“Maaf….karena aku kau dalam bahaya. Maaf.”
Ify masih terus terisak dalam pelukan Rio. Badannya dingin dan lemas, wajahnya benar-benar pucat.Akhirnya Ify pun tak sadarkan diri dalam pelukan Rio.

-------------------

“APA KAU GILA!”
Rio hanya bisa menggigit bibirnya mendengar teriakan di seberang.

“Melakukan sesuatu sesuka hatimu apa maksudnya?”

“Aku tidak punya pilihan lain. Aku hanya memberitahu penculiknya password administrator Electric power central control center.”

“HANYA?!?!? Apa kau tidak memikirkan akibat perbuatanmu itu? Kau sadar bahwa kau telah mengancam hidup orang banyak?!?!?”

Sepertinya Rio sudah tak tahan lagi mendengar teriakan Pak Susilo yang terdengar begitu marah padanya.

“TIDAK ADA CARA LAIN UNTUK MENYELAMATKANNYA! Mereka akan menyakiti Ify kalau aku tidak melakukannya. Kalian tidak akan mengerti. Nyawa Ify tidak berharga bagi kalian kan?!?!?”
Dengan emosi Rio menutup telfonnya. Setidaknya dia sudah melakukan kewajibannya untuk melaporkan penjahat itu ke THIRD-i. Rio menyandarkan badannya ke kursi di depan ruang UGD tempat Ify dirawat. Ify yang tidak sadarkan diri setelah ia selamatkan sekarang sedang menjalani perawatan disana.

----------------------
THIRD-I pukul 18:44

“Sekarang apa yang harus kita lakukan, Pak?”
Pak Aji menatap Pak Susilo dengan pandangan cemas.

Pak Susilo tak menjawab. Ia masih berusaha keras memikirkan jalan terbaik untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.

“Pak! electric power central control center mulai dikuasai!”
Teriakan panik Ita sontak memaksa seluruh anggota THIRD-I menatap layar besar di dinding kantor tersebut. Tampak titik-titik poin jalur distribusi listrik di wilayah Senayan berwarna merah menandakan jalur tersebut dikendalikan oleh objek asing.

 “mungkinkah mereka akan memadamkan listrik di wilayah itu?”
 Semua orang memusatkan pikirannya mencoba menarik benang merah dari segala kemungkinan terburuk.
.
“Virus…”
Pak Joni, wakil kepala THIRD-I sontak bergumam pelan dan menarik perhatian seluruh anggota.

“Apa?”
Pak Susilo menatap Pak Joni dengan dahi berkerut.

Pak Joni sontak berteriak memberikan perintah pada Ita.
“Ita! Cari stasiun,mall, rumah sakit atau institusi besar di daerah itu yang terbuka hingga malam hari. Cepat!”

“Apa maksudmu?”
Pak Susilo semakin tak mengerti dengan maksud perintak Pak Joni.

“Untuk menyebarkan virus, mereka membutuhkan tempat dimana orang-orang berkerumun tanpa udara yang cukup. Jika listrik padam maka orang-orang akan berkumpul di tempat-tempat yang memiliki sumber energy cadangan seperti Stasiun kereta listrik, mall atau rumah sakit.”
Semua orang yang ada disitu mulai mengerti arah pembicaraan mereka. Tanpa menunggu lagi mereka semua bergegas melaksanakan tugasnya masing-masing.

“Di hotel Dahlia juga ada assembly hall untuk evening events Pak, tapi hari ini mereka sudah tutup. Sementara seluruh instansi pemerintah tidak ada yang terbuka untuk umum hingga malam hari. Sedangkan rumah sakit ha…”

“AH!”

Belum sempat Ita melanjutkan kalimatnya sontak teriakan dari salah seorang petugas memaksanya berhenti bicara.

“Senayan City mengadakan big opening event hari ini.”

Semua orang sontak terdiam seolah menemukan titik terang atas pencarian mereka. Bergegas Pak Susilo memberi komando kepada seluruh petugas untuk mengamankan tempat tersebut.

-----------------

Rio bergegas meninggalkan rumah sakit menuju Senayan City. Baru saja Pak Aji menelfonnya dan memberitahukan kemungkinan rencana terror yang akan dilaksanakan malam ini. Rio tak menghiraukan larangan Pak Aji untuk ikut kesana. Lagipula Rio sudah mempercayakan Ify pada suster yang merawatnya.

Polisi terus bergerak mencari orang atau benda aneh di setiap sudut Senayan City. Pasukan siap siaga berada 50 meter dari sana. Polisi yang bertugas mencari di dalam mall tidak berseragam agar tidak menimbulkan kepanikan bagi para pengunjung.

Rio memasuki mall, bergegas ia berjalan mencari tempat digelarnya big opening seperti yang dikatakan Pak Aji. Akhirnya dia menemukannya. Acara digelar di lantai dasar tepat di tengah-tengah. Rio mengamati sekeliling. Dia bingung harus mulai mencari dari mana. Tiba-tiba ada seorang badut yang mendekat ke arahnya dan menyodorkan sebuah balon. Rio terpaku menatapnya. Badut bercincin hijau tersebut tetap berdiri di depannya dan menyodorkan balon tersebut. Perlahan Rio mulai hendak meraihnya. Namun saat Rio akan meraih balon tersebut si badut malah melepaskannya sehingga balon tersebut melayang begitu saja. Si badut pun pergi meninggalkan Rio yang masih keheranan.

“Hei!!!”

Badut itu menghilang di tengah kepadatan pengunjung. Rio pun kembali memfokuskan pandangannya namun dia tetap bingung harus mencari dari mana.

Di tengah kebingungannya tiba-tiba ia merasa seseorang mencengkeram lengannya dari belakang. Saat ia menoleh ternyata Pak Aji sudah menatapnya garang.

“apa yang kau lakukan disini. Ini bukan waktunya anak kecil untuk bermain-main!”

Belum sempat Rio menjawab sontak mereka dikejutkan karena listrik tiba-tiba padam. Pengunjung mulai panik.

Pak Susilo kehilangan kontak dengan petugas yang ia tugaskan ke PLN. Tampaknya mereka diserang dan komunikasi terputus.

Lampu yang ada di tempat big opening tiba-tiba menyala sementara lampu di tempat lain tetap mati. Seluruh pengunjung mall pun berkumpul disana.

“Mereka benar-benar mulai beraksi.”
Pak Aji melepaskan Rio dari cengkeramannya. Pak Aji meninggalkan Rio begitu saja dan melanjutkan pencarian bersama beberapa petugas yang lain. Rio hanya terpaku menatap pusat kerumunan para pengunjung. Tiba-tiba pandangan matanya tertumpu pada badut yang tadi memberinya balon. badut tersebut berjalan ke pusat lokasi dan meletakkan kumpulan balon besar. Anak-anak pun mulai mengerumuni balon yang ditinggalkan badut tersebut. Anak-anak itu riang memainkan balon di tengah gedung tersebut. 5 menit kemudian sontak mereka dikagetkan karena balon tersebut tiba-tiba bergerak naik.

Orang-orang mulai berteriak girang. Mereka senang melihat kumpulan balon itu membubung dengan indah. Suasana mulai riuh rendah dengan suara teriakan senang para pengunjung.

Rio memandang lekat-lekat balon yang membubung tersebut. Ia menyadari ada yang tidak beres dari sana.

“Menjauh!”
Rio sontak berteriak namun sayang suaranya tenggelam begitu saja di tengah riuh rendah keramaian pengunjung.

“LARI!!!!”
Teriakan Rio hanya didengar oleh orang-orang di dekatnya. Mereka menatap Rio aneh. Belum sempat mereka mengerti apa yang terjadi, tiba-tiba balon yang sudah sampai beberapa meter di atas lantai itu menyebarkan asap. Para pengunjung terdiam. Mereka masih menatap balon tersebut dengan wajah senang seolah asap tersebut adalah bagian dari pertunjukkan. Mereka terdiam menunggu kelanjutan pertunjukan itu.

Tiba-tiba seorang laki-laki mengenakan pakaian hitam berteriak ketakutan. Semua orang sontak menoleh padanya. Laki-laki tadi mulai berteriak panik saat dari mulutnya mengeluarkan darah yang sangat banyak. Pengunjung mulai berteriak panik.

Beberapa saat kemudian ada seorang remaja perempuan berkacamata yang juga ikut berteriak karena mulutnya mengeluarkan begitu banyak darah. Kemudian disusul oleh beberapa orang lagi. Tak pelak lagi hal tersebut menimbulkan kepanikan. Para pengunjung saling menjerit ketakutan.

Di tengah riuh rendah jeritan pengunjung, seorang laki-laki bersyal merah sontak berteriak memerintahkan semua orang untuk keluar dari mall. Laki-laki itu mendahului berlari menuju pintu keluar dan disusul oleh pengunjung yang lain. Rio yang melihat semua orang berlarian mulai panik tak tau harus berbuat apa.

Melihat kepanikan yang mulai terjadi, Pak Susilo yang memantau dari layar monitor kantor THIRD-I sontak mengeluarkan perintah pada seluruh pasukan.
“tutup seluruh jalan keluar mall. Jangan biarkan orang-orang keluar!”

Dari pintu belakang mall tersebut petugas THIRD-I yang sudah mengenakan seragam isolatorpun memasuki gedung. Mereka adalah pasukan yang ditugaskan untuk mengecek kandungan gas yang keluar dari balon tadi.

“Hasil penelitian butuh waktu 30 menit Pak”

Pak Susilo mengepalkan tangannya.
“Laksanakan.”

Seluruh pengunjung sekarang sudah memadati pintu keluar. Mereka semua berusaha keras membuka pintu kaca yang sudah tertutup rapat tersebut. Di luar gedung ratusan pasukan berjaga beberapa meter. Para pengunjung mulai kalap memukul-mukul pintu mall itu.

 “Biarkan kami keluar! Kenapa kalian hanya memandangi kami? Selamatkan kami!!!”

Pak Susilo kembali memberikan perintah.
“Kepada seluruh unit. kemungkinan virus telah menginfeksi semua orang di mall. Apapun yang terjadi jangan biarkan seorangpun keluar. Jika sampai ada yang berhasil keluar….”
Pak Susilo menarik nafas dalam.”

“Tembak mereka.”
Seluruh pasukan yang berjaga sontak saling berpandangan begitu mendengar perintah tersebut. Bagaimanapun juga ada ratusan orang yang sekarang mencoba menerobos keluar. Apakah mungkin mereka harus membunuh semua yang berhasil keluar.

“Tunggu pak!”
Pak Joni yang menjadi pemimpin pasukan yang mendeteksi kandungan udara sontak meraih mikrofon yang terhubung dengan kantor THIRD-i.
“Kita tidak mungkin membunuh para mengunjung.”

“APA KAU PIKIR INI KEPUTUSAN YANG MUDAH?!?! Aku juga tak ingin melakukannya.”

Pak Joni mengepalkan tangannya.
“Kami akan mendeteksinya secepat mungkin. Kami tidak akan menyerah.”

---------------

Rio berdiri terpaku menatap kerumunan orang di depannya yang saling dorong demi membuka pintu mall. Ia merasa lututnya lemas. Rio pun jatuh terduduk merasakan badannya yang gemetar.

“Ini semua salahku. Aku yang memberikan passwordnya. Karena aku semua orang akan mati. Ini salahku.”

Pak Aji berjalan mendekati Rio. Laki-laki itu tak lagi berlari tergesa-gesa seperti tadi. Ia berdiri pasrah menatap orang-orang yang saling dorong di depan pintu mall.

“Apakah semua orang akan mati?”
Rio bertanya pada Pak Aji dengan wajah tertunduk.

“Kau dan aku hanya punya beberapa menit lagi untuk hidup. Jika tadi itu benar-benar virus berarti sebentar lagi kita pun akan mati disini.”

“Kenapa mereka tidak menyelamatkan kita?”

“Siapapun yang keluar akan ditembak. Orang yang terkena virus ini akan menginfeksi orang lain dan akan menyebabkan kematian yang lebih banyak lagi jika mereka berhasil keluar. Inilah yang harus dikorbankan untuk melindungi orang lain.”
Pak Aji tersenyum pasrah.

Rio semakin tertunduk. Sebutir air mata jatuh dari sudut matanya.

Tiba-tiba Rio teringat akan sesuatu. Sontak ia mengangkat wajahnya dan berdiri.
“Aku akan mencari badut itu. Dia yang meletakkan balon itu disana.”

“Kami sudah mencarinya. Badut itu sudah menghilang.”

“Aku tidak akan menyerah!”
Rio berjalan meninggalkan Pak Aji.

“Woi Rio. Kembali!”

Rio menghentikan langkahnya. Ia menatap Pak Aji.
“Setidaknya ini yang bisa  kulakukan untuk yang terakhir sebelum aku mati.”

Rio berlari meninggalkan Pak Aji.

“Dia benar. Untuk yang terakhir.”
Pak Ajipun akhirnya turut bergegas mencari badut itu sekali lagi.

------------------

Rio terus mencari. Ia sampai di sebuah tempat makan yang sudah sepi. Para pengunjung memang sudah berkerumun di pintu keluar.
Sejenak ia mengamati ruangan penuh meja kursi itu. Tak ada seorangpun. Akhirnya Rio memutuskan mencari di tempat lain. Namun baru saja ia hendak berjalan menjauh, tiba-tiba ia mendengar suara orang terbatuk-batuk.

Bergegas Rio mencari sumber suara. Ia menemukannya. Seorang laki-laki berpakaian hitam terbaring di lantai tempat makan tersebut dengan mulut penuh darah.
"Kau? laki-laki yang tadi?"
Rio ingat bahwa laki-laki itu adalah orang pertama yang terinfeksi virus setelah balon tadi mengeluarkan asap. Laki-laki itu tampak begitu lemas dan tak berdaya. Awalnya Rio memandang laki-laki itu dengan takut. Namun akhirnya dia berani mendekat karena dia berfikir bahwa kalau itu benar-benar virus toh dia pun juga sudah terinfeksi.

Laki-laki itu menggapai-gapai pada Rio. Tiba-tiba bayangan video yang ia peroleh dari instalasi militer Rusia itu seolah diputar dalam iangatannya. Orang-orang yang berteriak panik menggapai-gapai minta tolong. Semuanya begitu mirip dengan apa yang ia alami sekarang.

Rio meraih tangan laki-laki itu. Ia menariknya dan membantunya duduk. Namun laki-laki itu tiba-tiba mengerahkan seluruh kekuatannya dan menarik Rio hingga jatuh tersungkur ke lantai. Laki-laki itu mencengkeram kuat leher Rio. Sekuat tenaga Rio mencoba melepaskan diri. Nafasnya terasa sesak karena laki-laki itu mencekit lehernya dengan sangat kuat. Laki-laki itu tersenyum lebar pada Rio yang kesakitan.

Di tengah rasa sesak yang melandanya, tatapan Rio tertuju pada cincin hijau yang dikenakan laki-laki tersebut. Rio terbelalak menatap cincin di jari laki-laki itu.

Kali ini sekuat tenaga Rio mencoba mendorong tubuh laki-laki itu. Ia berhasil. Laki-laki itu jatuh tersungkur. Kali ini giliran Rio yang mencengkeram kuat leher orang itu. Orang itu mulai merasa kesakitan.

Namun sayang, dengan sekali dorong Rio pun jatuh tersungkur. Kepalanya menghantam kaki meja yang tak jauh darinya. Laki-laki itu berlari meninggalkan Rio yang baru mencoba bangkit dengan kepala yang begitu pening.

Rio duduk mencoba mengembalikan kesadarannya.

“Dia? Badut itu? Jadi? orang-orang yang tadi, hanya berpura-pura? Virus itu palsu?”
Bergegas Rio bangun dan berlari menuju kerumunan orang yang masih terus mencoba membuka pintu keluar. Pintu mall itu sudah hampir terbuka.

 “Virus ini palsu!!!!! Berhenti!!!! Jangan takut!!! Jangan keluar!!! Mereka akan menembakmu!!!! Berhenti!!! Ini bukan virus!!!”
Sekuat tenaga Rio berteriak. Namun sepertinya tak seorangpun yang percaya dengan kata-kata Rio. Mereka tetap beringsut untuk keluar.

“VIRUS INI PALSU!!!!!!!!!”
Rio pun akhirnya turut menerobos kerumunan orang-orang tersebut. Ia mencoba menerobos barisan paling depan karena dia pikir jika dia bisa berada paling depan maka polisi yang berjaga-jaga diluar bisa mendengar teriakannya.

Perlahan tapi pasti Rio sudah sampai di barisan paling depan. Dan tepat pada saat itu juga pintu mall berhasil terbuka sedikit yang kira-kira cukup untuk satu orang. Seorang wanita yang berada di dekat pintu tersebut hampir saja berhasil keluar namun Rio menariknya sekuat tenaga sehingga wanita itu terdorong kembali ke belakang. Sebagai gantinya Rio lah yang keluar.
“VIRUS ITU PALSU!!!!!!!”
Rio merentangkan tangannya sebagai tanda agar polisi tidak menembak.

“RIO!!!!!”
Pak Aji yang melihat Rio dari dalam gedungpun berteriak karena melihat Rio keluar dari gedung.

DORRRR!!!!!
Terdengar suara tembakan yang sontak membuat semua orang diam terpaku. Rio terbelalak masih dengan membentangkan kedua tangannya. Sontak seorang polisi berlari mendekat pada Rio yang jatuh tertunduk.

“Rio!”

Rio mengangkat wajahnya. Polisi itu pun menatap Rio dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rio tidak apa-apa. Tembakan itu tidak mengenai tubuhnya.

Pak Joni berlari kearah Rio.
“BODOH!”

“Kenapa….aku tidak tertembak?”
Rio mencoba bicara di tengah nafasnya yang terengah-engah.

“Kami tau bahwa virus itu palsu. Peneliti yang ada di dalam baru saja melaporkan hasilnya. Beruntung bertepatan dengan kau keluar tadi Pak Susilo memberikan aba-aba agar tidak menembak. Petugas tadi sudah terlanjur menekan pelatuknya namun dia sontak mengubah arah begitu mendengar perintah. KAU BODOH!”

Rio jatuh tersungkur. Badannya terlalu lelah setelah mengalami peristiwa barusan. Semua pengunjung sudah berlarian meninggalkan mall.

----------------

Bu Maya berjalan di antara lalu lalang orang di trotoar itu. Ia tampak sedang menelfon seseorang.
“Pekerjaan yang buruk.”

“Kekuatan kita lebih dari itu. Sebentar lagi seseorang yang sudah terpilih akan benar-benar mendapat yang sebenarnya. Dan sekarang…..Falcon ada di tangan kita.”

“Hmm.”
Wanita itu mengguman. Ia menatap seseorang yang sudah menunggu di depannya. Bu Maya menutup telfonnya. Ia berjalan menghampiri laki-laki yang berdiri di hadapannya.

“Apa kabar………Tantowi?”




Tidak ada komentar:

Posting Komentar