Sabtu, 21 Mei 2011

Segalanya Pasti Berujung (PART 10)

Sivia mengenali wajah itu. Mereka belum pernah bertemu tapi dia pernah melihatnya di..…….profpic Fb.

"shilla?" Sivia menyebut nama itu perlahan, takut kalau dugaannya salah.
"APA?!?" Shilla menjawab dengan sewot dan menatap Sivia tajam, tak ada rasa bersalah sudah masuk ke rumah orang dengan kasar dan membuat Alvin jatuh.
Sivia ingin marah tapi dia menahan emosinya dan mengalihkan perhatian pada Alvin lalu membantunya berdiri. dahinya memar karena kepentok pintu.

"eh, cewe rese!" Shilla sama sekali tak menyesali perbuatannya. Dia malah mulai membentak2 Sivia.

"Alvin masuk…" Sivia menyuruh Alvin masuk karena tak ingin adiknya terkontaminasi dengan omongan2 kasar Shilla.
"dia siapa kak?" Alvin heran juga ada orang yang masuk rumahnya dengan sedemikian tidak sopannya. Alvin menatap Shilla dengan sedikit rasa takut dan masih memegangi keningnya yang memar.

"masuk Alvin…"
"tapi kak..." Alvin tetap ngotot.

"Alvin masuk!!!" Sivia membentak Alvin. dengan terpaksa Alvin melangkah ke lantai atas. tapi dia mengintip dari ujung tangga.

"apa2an kamu Shil? ga ada cara yang lebih sopan apa masuk rumah orang. Ga ngerti sopan santun ya kamu?!?" Sivia menatap Shilla tajam. Sementara Shilla berkacak pinggang dengan sombongnya di depan pintu rumah Sivia.

“Aku ga peduli. Kamu udah ngerusak kebahagiaan aku dan gara2 kamu hidupku jadi menderita.” Shilla bicara sambil mengacung2kan telunjuknya ke wajah Sivia.

‘eh..menderita? Lebay amat nih cewek’

“Heh!!! Kamu bener2 ga ngerti etika ya? Udah masuk rumah orang ga sopan, dateng langsung ngomel2, udah gitu nuduh orang sembarangan. Ga pernah sekolah apa kamu?!?!?!” Sivia tak kalah emosi dengan Shilla.

"eh, nyadar ya cewe rese sok suci!!! aku putus sm Rio tu gara2 km!!!! Jangan pura2 ga tau ya!!!!"
Sivia tertegun masih dengan otot leher yang menegang. dia tak mengenal Shilla. Dia tak tau seperti apa hubungan Shilla dengan Rio dulu.Dia juga tak tau kenapa mereka putus. Karena hal lain atau memang karena…..dirinya…..Sivia benar2 dalam posisi serba tidak tau.

“Heh…kalau kamu nganggep kayak gitu, trus maksud kamu dulu sok bilang ikhlas tu apa? Kamu bilang kamu bahagia kalau Rio bahagia. maksudnya apa?”
Sekarang ganti Shilla yang diem. Tapi wajahnya tetap menegang bersiap mengeluarkan umpatan lain.

“munafik!!!!” Tanpa disangka2 Sivia mengeluarkan kata2 itu.

Shilla melotot mendengar perkataan Sivia.
“Apa? Kamu tuh yang ga punya hati. Harusnya kamu tu nyadar dengan semua kalimat2ku dulu. harusnya kamu tu ngerti kalau kamu udah bikin aku sakit hati, peka dong cewe bego!!!” mata Shilla semakin melebar menatap Sivia.

“eh…kalau kamu sakit hati dan ga pengen aku deket2 sama Rio harusnya kamu bilang aja lah dari dulu. Marahin aku kek, caci maki aku kek, atau umpat aku dari awal kek. Ga usah sok2an bilang ikhlas. Sok nyuruh2 aku ngejagain kak Rio lah. tapi kesini2nya mulai keliatan belangmu……”

PLAKKK!!!!!!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Sivia. Sivia mengelus pipinya yang panas dengan tatapan marah pada Shilla.

“kakak!!!” tiba2 Alvin berlari menuruni tangga.
Begitu sampai di depan pintu Alvin mendorong badan Shilla kuat2 sampai Shilla hampir jatuh. Sivia kaget melihat adiknya tiba2 bereaksi seperti itu. Dia khawatir kalau Alvin ikut menjadi sasaran kemarahan Shilla.

“Pergi!!!!!!!” Alvin bersiap untuk mendorong Shilla lagi.
“Alvin jangan!” Sivia menarik tangan Alvin agar menjauh dari Shilla tapi terlambat. Shilla yang sedang emosi mendorong Alvin sampai terjengkang. Dia sudah tidak peduli lagi siapa yang dia lawan.

“Heh!! Jangan kasar sama adekku ya!!!!” Shilla menarik tangan Alvin agar dia berdiri.

Shilla bersiap menjambak rambut Sivia. Tapi Alvin reflek memukuli Shilla sekuat tenaga.

“Aw!!!!” Shilla menjauh dari Alvin yang masih terus memukulinya.
“Pergi kamu pergi!!!” Emosi Alvin benar2 memuncak melihat kakaknya diperlakukan seperti tadi.

“Dasar anak pungut!!” Entah dari mana tiba2 Shilla mengucapkan kalimat itu.

“Diem kamu!” Sivia menarik Alvin ke belakang badannya.
“Adek sama kakak sama aja! Ga tau diri!” Shilla mengatakan itu sambil bergegas menuju mobilnya.

“Eh….sekolahin dulu tu mulut, biar bisa sopanan dikit!!!!!!“ Sivia berteriak pada Shilla yang sudah memasuki mobilnya.
Shilla meninggalkan rumah Sivia masih dengan emosi yang meluap.

Sivia menatap kepergian Shilla dengan tatapan marah dan bahu yang naik turun karena napasnya yang tersengal2. Sementara tangannya masih menggenggam kuat bahu Alvin yang berdiri tertegun di belakangnya menatap mobil Shilla yang bergerak menjauh.

Setelah mobil Shilla menghilang dari pandangan, Sivia tersadar dan segera melihat ke arah adiknya.

“Vin…” Sivia menyentuh pundak Alvin yang masih terpaku menatap kepergian Shilla dengan nafas terengah2. Alvin belum sadar dari lamunannya.
“Vin….” Sivia mengulangi kata2nya.
“Eh???” Alvin tersadar dari lamunannya dan memaksakan tersenyum pada Sivia.

“Vin kamu gapapa kan?” Nada bicara Sivia tampak panik. Alvin tidak menjawab.
“Kata2 Shilla tadi ja…….”

“kak jidatku sakit” Alvin memotong kalimat Sivia dan tiba2 nyengir sambil memegangi jidatnya yang memar gara2 kepentok pintu tadi. Sivia sontak menatap dahi adiknya yang memang tampak membiru.

"eh...iya...sini kakak obatin..." Sivia tak meneruskan kalimatnya tadi dan mengajak Alvin duduk di ruang tamu dan mengambilkannya P3K.

Sivia berjalan ke tempat kotak P3K masih dengan bayangan Shilla di benaknya.
"dasar cewek aneh! Rese!" Sivia menggerutu sendiri,jantungnya masih berdetak kencang dan napasnya belum teratur karena kejadian tadi. tapi sejenak kemudian wajahnya berubah lesu.

'maaf Vin. gara2 kakak, kamu jadi ikut kebawa2.' Sivia teringat lagi saat Alvin didorong oleh Shilla dan kalimat Shilla tadi.

tiba2 entah kenapa terlintas bayangan penjelasan Dokter Danu kemaren. sivia tertunduk.
dia menangis....selalu…..

sementara Alvin diam tertunduk menunggu Sivia di ruang tamu.
'dasar anak pungut!!!' kata2 Shilla terngiang2 lagi di telinga Alvin. Sivia memang menyayanginya dan sudah tak mempedulikan statusnya itu. Tapi entah kenapa hatinya begitu sakit dikatai seperti itu. Ingin rasanya menangis lagi. Tapi dia tak ingin kakaknya melihat dia bersedih karena hal itu.

>>>>>>>>>

I don’t like monday.
Pas banget slogan ini buat Sivia. Hari pertama di minggu ini terasa suram. Bayangan kejadian kemarin saat Shilla melabraknya di rumah membuat moodnya tak terlalu baik.

Sejak sampai di kelas tadi pagi Sivia hanya duduk di mejanya sambil sok baca buku. Padahal dia hanya membalik2 buku itu dengan tatapan kosong.
Tak masalah mungkin kalau dia yang dimaki2 atau ditampar sekalipun. Tapi Shilla sudah memperlakukan Alvin dengan sangat kasar. Itu membuatnya merasa bersalah. Sivia tak pernah rela apapun menyakiti adiknya.
 Selain itu Sivia sakit hati juga dilabrak seperti itu. Terakhir dia dimaki2 waktu SMP. Itupun dulu ada Cakka yang selalu membelanya. ah….Cakka…..masa lalu…..

Sampai bel pulang berbunyi Sivia hanya mendekam di dalam kelas. Entah semua pelajaran tadi masuk ke otaknya atau tidak. Saat upacara dia hanya diam. Dia juga tidak ke kantin saat istirahat. Dan juga tak banyak bicara seperti biasanya.

Teman2 sekelasnya juga menyadari perubahan Sivia. Saat Zevana bertanya dia kenapa, Sivia hanya tersenyum sedikit terpaksa tanpa mengucapkan apapun kemudian kembali menekuri bukunya. Akhirnya anak2 pun juga jadi tak enak mau mendekatinya.
Seharian itu Oik juga hanya didiamkan seolah2 tak ada. Oik bertanya tidak dijawab, diajak bicara tidak menyahut. Benar2 dianggap patung dia.

Akhirnya Oik tak tahan juga dianggap patung oleh sahabatnya sendiri. Pulang sekolah Oik menahan Sivia agar tetap berada di kelas. Oik penasaran kenapa sahabatnya seperti tak ada gairah hidup seperti itu. Tak biasanya Sivia murung sampai tak memperhatikan pelajaran seperti tadi.

“Vi, kamu kenapa sih??” Oik menatap Sivia yang masih menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Tasnya sudah rapi karena memang tadi dia sudah bersiap hendak pulang.

“Aku pulang dulu ya…” Sivia berbicara lesu sambil beranjak dari duduknya.
“Via…jelasin dulu dong masalah kamu.” Oik menahan tangan Sivia tapi Sivia malah menarik tangannya dari genggaman Oik dengan kasar dan bergegas keluar kelas.

“Aku mau pulang….” Sivia terus berjalan keluar kelas. Oik berlari mengejarnya.

“Jadi kamu udah ga nganggep aku sahabat?” Oik berkata lantang dari belakang Sivia.

Sivia menghentikan langkahnya mendengar kalimat Oik. Dia masih membelakangi Oik. Oik juga masih terpaku di tempatnya. Dia menunggu reaksi Sivia.
Sivia tak juga berbalik tapi dia juga tidak melanjutkan langkahnya.
Perlahan Oik menghampiri Sivia. Dipegangnya bahu Sivia lalu membalikkan badannya agar menghadap pada Oik.

“Via??” Oik kaget melihat wajah Sivia.
Pipi Sivia sudah basah. Sepertinya dia sudah tak mampu lagi menjadi sok kuat. Pertahanannya akhirnya runtuh juga. Dia tak bisa menahan perasaan sakitnya sendirian seharian ini. Tenggorokannya sudah perih dari tadi. Tapi dia tak ingin membuat semua orng melihat kesedihan dan kelemahannya.

Kalau bukan karena Alvin, pasti Sivia sudah bolos sekolah hari ini. Dia sama sekali tak ada semangat untuk belajar. Tapi kalau dia bolos sekolah, pasti Alvin akan bertanya macam2. Dan kalau dia tau alasannya pasti dia jadi ikut sedih. Apalagi Alvin itu orangnya susah dibohongi.

“Vi….”
Oik menarik pundak Sivia dan memeluknya.
“Vi…kamu kenapa sih? Sory aku kasar ngomongnya tadi…cerita dong Vi kalau ada masalah….” Oik berbicara pelan.
Sivia tak menjawab pertanyaan Oik. Dia terus menangis di pundak sahabatnya. Untung di depan kelas sudah sepi. Jadi mereka tak terlalu menarik perhatian. Oik membiarkan Sivia tetap menangis. Oik menunggu Sivia meluapkan perasaannya.

Tiba2.…

“Via??”
Sebuah suara mengagetkan mereka berdua. Sivia mengangkat wajahnya dari bahu Oik dan melihat ke arah sumber suara. Begitu juga dengan Oik.

“K’ Rio?” Sivia buru2 menghapus air matanya dengan panik takut ketahuan kalau dia menangis.
“Kamu kenapa Vi?” Rio menatap Sivia dengan pandangan khawatir.

Sivia bingung mesti jawab apa. Sebenarnya Sivia seperti ini juga gara2 Rio. Ingin rasanya Sivia meluapkan perasaannya dan mengatakan semua yang dilakukan Shilla padanya. Tapi entah kenapa jika ada di hadapan Rio, dia merasa seperti orang bodoh. Akal sehatnya entah tamasya kemana kalau sudah berhadapan dengan cowok satu itu.

“Aku ga apa2 Kak…”Sivia tersenyum pada Rio. Oik sendiri tertegun mendengar jawaban Sivia. Dia tau Sivia hanya berbohong.
“Tapi kenapa kamu nangis? Kamu bohong kan Vi? Kamu kenapa?” Rio semakin mendekat ke arah Sivia seolah2 ingin memeluk dan menenangkannya. Bagaimana mungkin Sivia baik2 saja sementara matanya masih merah gara2 menangis tadi.

“Aku ga apa2 kok Kak. Cuma masalah kecil. Biasa lah cewek, dikit2 mewek. Hehe…. Mmmmm…kakak mau pulang?” acting Sivia benar2 meyakinkan. Dia mampu tersenyum seakan2 tak terjadi apa2. Oik terbengong2 melihat tingkah Sivia. Sementara Rio semakin mengerutkan kening penasaran.

“Eh..mmm…ngga….kan masih ada les. Ini mau ke kantin dulu.” Rio menatap Sivia masih dengan tatapan penasaran.

“Ih…Kak Rio gitu banget liatnya….aku ga apa2 kak….aku sehat, semangat, ceria dan tetap penuh cinta kok……” Sivia benar2 acting total.
Mau tak mau Rio pun ikut tersenyum mendengar kalimat Sivia.

“Yaudah kalau gitu aku sama Oik pulang dulu ya Kak….mau shopping dulu ke mall. Mau ikut Kak?”  masih tetap dengan senyum yang meyakinkan dan wajah ceria tanpa dosa. Logikanya benar2 sedang tak berada di tempat.

“Eh…ngga lah…kan aku ada les.”

“Hehe…iya ya…yaudah kita duluan ya kak…selamat belajar…” Sivia menarik tangan Oik yang sedari tadi bengong melihat ekspresi Sivia.
Rio hanya tersenyum padanya tapi dalam hati dia masih penasaran. Kalau memang Sivia baik2 saja kenapa tadi dia nangis. Tapi yasudahlah……Rio meneruskan perjalanannya ke kantin untuk makan siang.

Begitu sampai di gerbang, Sivia melepaskan tangan Oik yang daritadi mengikuti di belakangnya dengan tetap diam.
“Aku mau cerita semuanya…tapi ga disini….” Sivia bicara tapi badannya tetap membelakangi Oik.

“Yaudah….kita ke rumah kamu aja. Kamu ikut mobil aku aja ya. Ga usah minta jemput.”
Sivia membalikkan badannya dan sekarang mereka berhadapan. Sivia mengangguk. Dan mereka pun berjalan menuju parkiran lalu pulang bareng ke rumah Sivia. Disana Sivia menceritakan semuanya mulai dari A sampai Z. Sivia bisa menangis sepuasnya dan sekencang2nya karena Alvin belum pulang sekolah.

>>>>>>>>>>

Jumat sore

Alvin berjalan dari kelas menyusuri lorong2 sekolah yang sudah sepi. Hari jumat begini sekolah Alvin pulang jam setengah 12. Biasanya Alvin sangat senang kalau pulang lebih awal seperti ini. Tapi hari ini dia tidak bergegas meninggalkan sekolah. Sekarang sudah jam setengah lima sore, dan Alvin belum juga sms pak Joe untuk minta dijemput. Hari ini tidak ada kelas musik Pak Duta, Aren juga tak bisa latihan bersamanya sore ini. Tapi sejak siang tadi Alvin diam di kelas.

Dia memikirkan banyak hal. Termasuk pentasnya besok. Dan itulah salah satu alasannya tidak pulang sore ini.

Alvin melambatkan langkah kakinya saat sudah dekat dengan tempat tujuannya. Beberapa anak tampak keluar dari ruangan itu. Mata Alvin memperhatikan anak2 itu. Mencari2 seseorang. Saat rombongan anak itu telah keluar semua, Alvin tidak melihat sosok yang dicarinya keluar bersama mereka.

Beberapa anak perempuan dari rombongan itu menyapanya. Kharismanya tetap tidak berkurang walaupun belakangan ini dia sering melakukan hal2 bodoh (Alvin sering terjatuh di saat yang tidak tepat). Alvin membalas mereka dengan senyum seadanya.

Setelah mereka berlalu, Alvin melangkahkan kakinya perlahan mendekati ruangan itu. Dia berhenti di depan pintu. Matanya menelusuri ruangan yang ada di hadapannya berharap sosok yang dicarinya ada disana. Terlihatlah sosok yang dicarinya itu.

Di ruangan itu tampak Ify sedang merapikan biolanya sendirian.

Sore ini Alvin sengaja tidak pulang cepat karena ingin menemui Ify. Dia tau bahwa ekskul musik khusus biola diadakan setiap hari jumat mulai jam 2 sampai setengah 5.

Sejak tadi Alvin di kelas memikirkan apakah dia akan melanjutkan niatnya untuk menemui Ify atau tidak. Benar2 rekor Alvin mampu bertahan 5 jam mendekam di kelas hanya dengan bengong tanpa melakukan kegiatan apapun. Benar2 menakjubkan. Dan itu hanya demi satu orang. Ify. Dia benar2 gugup. Baru kali ini Alvin menemui cewe tidak dalam rangka apapun.

Alvin melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Dia sengaja berjalan perlahan agar tak menimbulkan suara. Dia mendekati Ify.
Tinggal beberapa langkah lagi sampai di tempat Ify, Ify terlebih dulu menoleh. Ternyata dia menyadari kehadiran Alvin.

“Eh…Alvin?”
Alvin terhenyak Ify menyadari kehadirannya. Dia hanya tersenyum kepada Ify yang masih menatap Alvin heran.
“Kenapa Vin?” Ify aneh juga melihat Alvin seperti mengendap2 begitu masuk ke ruang musik.

“Udah selesai latihannya?”
“Iya udah. Nih lagi beres2.” Ify melanjutkan aktivitasnya membereskan barang2 yang akan dia bawa pulang.
“Boleh ngomong sebentar?”
Ify menghentikan kegiatannya dan menatap Alvin yang hari ini tampak aneh. Wajahnya yang biasanya cool kenapa berubah jadi murung begini.

“Tunggu bentar ya…aku beresin ini dulu.”
Alvin hanya mengangguk. Dia menjauh dari Ify menuju ke tempat duduk di dekat pintu keluar. Ify menatap Alvin yang berjalan membelakanginya dengan tatapan bingung. Tapi kemudian bergegas membereskan barang2nya.

Beberapa menit kemudian Ify selesai. Dia mengambil tasnya kemudian berjalan ke tempat Alvin menunggu. Alvin menundukkan wajahnya. Entah kenapa raut mukanya seperti tidak bersemangat. Aneh.

“Mau ngomong apa?” Ify duduk di bangku sebelah Alvin. Dia menatap Alvin yang hanya menyunggingkan senyum seadanya.

“Besok aku pentas. Kamu mau nonton ga?”
5 jam mendekam di kelas memikirkan apa yang akan dia katakan kalau sudah menemui Ify, hanya kalimat itulah yang akhirnya bisa dia ucapkan. Sebenarnya dia menemui Ify memang hanya untuk mencari semangat dan menenangkan hatinya yang gundah gulana menjelang pentas besok.

Ify tertegun mendengar pertanyaan Alvin. Hanya menanyakan itu saja wajahnya sampai pucat begitu?
“Iya….aku bakal nonton kok. Lagipula besok aku juga bakal tampil ngiringin putra putri SMP kita di red carpet. Aku pasti nonton kamu. Semangat! Suara kamu pasti bakal memukau semua yang hadir.” Ify berbicara dengan bersemangat.
Mendengar motivasi dari Ify, Alvin bukannya semangat tapi dia justru tertunduk lesu.

“Entahlah.” Alvin berbicara seolah dia putus asa. Ify menarik senyumnya dan menggantinya dengan tatapan heran.
“Maksud kamu?”
Alvin menarik napas dalam2.
“Suaraku berubah…..aku ga bisa nyanyi seperti dulu lagi. Suaraku jelek Fy”
Ify mengerutkan kening tanda tak mengerti. Dia menunggu kelanjutan kalimat Alvin, tapi Alvin tak juga bicara.

“Vin??” Ify merendahkan kepalanya berusaha melihat wajah Alvin yang tertunduk dengan lebih jelas.
Wajah Alvin benar2 tampak sedang bersedih. Ify bingung juga menghadapi anak lelaki yang sedang seperti itu. Kalau Alvin perempuan pasti Ify sudah memeluknya.
Alvin tak juga mengeluarkan kata2.

‘aduh…..aku mesti gimana nih?’ Ify mulai bingung tak tau mesti berbuat atau berkata apa.
Tiba2 terlintas dalam pikiran Ify suatu hal. Buru2 tangannya meraih biola yang ada di sampingnya.

“Vin…..nyanyi yuk….”
Alvin mengangkat wajahnya pelan. Ia tatap mata Ify dalam2. Ada sesuatu yang tersimpan disana.
“Apa?” Perlahan Alvin mulai bicara.

“Kamu nyanyi ya….aku iringin pake biola. Bukan Cinta Biasa kan?”
Ify berdiri dan mengambil ancang2 mau menggesek biolanya.
“Tapi Fy….suaraku ga bagus.” Alvin kembali menunduk.
“Aku ga peduli. Buat aku suara kamu bagus…..” Ify tersenyum semanis mungkin pada Alvin.
“Ayolah Vin…..” Ify menatap Alvin dengan pandangan seolah memohon. “demi aku….” Ify mendekatkan wajahnya pada Alvin. Alvin menengok padanya. Sebuah senyum tersungging dari bibirnya.

“Tapi jangan diketawain ya kalau jelek.”
“Never….” Ify menjawab mantap. akhirnya Alvin pun ikut berdiri di hadapan Ify.

Ify mulai memainkan biolanya. Alunan merdu suara biola menggema di ruang musik. Saat intro sudah selesai, Ify mengedikkan alisnya pada Alvin yang memandangnya tanda saatnya dia mulai menyanyi.
Alvin menyanyikan lagunya. Semampunya.

Saat mendengar suara Alvin Ify sempat kaget juga. Tapi dia menyembunyikan ekspresinya. Sekarang dia mengerti maksud Alvin tadi. Tapi kemudian dia memejamkan matanya. Dia resapi lirik lagu yang terucap dari bibir Alvin. Suaranya memang tak sebagus dulu. Tapi Ify berusaha memadukan alunan biolanya dan meresapi setiap kata yang terucap hingga dia bisa merasakan damai.

Alvin bernyanyi dan matanya terus menatap Ify yang memejamkan matanya. Senyum selalu mengiringi di setiap untaian syair yang dia ucapkan. Ada perasan hangat di dadanya. Akhirnya dia mendapatkannya. Dia mendapatkan semangat yang dicarinya. Dia mendapatkannya dari seorang Ify.

Alunan merdu itu memenuhi ruang musik yang hanya mereka berdua ada di dalamnya. Sekolah yang sunyi menggaungkan paduan keduanya semakin keras. Suasana syahdu menemani waktu berjalan di sore hari itu.
Angin semilir yang berhembus di luar jendela seolah mengatakan
“Semoga berbahagia…….”

>>>>>>>>>>

Sabtu pagi jam 10.00

“Udah beli pulsa kan?”
“Udah dong pastinya. Kamera gimana? Siap?”
Oik mengacungkan jempolnya ke Sivia.
“Eh…aku juga ntar kirim sms lho…” Rio yang duduk di samping Sivia tak mau kalah. Ia mengacungkan Hpnya dengan bangga.
“Oke deh Kak….makasih ya….” Sivia tersenyum manis pada Rio.
“Buat kamu apa sih yang Ngga Vi…..”

Oik dan Sivia langsung bengong denger ucapan Rio. Rio yang merasa dipandangi dengan tatapan aneh langsung pura2 mengetik sesuatu di Hpnya.
‘Bego lu Yo…ngomong apaan sih barusan…..‘

Pipi Sivia sudah merah dan jantungnya udah ga karu2an. Aduh….ngga inget apa kalau mereka baru HTS.

Pagi itu akhirnya datang juga. Saatnya Alvin untuk pentas. Sivia dan Oik numpang mobil Rio yang langsung menawarkan bantuannya begitu mendengar adik Sivia mau manggung. Kesempatan….Tau tuh dia denger dari mana kalau Alvin mau lomba. Tapi emang mata2 Rio bertebaran dimana2 sih.

Acaranya lumayan meriah. Tadi di awal acara ada bintang tamu band UNGU juga. Lumayan lah, diliput di TV lokal.

Saat ini giliran Keke yang tampil. Ray sudah tampil pertama kali. Dan yang terakhir nanti giliran Alvin. Yang masuk GF nanti berdasarkan polling sms. Sivia sengaja korban pulsa banyak2. Selain karena dia orang berpunya, dia juga tak akan merasa sia2 asal adiknya bahagia, apalagi kesempatan mungkin tak datang dua kali.

Keke sudah selesai menyanyikan lagunya. Tepuk tangan meriah mengiringinya turun dari panggung. Dan pembawa acara sudah mempersilahkan Alvin naik ke panggung.

Alvin berdiri di tengah panggung dan sudah menggengam mike nya. Matanya menelusuri deretan penonton seolah mencari sesuatu sementara pembawa acara memberikan kalimat basa basi sebelum mempersilakannya menyanyi.

Matanya terhenti pada seseorang.

Ify tersenyum sambil mengacungkan genggaman tangan kanannya tanda memberi semangat pada Alvin. Alvin membalas tersenyum padanya.

Musik mulai mengalun. Alvin menarik napas dalam2. Ada kekhawatiran yang teramat sangat dalam hatinya.

Kali ini ku sadari
Aku telah jatuh cinta
Dari hatiku terdalam
Sungguh aku cinta padamu

Baru satu bait Alvin menyanyikan lagunya, terdengar dengung suara penonton yang saling berbisik. Salah satu pendukung Alvin yang duduk di depan Sivia juga berbisik pada temannya.
“Eh…ngrasa ga sih suara Alvin berubah?”
“Iya ya…apa lagi batuk ya dia?”
“Masa sih?”

Salah satu pendukung Alvin bertepuk tangan memberikan semangat pada Alvin. Suara bisikan2 pun mulai redam.

Sivia yang mendengar percakapan mereka tadi memejamkan matanya. Ia berdoa agar Alvin bisa menyelesaikan lagunya dengan selamat. Panas juga kupingnya mendengar bisikan2 di depan, belakang dan sampingnya. Aduh….
Tiba2 Sivia merasakan sesuatu menggenggam tangannya. Saat dia membuka matanya tampak Rio tersenyum padanya.
“Alvin pasti bisa.” Rio menggenggam tangan Sivia yang dingin erat2. Cukup membuat Sivia merasa nyaman dan sedikit tenang.

Terimalah pengakuankuuuuuu……..

Akhirnya Alvin sudah menyelesaikan lagunya. Terdengar gemuruh sorak sorai pendukung Alvin meneriakkan namanya. Alvin turun dari panggung dengan wajah cemas. Dia menyadari suaranya pasti terdengar aneh.

Setelah beberapa menit menunggu dan acara diselingi hiburan2 dari bintang tamu, tibalah saatnya pengumuman siapa yang berhak masuk ke GF berdasar polling sms.

“Dan yang berhasil melaju ke grand final adalah……”

Semua penonton diam menanti nama jagoannya disebut.

“………….Ray………”
Sorak sorai pendukung Ray membahana disertai tepuk tangan yang meriah.

“Dan peserta berikutnya yang berhak melaju ke grand final adalah….”

Pendukung Ray sudah tidak tegang lagi. Sekarang tinggal para pendukung Keke dan Alvin yang dag dig dug.

“…………….Alvin!!!!!!!!”
Woaaaaaaaaaaa………teriakan bahagia pendukung Alvin memenuhi ruangan. Alvin terdiam kaku di atas panggung tak menyangka dirinya bisa ke GF. Dia baru sadar dari lamunannya saat Keke menjabat tangannya dan mengucapkan selamat.

“Selamat ya Vin….” Keke tersenyum tulus. Tak ada perasaan benci maupun kesal kerena dia tak bisa ke GF. Alvin hanya mengangguk. Dia masih belum percaya namanya tadi disebut oleh pembawa acara.

Para pendukung Ray dan Alvin meneriakkan nama mereka penuh semangat. Riuh rendah sorak sorai penonton baru mulai berkurang saat panitia memberikan beberapa pengumuman mengenai acara GF yang akan dilaksanakan 2 minggu lagi.

Tiba2.…..

“Woiiii!!!! Apaan ga fair!!!!” Tiba2 seseorang dari deretan bangku depan berteriak lantang. Dia melemparkan sebuah botol plastik kosong ke arah panggung dan hampir saja mengenai kepala Alvin.

Salah satu panitia segera berlari menuju orang itu tapi tiba2 lemparan2 yang lain mulai menyusul ke arah panggung dan kali ini dari deretan pendukung Keke. Panitia yang lain bergegas mengkondisikan keadaan yang mulai memanas.

“Ga adil!!!! Suara jelek begitu dimenangin!!!!” Salah satu pendukung Keke berjalan hendak naik ke atas panggung dengan emosi tapi salah satu pendukung Alvin menahannya.

“Eh…kalau kalah terima aja dong!!!”
“Apaan lo ikut campur?!?”
Mereka bersiap saling pukul. Beberapa panitia segera melerai sebelum terjadi pertengkaran.

keadaan semakin panas. Penonton mulai terpancing emosinya baik yang pro maupun yang kontra. Tanpa disadari panitia mengabaikan anak2 yang terjebak di atas panggung karena sibuk melerai penonton yang mulai tak beraturan. Jalan menuju panggung dipenuhi orang2 baik yang pro maupun kontra dengan Alvin. Ray, Alvin juga Keke masih terpaku di atas panggung karena mereka tidak bisa keluar.

Sivia yang berjejalan hendak naik ke panggung terdorong kesana kemari karena keadaan yang benar2 ramai. Dia ingin melindungi Alvin dari penonton yang menggila tapi dia tak bisa naik ke atas panggung. Begitu juga dengan Oik.
Tiba2 seseorang naik ke atas panggung dan menarik tangan Alvin dengan kasar. Ray dan Keke berteriak minta tolong. Melihat hal itu, Rio yang juga berjejalan dengan penonton yang lain langsung menambah kekuatannya dan bergegas naik ke atas panggung.

Rio menarik tangan orang itu agar menjauh dari Alvin.
“Eh….jangan macam2 ya…yang sportif dong.” Rio menuding2 orang itu. ”Woiii panitia tolong dong!!!!” Rio berteriak memanggil panitia yang juga kwalahan mengatasi penonton.
Baru kali ini ada lomba nyanyi tingkat SMP yang sampai rusuh seperti ini. Diliput TV lokal pula. Waduh…bukannya masuk acara hiburan malah masuk acara kriminal nih bisa2.

Akhirnya keamanan berhasil memukul mundur penonton dan acarapun dibubarkan dengan cara yang sangat tidak elegan.

Sivia segera membawa Alvin pulang tanpa peduli omongan panitia yang menyuruh mereka menunggu di back stage.

Sementara Ray masih menunggu di back stage untuk mendengar penjelasan dari panitia.
Sedangkan Keke yang masih terus menangis karena ketakutan, diseret dengan kasar oleh orang tuanya yang juga terbawa emosi.

Sebenarnya orang yang memulai kerusuhan itu bukanlah dari pendukung Keke. Dia adalah pendukung salah satu Finalis yang tidak masuk 3 besar saat audisi kemarin. Dia belum terima karena salah satu finalis yang adalah keluarganya itu tidak masuk ke 3 besar. Dasar provokator.

Pendukung Alvin silih berganti mengirimkan sms2 penyemangat ke Hp Alvin. Mereka yakin Alvin pantas masuk ke GF karena dalam pikiran mereka mungkin Alvin sedang flu atau batuk sehinga suaranya berubah.
Hp Alvin dipegang oleh Sivia dan tak satupun sms itu dibuka.

Sivia dan Oik pulang dengan mobil Rio. Oik dan Rio di kursi depan dan Sivia memeluk Alvin di kursi belakang. Badan Alvin gemetar. Dia tidak menangis seperti biasanya. Tapi dia diam dengan tatapan kosong serta wajah pucat dan dingin.

Sivia benar2 khawatir dengan keadaan Alvin.
Begitu turun dari mobil, Alvin berlari masuk ke kamarnya dan mengunci pintunya dari dalam.

Rio dan Oik menenangkan Sivia yang menggedor2 pintu kamar Alvin dengan kasar dan sambil menangis karena Alvin tak juga menyahut.

Putus asa Alvin tak juga membuka pintunya akhirnya Sivia berlari menuju kamarnya dan mengunci pintunya dari dalam tanpa mempedulikan Rio dan Oik yang masih berada di rumahnya. Akhirnya mereka pulang dan membiarkan Sivia menenangkan diri setelah terlebih dahulu berpesan pada Bi Oky untuk menghibur Sivia dan Alvin.

Sivia meluapkan perasaannya dengan menangis sepuasnya.
“Kenapa harus Alviiiiin???????”

>>>>>>>>>>

Aren menatap pintu rumah Alvin dari balik kaca mobilnya. Perasaannya campur aduk. Dia tadi melihat Alvin berlari ke rumah setelah turun dari mobil. Aren merasa bersalah dan sedih. Dia tak bisa berbuat apa2 saat Alvin diperlakukan seperti tadi. Fisiknya tidak memungkinkan untuk berbuat banyak dalam keadaan seperti tadi.
Selama Alvin menyanyi dia sudah kusyuk berdoa panjang lebar agar orang yang disukainya itu bisa tampil memuaskan. Dia juga sangat bahagia dan bersyukur orang yang disukainya akhirnya bisa masuk GF. Tapi hatinya sakit sekali melihat orang yang disukainya dicaci maki dan dilempari seperti tadi.

sekarang dia hanya bisa menatap rumah Alvin dari kejauhan. Dia tak berani untuk bertamu sekarang. Mungkin Alvin butuh menenangkan diri.

“Semoga Alvin baik2 saja…”
Aren menghela napas menahan sakit hati dan kekhawatirannya pada Alvin.
“Jalan Pak…”
Mobil Aren menjauh meninggalkan rumah Alvin. Dia akan menemuinya lain kali saja.

>>>>>>

Malam harinya……
Sivia dan Alvin duduk di tepi tempat tidur Alvin. Alvin masih mengenakan pakaian shownya tadi siang lengkap. Hanya bajunya tampak kusut dan rambutnya yang berantakan. Wajahnya masih pucat dan lemas seperti tadi siang.
Setelah sekian lama memohon2 di depan pintu kamar Alvin akhirnya Alvin mau membuka pintu.

“Vin makan ya…..” Sivia menyodorkan sesendok nasi ke mulut Alvin yang masih bungkam. Alvin mengunci pintu kamarnya sejak pulang tadi sampai jam sepuluh malam tanpa makan maupun minum. Sivia tak bisa membiarkan adiknya seperti itu dalam kondisi fisiknya yang seperti sekarang,

Alvin menghindarkan wajahnya dari sendok yang disodorkan Sivia.
“Vin…..kakak mohon kamu makan ya….” Sivia menatap wajah adiknya seakan memohon. Alvin tetap tak bergeming.

“Taruh aja disitu Kak…nanti Alvin makan….” Alvin berkata lemas sambil masih terus menunduk menekuri lantai.
“Vin….kakak mohon banget kamu makan ya….Vin kakak ga mau liat kamu sedih…..” Sivia berlutut di lantai di depan Alvin duduk. Tangannya mengusap rambut Alvin.

“Vin…..”
Tok tok tok….
Terdengar ketukan di pintu kamar Alvin.
“Non Via….” Bi Oky memanggil dari luar.
Sivia yang masih memandangi Alvin reflek menengok ke arah pintu.
“Iya Bi?”
Pintu terbuka sedikit. Kepala Bi Oky muncul dari balik pintu.
“Ada tamu Neng.”
“Siapa Bi?”
“Katanya temen Neng. Dia ga mau masuk Neng. Ditunggu di teras.”
Dahi Sivia berkerut penasaran siapa tamunya malam2 begini. Dia kembali menatap Alvin sejenak kemudian kembali melihat ke arah Bi Oky.
“Yaudah Bi….bilangin bentar lagi aku turun.”
“Iya Neng…” Bi Oky menganggukkan kepalanya lalu menutup pintu.

Sivia kembali menatap adiknya yang masih terus menunduk. Di sentuhnya pipi Alvin.
“Vin….Makan ya…..Kakak mohon….jangan bikin kakak sedih liat kamu kayak gini….kakak mohon….”

Alvin mengangkat wajahnya pelan. Ditatapnya mata Sivia yang memelas di hadapannya. Dia memegang tangan Sivia dan menariknya menjauh dari pipinya.
Alvin memandang Sivia, kemudian tangannya perlahan mengambil piring yang ada di sampingnya. Dia memegang sendoknya dan mulai menyuapkan nasi ke mulutnya. Pelan….
Sivia tersenyum akhirnya Alvin mau makan.

‘demi kakak….’
Alvin terus menyuapkan nasi ke mulutnya. Mengunyahnya walaupun terasa pahit di mulut.

“ Kakak nemuin tamu dulu ya….kamu habisin makannya. Kakak akan sedih banget kalau Alvin ga mau makan. Alvin sayang kakak kan?”
Alvin mengangguk perlahan masih sambil terus menyuapkan nasi.

Sivia berdiri. Diusapnya sekali lagi rambut Alvin. Sivia mencium kening adiknya sebelum beranjak pergi.

>>>>>>>>>>

Sivia menuruni tangga masih dengan berjuta perasaan tak karuan dan berbagai bayangan hilir mudik di pikirannya. Dia melangkah menuju teras depan dengan tatapan setengah kosong. Dia masih terbayang kejadian siang tadi. Sungguh tak menyangka adiknya akan diperlakukan seperti itu. Kakak mana yang tega melihat adiknya dicaci maki dan dilempari dengan beringas seperti tadi. Sakit hati Sivia mengingatnya. Kalu tau akan seperti itu, lebih baik Alvin ga usah ikut lomba.

Sivia sudah sampai di pintu. Kepalanya melongok keluar mencari tamu yang mengaku temannya. Matanya menemukan sosok itu sedang duduk di kursi terasnya dengan jari memukul2 kursi pelan menciptakan bunyi2an seperti musik.

‘siapa ya?‘

Sivia menghampiri sosok itu. Tapi beberapa langkah lagi sampai di hadapan tamu itu, Sivia menghentikan langkahnya.

Jantungnya berdesir, tubuhnya merinding melihat wajah yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.
 Sivia berdiri mematung….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar