Sabtu, 21 Mei 2011

Segalanya Pasti Berujung (PART 8)

“AAARRRGGGHHH!!!!!!!!!!” Sivia berteriak sekencang2nya.
Semua bayangan Alvin hilir mudik di pelupuk matanya yang terpejam. Semuanya……dari awal mereka bertemu sampai terakhir dia melihatnya siang tadi….tak ada alasan baginya untuk tidak menangis…….Dia sayang Alvin. Dia sayang adiknya. Kali ini dia benar2 tak rela adiknya yang harus mengalami semua itu. Sinetron…..cerita yang selama ini selalu Sivia anggap hanya dilebih2kan oleh sutradara, ternyata sekarang benar2 ada di pelupuk matanya. Sekarang semua itu benar2 ada di hadapannya, di kehidupannya, menanti untuk dihadapi.
 Menangislah Sivia. Air mata diciptakan untuk wanita agar mereka bisa mencurahkan perasaan dan isi hatinya.

>>>>>>>>>>

Jam 2 malam….tapi Sivia sama sekali tak berhasrat untuk tidur.
Sivia sudah tidak terisak2 seperti tadi. Sekarang dia hanya diam. Duduk memeluk lutut di lantai bersandar pada tepian tempat tidurnya. Air matanya masih terus mengalir. Ia menatap layar Hp nya nanar. Rio masih terus sms dan telfon. Sivia membaca semua sms nya tapi tidak membalasnya. Sekarang dia hanya memikirkan adiknya.

Sivia benar2 tidak tidur semalaman. Dia masih dalam posisinya. Tak berubah sedikitpun. Masih tetap menatap layar Hp dengan mata nanar. Matanya bengkak dan basah.

Sinar matahari menerobos masuk di celah2 jendela. Hari ini Alvin sudah boleh dibawa pulang. Tapi Sivia….menghapus air matanya saja masih belum mampu. Sivia membuka mulutnya. Mencoba berbicara sendiri walaupun setengah berbisik.

“Ayah……………..…ibu……………..…nenek……………….…”
Sivia terisak lagi mengingat keluarganya. Selama ini dia tak pernah lagi menangis karena mengingat mereka. Tapi kali ini dia benar2 tak bisa menahan rasa rindu sekaligus rasa takut kehilangan untuk yang keempat kalinya. Semua bayangan dan pikiran buruk hilir mudik di otak Sivia. Kali ini dia tak bisa mengendalikan dirinya. Entah kemana sosok Sivia yang kuat seperti dulu.

@ rumah Rio
Malam ini Rio tidak tidur semalaman. Dia menimang2 Hp nya dengan sejuta pertanyaan di benaknya. Malam ini benar2 rekor dia telfon orang. Lebih dari 30 kali dia mencoba menghubungi Sivia. Tak satupun panggilan yang terangkat. Tak ada satupun dari 26 sms yang dia kirim dibalas oleh Sivia. Dia benar2 tak ada hasrat untuk tidur sedikitpun malam itu.

@Kamar Sivia

Hp nya bergetar lagi. Sivia membuka sms dengan tenaga yang tinggal sisa. Badannya terasa lemas. Kepalanya mulai pusing dan matanya mulai berkunang2. Bukan dari Rio.

From : Oik
“Kamu sayang sama Alvin kan,Vi? Jangan buat dia bersedih karena melihat keadaanmu seperti ini. Bahagiakan dia, semangati dia, temani dia. Aku yakin kamu orang yang bijaksana, aku yakin kamu bisa. Aku disini sebagai sahabatmu siap mendengarkan keluhanmu setiap saat. Aku akan membantu apapun yang aku bisa. Jangan pernah ngerasa sendiri, Via. Semangatlah demi dirimu sendiri. Kalau tetap tidak bisa….setidaknya bersemangatlah demi Alvin….dia membutuhkanmu. Kamu orang yang kuat Sivia…..kamu pernah mengalami cobaan yang lebih berat. Alvin membutuhkanmu Sivia, Alvin membutuhkan kakaknya…”

>>>>>>>>>>

Oik berdiri di depan pintu kamar Sivia. Wajahnya tak bisa menyembunyikan kesedihan. Dia berusaha menempatkan diri di posisi Sivia. Membayangkan jka dia yang mengalaminya.
Dia pandangi sms yang barusan terkirim pada Sivia. Sms yang dia tulis baru saja saat dia mendengar isakan Sivia dari balik pintu.
Pagi ini Oik berniat menemani Sivia untuk menjemput Alvin di rumah sakit. Bi Oky tidak ada di rumah karena menunggui Alvin, jadi Oik langsung masuk dan menuju kamar Sivia. Tapi saat sampai di depan pintu kamar Sivia dia justru mendengar isakan Sivia. Hatinya ikut sakit.

>>>>>>>>>>

Kali ini Sivia tak hanya menatap layar Hp nya dengan tatapan nanar. Dia menggenggam Hp nya erat2. Memejamkan mata dan merenungkan apa yang tertulis disana. Air matanya semakin deras mengalir di wajahnya yang pucat.

Sivia membuka matanya…..

Dia berdiri walaupun agak gontai, berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang pegal2 dan kepalanya yang serasa berputar.
Kakinya melangkah mendekati meja rias di sudut ruangan. Ditatapnya wajahnya di cermin.

“Kamu bukan Sivia.”
Sivia berbicara sendiri pada bayangannya di cermin. Ia meraba wajahnya dengan kedua tangan, mengusap air matanya perlahan. Disisirnya rambutnya yang acak2an dengan jari2nya. Tangannya mengepal kuat. Dipejamkannya matanya dan sejenak kemudian dibukanya kembali.

Ia kembali menatap sejenak wajahnya di cermin dan kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

15 menit kemudian Sivia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar daripada tadi. Dia segera menuju meja riasnya dan berdandan, bersiap2 menjemput Alvin di Rumah Sakit. Diusapkannya bedak tipis di wajah dan menyisir rambutnya rapi. Setelah selesai, dia tersenyum tipis pada bayangannya sendiri di cermin. Matanya yang bengkak memang tak bisa disembunyikan, tapi dia harus tetap melanjutkan harinya. Bukan demi dirinya……tapi demi Alvin.

Sivia melangkah menuju pintu dan membukanya dengan semangat yang mulai tumbuh walaupun baru sedikit. Dia membuka pintu dan bersiap melangkah keluar namun terhenti saat melihat Oik berdiri mematung di depan pintu kamarnya.

“Oik???”
Oik menatap wajah Sivia dan tersenyum. Dia memang hanya berdiri di depan pintu hampir setengah jam. Dia sempat mengintip ke dalam kamar Sivia. Ia melihat Sivia berdiri di depan cermin, Oik mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam dan akhirnya hanya menunggu di luar.

Oik masih terus tersenyum pada Sivia. Sivia yang melihat sahabatnya seperti itu hanya mengernyit heran.

“Yuk….”
Oik menggandeng tangan Sivia dan menariknya menuruni tangga.
“Oik kamu…..” belum sempat Sivia melanjutkan kata2nya Oik sudah ngomong panjang lebar tanpa melihat ke arah Sivia sambil terus menarik Sivia menuruni tangga.

“Kita sarapan dulu ya. Kamu pasti belum makan kan? Aku bawa Sambal Kentang kesukaanmu lho. Aku masak sendiri. Kita makan bareng ya. Abis itu kita langsung jemput Alvin…..” Oik terus berbicara sembari terus berjalan menggandeng Sivia ke ruang makan.

‘Makasih Oik’ Sivia tersenyum melihat sahabatnya yang setia menemaninya disaat dia dalam keterpurukan seperti sekarang.

Sivia bertekad untuk melakukan seperti apa yang ditulis Oik di sms nya tadi pagi.

“Oke Bos!!!!!”
Oik yang mendengar Sivia berkata begitu sontak berhenti dan membalikkan badannya menghadap Sivia. Dia tersenyum, senang sahabatnya bisa bangkit.

Sivia dan Oik pun sarapan bareng. Oik memang pintar masak. Mereka sering masak2 bareng kalau liburan. Setelah sarapan, Oik memacu mobilnya menuju rumah sakit. Mereka berdua berjalan ke kamar Alvin dengan pikirannya masing-masing.

Sivia membuka pintu kamar Alvin dengan senyum terkembang yang sebisa mungkin dia manis2kan. Dilihatnya adiknya sedang duduk di tepi ranjang melihat Bi Oky membereskan barang2 yang akan dibawa pulang.

“Kak Via…” Alvin tersenyum sumringah pada kakaknya. Sivia yang melihat senyum Alvin sempat tertegun namun segera sadar dan tersenyum seperti biasanya.

“Udah siap Bi?” Iya Neng tinggal dikit lagi.
“Yaudah kalau begitu aku ke Dokter Danu dulu ya sekalian mau ngurus administrasi. Oik tunggu disini ya. Temenin Alvin.”
Oik mengangguk lalu melangkah mendekat ke Alvin.

“Udah kuat Vin?” Oik mengelus pundak Alvin.
“Udah Kak.”

Bi Oky sudah selesai membereskan barang2. Tinggal menunggu Sivia. Tak lama kemudian Sivia masuk dan merekapun bersiap2 pulang. Tadi Sivia sempat hampir menangis lagi setelah menemui Dokter Danu, tapi saat sampai di depan pintu kamar Alvin dia berusaha menyembunyikan kesedihannya. Sekali lagi, demi Alvin.

 Oik membantu Bi Oky membawa barang yang tidak terlalu banyak sedangkan Sivia menuntun Alvin yang tidak mau memakai kursi roda karena merasa sudah kuat.

Oik menyetir mobilnya dengan Bi Oky di kursi depan. Sivia menemani Alvin di kursi belakang. Alvin bersandar di lengan Sivia yang melingkarkan tangannya di pundak Alvin.

Sivia merasakan getaran di Hp nya.

From: Shilla (dia sudah menyimpan nomor misterius itu)
“Ya Tuhan…emosi kalau ingat masa lalu. Benar kan itu masa lalu kalau Rio menyayangiku? Tapi rasaku tetap sama untuknya. Setidaknya entah sampai kapan. Karena sudah 3 tahun. Tidak perlu diceritakan secara gamblang kan perasaanku? Karena kamu tidak kenal aku Via. mulutku bisa berkata begitu tapi hati tak bisa dibohongi. Untuk menguatkan diriku sendiri. Untuk menyadarkan diriku aku sudah tidak disayangi. Jadi curhat….dimaafkan kan Via? Tidak ada beban lagi. Aku harap kamu juga begitu”

Sivia kaget juga membaca sms dari Shilla itu. Dia bilang ga mau ganggu hubungannya dengan Rio tapi kok jadi sms terus. Sivia tak menanggapinya. Sivia jadi merasa tak nyaman juga terus menerus dikirimi sms dengan kalimat2 menyayat seperti itu.

Mobil Oik memasuki halaman rumah Sivia.
“Motor siapa tuh?” Sivia menunjuk Revo merah yang terparkir di halaman rumahnya.  Tak ada yang menjawab karena memang tak ada yang tau. Bi Oky, Oik dan Alvin hanya ikut2an melihat ke arah motor yang ditunjuk Sivia.
Sivia paling dulu memasuki rumah. Oik membantu Bi Oky menurunkan barang2 dari bagasi mobil. Sesampai di ruang tamu, Sivia menghentikan langkahnya dan menatap kaget pada siapa yang sedang duduk disana.

“K’ Rio???????”
Ternyata Revo merah yang ada di depan rumah itu milik Rio. Pagi ini Rio berniat ke rumah Sivia setelah semalaman dia sama sekali tak bisa menghubungi Sivia. Kekhawatirannya sudah memuncak. Dia tak peduli lagi dengan sikap malu2 kucing dan jaim yang selama ini dia tunjukkan di depan Sivia. Selama ini dia memang belum memiliki keberanian untuk langsung berhadapan dengan Sivia. Dia mengakui kalau nyalinya ciut. Ditambah lagi ada rasa jaim.

 Saat dia sampai di rumah Sivia, Pak Oni yang membukakan gerbang dan dia bilang Sivia sedang menjemput adiknya di rumah sakit. Akhirnya Rio memutuskan untuk menunggu.

Setelah mengantarkan Alvin ke kamar dan membaringkannya, Sivia turun kembali ke bawah dengan jantung deg2an.

‘Aduh….K’ Rio….ngomong apa coba aku ntar….aduh deg-degan….kok dia tumben sih mau ketemu. Selama ini kan kucing2an terus…’ Sivia mengelus dada mencoba menenangkan dirinya.

“K’ Rio….” Sivia melempar senyum pada Rio yang menatap Sivia dengan wajah penuh kekhawatiran.

“Kamu kenapa sih, Vi? Semalaman aku telfon aku sms ga ada satupun yang kamu bales….kamu kenapa????” Rio bicara sangat cepat denagn wajah panik.
Sivia mencoba tersenyum agar Rio tak mengetahui kesedihannya.
“Aku ga apa2 Kak….Kemaren aku ngurusin adikku yang lagi sakit. Yang tadi itu. Dia dirawat di rumah sakit. Maaf ya, Kak…” Sivia terpaksa berbohong. Dia sudah bertekad tidak akan memberitahukan kepada siapapun tentang penyakit Alvin. Hanya dia dan Oik yang tau. Tidak juga ayah ibunya.

Rio sedikit tenang mendengar penuturan Sivia. Akhirnya dia bisa sedikit tersenyum. Mereka tak banyak ngobrol. Hanya Rio sesekali bertanya tentang Alvin. Sivia pun lebih banyak menunduk. Dia benar2 kaget dengan kedatangan Rio. Akhirnya dia berani menampakkan diri juga. Sekarang mereka benar2 berhadapan. Tak lagi hanya sms, chatting maupun sekedar lirik2an kalau ketemu. Setidaknya kedatangan Rio bisa memberi Sivia semangat.

Oik masuk ke ruang tamu bersama Bi Oky sambil membawa barang2 dari rumah sakit. Sivia yang melihat Oik membawa barang langsung berdiri untuk membantu, tapi dicegah oleh Oik.

“Udah ga usah. Temenin aja tuh tamunya.” kata Oik sambil mengedikkan alisnya pada Sivia.

Sivia tersipu melihat reaksi Oik. Oik memang sudah tau hubungan Sivia dan Rio dari awal sampai akhir. Sivia selalu curhat padanya. Oik langsung ngacir ke kebelakang nyusul Bi Oky. Sivia kembali menemani Rio. Sebenarnya Sivia mau menawarinya minum tapi tiba2 Rio pamit.

Ternyata Rio ga kuat lama2 deket Sivia. Entah kenapa dia ga betah lama2an salting di hadapan Sivia. Padahal sebenarnya dia juga ingin berlama2 bersamanya tapi entah kenapa dia minta pamit begitu saja dengan bodohnya tanpa nglakuin apa kek gitu. Nanyain Alvin lagi kek atau basa basi apa gitu.

Sivia ingin lebih lama sama Rio tapi ga tau malu banget masa mau nyegah Rio pulang.
“Salam ya buat Alvin.”
“Iya…….” Sivia menjawab pelan masih dengan wajah menunduk.

Saat Rio akan menjalankan motornya dia membalikkan badan dan menatap Sivia lekat2.
“Jangan sedih Sivia……“ Rio menggantung kata2nya.
“aku sayang kamu…” Rio mengucapkan kalimat itu dengan intonasi pelan tapi tegas dan jelas. Setelah mengucapkannya dia langsung tancap gas dari rumah Sivia tanpa mempedulikan Sivia yang berdiri terbengong2 mendengar ucapan Rio yang ga perlu diputar ulang, ga perlu ragu dan ga perlu mikir dua kali, yakinlah yang tadi dia bilang itu jelas banget.
“AKU SAYANG KAMU.”

Sivia merasakan kakinya kaku…berkeringat dingin dan deg2an ga karu2an. Terus terang ini adalah yang pertama kalinya dalam sejarah kehidupannya ada cowok yang ngomong kayak gitu padanya. Sumpah!!!!!!

Sivia shock……dia masih berdiri mematung di tempatnya.

Intipin di ban motornya Rio dong. Ada roh Sivia yang nyangkut kagak????

Sejenak Sivia melupakan masalah Alvin dan memberi kesempatan pada hatinya untuk berbunga2. Tapi saat dia tersadar beberapa menit kemudian, Sivia kembali ke perasaanya semula. Sedih.

>>>>>>>>>>

@kamar Alvin

To: Ozy
“Aku udah d rmh. Sini sih….temenin…..bosen tau tidur mulu. Ajakin Ray ya…lintar juga boleh….Nova klo mau ajakin juga……Nyopon juga….semuanya lah…”

Alvin berbaring sambil ngetik sms buat Ozy. Ozy dan Ray ga jenguk ke rumah sakit. Alvin bilang ntar aja kalau udah di rumah. Alvin bosan juga berhari2 cuma bisa sms an sama temen2 nya.

>>>>>>>>>

Tok tok tok…..
“Iya???”
Sivia membuka pintu kamar Alvin dan melongok ke dalam.
“Ada temen2mu tuh Vin.”
“Wah….cepet amat…iya Kak…suruh masuk aja….” Alvin bangun dan bersandar di sandaran dipannya.

“Woy Bro….” Ozy yang langsung masuk ke kamar Alvin yang pintunya tidak ditutup langsung menghampiri Alvin dan menepuk pundak Alvin cukup keras.

“Eh….Ozy jangan keras2 dong kasihan Alvinnya kan masih sakit…” Nova langsung mendekat ke Alvin dan mengelus2 pundak Alvin yang tadi dipukul Ozy.

Lintar yang melihat tingkah Nova langsung mengacung2kan telunjuknya pada Nova mengisyaratkan agar Nova menjauhi Alvin.

“Eh…Eh…Eh….Nova….tangan….tangan……inget umur…..”
“apaan, Lin?” Ozy ga ngeh maksud Lintar. Nova yang ditunjuk2 sama Lintar langsung menggeser posisi menjauhi Alvin.
“Owh…….” Ozy baru ngeh waktu liat ekspresi Nova.
“Yang ada juga elu ,Lin yang inget umur….anak kemaren sore aja udah sok Mami Papian.” Ray menyindir Lintar dan Nova yang emang suka manggil Mami sama Papi.

“Heh…. udah diem. Ada anak di bawah umur.” Ozy ngomong sambil ngelirik ke Nyopon.
“E….Buset dah……” Nyopon manyun dibilang anak di bawah umur.

“Vin….cepet sembuh lah….kita mesti show 2 minggu lagi nih…”
“Hah??? Show????” Alvin bingung dengan kalimat Ray.
“Iya….malam puncak Ulang Taun sekolah kita. Kan 3 besar bakal tampil dan bakal diumumin siapa yang masuk grand final.”

“Oh Iya….” Alvin menepuk jidatnya sendiri. Tapi kemudian meringis karena kepalanya jadi pusing.
“Kenapa Vin?”
“Hehe….” Alvin cuma nyengir ngejawab pertanyaan Nova.

Mereka menemani Alvin ngobrol sampe jam 2 siang, dan berhenti tereak2 (maklum mereka kalau udah ngumpul suka bikin ribut) saat Sivia masuk ke kamar Alvin.

“Ade’2ku yang baik….mainnya udahan dulu ya…Alvinnya biar istirahat….gapapa kan??? Besok boleh main lagi kok.”
Mereka pun mengerti dan mohon pamit.

“Cepet sembuh Vin….kasihan tuh yang celingak celinguk nyariin kamu di sekolah.” Ozy menaik turunkan alisnya dan membuat Alvin penasaran dengan maksud perkataannya.

“Siapa Zy???”
“Ada deh…” Ozy berlari menyusul teman2nya yang sudah keluar duluan.
Alvin jadi penasaran…..

>>>>>>>>>>

Sudah 3 hari Alvin istirahat di rumah. Hari ini dia sudah masuk sekolah kembali. Para wanita yang melihat Alvin memasuki kelas langsung bergegas mengerumuni Alvin.

“Alvin sakit apa?”
“Alvin udah sembuh?”
“Alvin kok lama banget sih ga masuknya. Aku kangen.”
“Ya ampun….Alvin…aku khawatir nih….”
Ozy dan Ray segera membentuk pagar betis saat melihat para wanita itu menggila.

>>>>>>>>>>

Alvin sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Tapi Sivia melarangnya beraktivitas yang berat2. Dia juga berpesan pada Bi Oky untuk mengawasi Alvin jika dia sedang tidak di rumah. Dia tak mau kecolongan. Dia ga mau tiba2 menemukan Alvin tergeletak dimana gitu tanpa ada yang ngurusin. Sivia juga berpesan pada Ray untuk mengingatkan Alvin jika di sekolah. Alvin sayang pada Sivia jadi dia menuruti saja perkataan kakaknya walaupun  dia sering sembunyi2 main futsal saat Ray sedang lengah.

Selain karena menuruti kata2 kakaknya itu, Alvin mengurangi aktivitasnya karena memang dia juga merasa dia sering kecapekan. Saking capeknya kadang dia suka tiba2 ambruk. Tapi wajarlah ambruknya. Ga yang lebay2 amat, jadi dia pikir masih aman lah.


>>>>>>>>>>

Sore ini Alvin dan Ray sudah janji dengan Pak Duta di ruang kesenian. Pak Duta akan membimbing mereka latihan vokal. Alvin dan Ray yang minta. Pak Duta menerima dengan senang hati dan sekaligus bangga anak didiknya bisa maju ke 3 besar. Lagipula tak ada larangan dari panitia. Mereka bebas berguru pada siapa saja.

Terlebih dahulu Pak Duta memberikan sedikit motivasi dan beberapa pengarahan sekaligus tips n trik agar bisa PD saat tampil nanti. Setelah itu Pak Duta meminta mereka untuk mencoba menyanyikan lagu yang diberikan panitia. Ray mendapat lagu Lucky laki yang sahabat sedangkan Alvin Bukan Cinta Biasanya Afgan.

Ray dapat giliran pertama. Dia menyanyikan lagu Sahabat berikut koreografi kreasinya sendiri. Pak Duta membantu menambahkan koreografi di beberapa bagian dan memberitahu Ray dimana kekurangan suaranya dan memintanya mencoba lagi dengan improv yang berbeda.

Setelah hampir 1 jam giliran Alvin yang menyanyikan lagunya. Alvin menyanyikan lagunya dengan sungguh2 tapi kali ini ada yang berbeda. Alvin sering berhenti di beberapa bagian karena merasa ada yang aneh dengan suaranya. Setelah menyelesaikan lagunya Alvin tetap berdiri mematung dengan kening berkerut. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi bingung harus mulai dari mana. Sedangkan Pak Duta dan Ray yang duduk di depannya juga menatap Alvin dengan tatapan heran.

“Eeeeemmmm…“ Pak Duta hendak mengatakan sesuatu tapi bingung juga harus bagaimana memulai. “Alvin……apa ngerasa nadanya ketinggian, kerendahan atau bagaimana?” Pak Duta bertanya pada Alvin perlahan karena dia benar2 merasa heran dengan perubahan suara Alvin. Alvin kali ini menyanyi seperti...apa ya…..napasnya sering terputus2 dan nadanya sering sekali goyang. Artikulasinya juga kurang bisa jelas didengar.

“Kamu kenapa sih Vin? Capek? Kayaknya kamu nyanyi ga seperti biasanya.” Ray ikut nimbrung karena juga heran mendengar suara Alvin barusan.

Pak Duta lalu menunjukkan beberapa bagian yang harus diperbaiki oleh Alvin kemudian memintanya menyanyikan ulang.

Alvin menyanyikan kembali lagunya tapi suaranya tak berbeda jauh dengan yang tadi. Pak Duta dan Ray semakin heran menatap Alvin. Alvin sendiri merasa kalut menyadari ada yang berubah dari suaranya.

“Kok suara saya begini ya Pak?”
“Iya ya Vin.” Ray juga menyadari perubahan suara Alvin.

Pak Duta juga bingung dengan yang terjadi pada Alvin. Dia terpikir satu ide.
“Gini aja Vin. Coba kamu nyanyikan lagu Kasih Putih yang kemaren kamu nyanyikan waktu audisi. Kamu pake improv yang sama persis kayak kemaren ya….jangan ada yang diubah”

Alvin pun menyanyikan lagu kasih putih sama persis seperti apa yang dia nyanyikan saat audisi kemaren. Tapi….
“Kenapa bisa berbeda begini?” Pak Duta bergumam lirih terheran2 dengan suara Alvin. Ray sendiri yang kemaren juga menyimak dengan terkagum2 suara sahabatnya itu saat tampil di audisi juga tak habis pikir dengan perubahan suara Alvin. Padahal dia menyanyikan dengan metode yang sama tanpa ada perubahan sdikitpun. Tapi suaranya terdengar…..aneh….

Pak duta hanya diam. Dia juga bingung melihat anak didiknya seperti ini. Terus terang dia belum pernah mengalami problem seperti ini. Dia memang pernah menemui anak didik yang suaranya jadi berubah karena pertambahan usia tapi saat menyanyikan lagu yang sama, perbedaannya tak terlalu mencolok.

“Mmmm…..besok kamu sepulang sekolah datang lagi aja kesini. Kita latihan lagi. Mungkin hari ini kamu kecapekan.”
“Iya pak….” Alvin mengangguk pelan. Masih ada yang terasa mengganjal.

Alvin dan Ray jalan bareng ke koridor.
“Tenang Vin…kamu kecapekan kali hari ini jadi agak ngos-ngosan. Besok kita latihan lagi ya.”
Alvin hanya mengangguk pelan. Dia masih belum bisa terima dengan alasan bahwa dia kecapekan.

>>>>>>>>>>

“gimana latihannya tadi Vin? Pak Duta bilang apa?”
Alvin menjawab pertanyaan Sivia dengan wajah tertunduk. Dia berusaha tersenyum agar kakaknya tak menanyainya lebih banyak.
“Lancar kok kak. Besok kita latihan lagi. Kan tinggal seminggu lagi.”

“Pak Duta….” Belum sempat Sivia melanjutkan kalimatnya Alvin terlebih dulu memotongnya.
“Alvin tidur dulu ya kak….besok mesti bangun pagi nih. Alvin piket.” Alvin bersiap berdiri dari tempat duduknya.

“Eh? Mmmmm….yaudah….” Sivia menatap adiknya heran. Tapi melihat wajah Alvin yang terlihat lelah dia membiarkan Alvin berangkat tidur.

@kamar Alvin
Alvin berbaring di kasurnya dengan sudah berselimut tapi dia tidak memejamkan matanya. Dia melamun menatap plafon sambil terus memikirkan perubahan suaranya.
‘masak sih aku kecapekan?’

Lama kelamaan Alvin ketiduran juga.

>>>>>>>>>>

Latihan keesokan harinya.

Alvin menyanyikan kembali Bukan Cinta Biasa. Tapi suaranya tetep seperti kemaren. Pak Duta dan Ray yang mendengar suara Alvin tak ada perubahan pun terheran2.

Pak Duta meminta Alvin menyanyikan kasih putih lagi. Tetap saja seperti kemaren. Pak Duta memberikan beberapa trik di lagu Alvin tapi tetap saja tak membantu banyak.

‘Apa yang terjadi dengan suara Alvin?’ Pak Duta berpikir keras memcoba mencari2 dimana letak kesalahannya.
Sudah lebih dari 1 jam Pak Duta menambal sulam suara Alvin yang penuh kekurangan disana sini. Tapi tetap tak bisa membuatnya sespektakuler saat audisi kemaren. Ray memang saingan Alvin di 3 besar. Tapi dia ikut khawatir mendengar perubahan suara sahabatnya itu.

Pak Duta memutuskan menyudahi latihan.
“Lusa kamu kesini lagi ya. Kalau besok bapak ga bisa ngajar. Nanti kita….”
Alvin tidak mendengarkan Pak Duta menyelesaikan kalimatnya. Dia menyambar tasnya dan berjalan cepat keluar ruangan.
“Vin!!!!! “ Ray menyusul Alvin.
“Vin kamu kenapa sih?”
Alvin tak menjawab pertanyaan Ray. Dia langsung menelfon Pak Joe minta dijemput dan menunggu di koridor. Ray menemani Alvin menunggu dan terus bertanya kenapa Alvin seperti itu tapi Alvin hanya diam tak menjawab satupun pertanyaannya. Wajahnya tampak gusar. Ray terus menemani Alvin, tapi saat Pak Joe datang Alvin pun meninggalkan Ray tanpa bilang apapun.

>>>>>>>>>>

Sivia menunggu Alvin di meja makan. Bi Oky memanggil Alvin yang belum keluar dari kamarnya.
Bi Oky turun dari tangga tanpa Alvin.

“Alvinnya mana Bi?”
“Den Alvin kok ga jawab ya Neng. Bibi panggil2 ga ada yang nyaut.”
Wajah Sivia langsung berubah panik. Dia punya rasa trauma dengan keadaan adiknya itu. Dia selalu curiga kalau Alvin udah di dalam kamar tanpa suara. Takut kalau kejadian yang dulu terulang lagi.

Sontak Sivia pun berlari ke lantai atas. Bi Oky yang melihat Sivia begitu panik jadi bingung.
“Vin…..” Sivia memanggil Alvin dengan suara penuh kekhawatiran.
Pintu terbuka. Sivia langsung tenang adiknya baik2 saja.

“Makan Yuk…dipanggil kok ga nya..….” Sivia menghentikan kalimatnya saat dilihatnya wajah Alvin yang sedari tadi menunduk ternyata sembab.

“Kamu nangis Vin?”
Sivia merendahkan badannya dan melihat wajah Alvin lebih jelas. Alvin tampak sedang sedih.
“Kamu kenapa sih Vin?” Sivia menggandeng Alvin masuk lagi ke dalam kamar. Mereka duduk di tepi tempat tidur.
“Vin….kamu nangis?” Sivia menatap wajah adiknya yang tak berani memandangnya. “Dasar cengeng…Anak cowok badan udah bongsor begini masih suka mewek. Katanya anak cool???” Sivia menyenggol pundak Alvin mencoba mencandai adiknya. Tapi langsung kembali berwajah serius saat melihat Alvin sama sekali tidak tersenyum.

“Alvin ga bisa nyanyi Kak….”
“Hah? Maksudnya??” Sivia tak mengerti maksud ucapan Alvin. Akhirnya Alvinpun menceritakan kronologisnya mulai dari latihan kemaren sampai latihan hari ini dengan wajah murung.

Sivia yang mendengarkan penjelasan Alvin jadi ikut berpikir apa yang terjadi dengan Alvin.
“Alvin tuh suaranya bagus kok. Buktinya Alvin bisa lolos sampe 3 besar. Alvin lagi pilek atau kecapekan mungkin.”

“Ngga Kak!!!!” Nada Alvin meninggi. Sivia terdiam.
“Suara Alvin berubah.” Nada Alvin kembali merendah. Dia tampak frustasi. Menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Sivia menenangkan Alvin. Jurus rayuannya dia keluarkan demi membuat Alvin tenang. Tapi dia tetap berpegang pada akal sehat. Kalimat yang keluar dari mulutnya juga dia pikirkan baik2. Dia tak ingin memberi Alvin harapan palsu yang cuma bualan atau gombal.

>>>>>>>>>>

Sivia turun dari kamar Alvin setelah Alvin bisa tersenyum. Sivia mengajaknya makan malam tapi dia ngotot ga mau turun. Akhirnya Sivia menyuruh Bi Oky mengantarkan makan malam Alvin ke kamar saja.

Sivia berjalan ke ruang keluarga dengan pikiran penuh pertanyaan. Tiba2 langkahnya terhenti. Ditatapnya telefon di sebelahnya lalu kemudian memutuskan untuk menghubungi Dokter Danu. Sivia janjian dengan Dokter Danu untuk bertemu besok.

>>>>>>>>>

Sore ini Pak Duta tidak bisa melatih karena ada kepentingan. Jadi mereka tidak latihan. Tapi sore itu Alvin berjalan sendiri ke ruang kesenian. Sekolah sudah sepi. Dia juga tadi berbohong pada Ray dan Ozy agar mereka tidak usah menunggunya. Alvin ingin latihan sendiri hari ini.

Alvin memasuki ruang musik yang sepi. Suasananya jadi terasa mencekam tapi semua itu sudah ga bisa menakut2i Alvin yang benar2 sedang bingung memikirkan suaranya. Acara puncaknya tinggal beberapa hari lagi.

Sepasang mata itu terus melihat kemanapun Alvin pergi. Dia mengikuti Alvin ke ruang kesenian karena belakangan ini sikap Alvin aneh. Dia tau tadi Alvin berbohong pada teman2nya. Akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti Alvin.

Alvin naik ke atas panggung. Dia menarik napas dalam2 dan mulai menyanyikan lagunya. Suaranya masih seperti kemaren. Dia sudah menerapkan tips2 dari Pak Duta tapi suaranya tetap tidak terdengar bagus. Alvin menyanyikannya hampir 5 kali. Tetap saja tak bisa.  Dia juga menyanyikan lagu Kasih Putih tapi tak ada kemajuan. Dia merasa kelelahan. Napasnya malah jadi tak karu2an.

Sepasang mata di luar sana menatap Alvin dengan hati yang bertanya2. Dia tau betul seperti apa suara Alvin saat menyanyi di audisi kemarin.
Dia bukan orang yang tidak mengerti musik. Dia lahir di keluarga  yang dalam darahnya sudah mengalir darah seniman. Ayah dan ibunya adalah penyanyi. Dia sendiri sudah mengenal musik bahkan sejak bayi. Dia sudah tidak bisa diremehkan kalau urusan menyanyi. Di rumahnya bahkan sudah bertumpuk piala dan berbagai penghargaan karena telah menjuarai berbagai kontes menyanyi.

Dia melihat penampilan Alvin saat audisi dan dia bahkan bisa menirukan gaya Alvin menyanyi sama persis. Dia hapal betul bagaimana cara Alvin menyanyikannya dan sekarang dia tau betul ada banyak bagian yang berubah saat Alvin menyanyikannya. Dia terheran2 sekaligus sedih melihat wajah Alvin yang sudah tampak putus asa.

“AAARRRGGGGHHHHH!!!!!!!”
Sepasang mata itu membuyarkan lamunannya saat mendengar teriakan Alvin. Sekarang Alvin tampak berlutut denagn wajah mengahadap lantai. Dia tampak sangat putus asa.

“Suaraku kenapaaaaaa??????????” Alvin berteriak sambil memukulkan kepalan tangannya ke lantai. Melihat Alvin seperti itu,tanpa pikir panjang lagi sepasang mata itu segera berlari menghampiri Alvin.

“Alvin!!!!!!”
Alvin kaget dan langsung mengangkat wajahnya.Dia memandang wajah itu dengan tatapan kaget.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar