Sabtu, 21 Mei 2011

Segalanya Pasti Berujung (PART 9)

“suaraku kenapaaaaaa??????????” Alvin berteriak sambil memukulkan kepalan tangannya ke lantai.
Melihat Alvin seperti itu, tanpa pikir panjang lagi sepasang mata itu segera berlari menghampiri Alvin.

“Alvin!!!!!!”
Alvin kaget dan langsung mengangkat wajahnya. Dia memandang wajah itu dengan tatapan kaget.

“Aren???????”
Gadis yang dipanggil Aren itu menelan ludah mendengar Alvin menyebut namanya.
’Ternyata dia masih ingat namaku.’  pikir Aren.

Aren adalah teman sekelas Ozy dan Acha. Ozy pernah mengenalkan mereka saat Aren sedang menemani Acha makan di kantin. Tapi Alvin tak pernah sadar bahwa selama ini dia selalu memperhatikan Alvin.
Aren tak pernah berani bertemu langsung dengan Alvin. Dia sudah minder duluan melihat Alvin selalu diincar cewe2 satu sekolahan. Selain itu sikap Alvin yang dingin juga menjadi salah satu faktor penghambat. Lagipula dia malu kalau harus cari perhatian terhadap cowok. jadilah setiap hari dia hanya memendam perasaannya dan memandangi Alvin dari kejauhan.

“Kamu ngapain disini?” Alvin segera berdiri dan masih menatap Aren dengan wajah curiga.
“Mmmm….aku….tadi aku liat kamu jalan kesini sendirian jadi aku……” Aren merasa tak enak juga mau bilang “ngikutin”
“Owh….” Alvin mengerti maksud Aren dan langsung memotong kalimatnya sambil berjalan menuruni panggung dan duduk bersandar di dinding dekat dia meletakkan tasnya tadi. Aren menguntit di belakangnya masih dengan perasaan canggung dan berdebar.

“Berarti kamu liat dong daritadi aku ngapain?” Alvin tidak menatap Aren. Pandangannya lurus ke depan.
“Eeee….maaf….aku….” Aren benar2 takut kalau Alvin akan marah padanya. Dia tak berani mengatakan apapun.

“Aku ga tau kenapa suaraku berubah.” suara Alvin melunak dan tiba2 curhat sama Aren dengan nada yang jauh tak bersemangat daripada saat dia menginterogasi Aren tadi. Wajahnya tertunduk.
. “Padahal pentasnya tinggal minggu depan. Aku ga ngerti mesti gmn…” Alvin menjambak2 rambutnya sendiri. Hati Aren miris melihat orang yang disukainya tampak frustasi seperti itu dan perlahan memberanikan diri untuk duduk di samping Alvin.

Aren mengumpulkan keberaniannya. Dia rela melakukan apa saja asal Alvin tak bersedih lagi seperti ini. Dia tampak memikirkan sesuatu hingga akhirnya berani bicara.
“Aku boleh bantu ga?”
Alvin mengangkat wajahnya dan menatap Aren. Aren yang merasa Alvin memandangnya jadi tertunduk malu. Tatapan dingin Alvin selalu berhasil membuat hatinya membeku.
“Bantu? Apa?” Nada bicara Alvin tampak seperti tidak yakin.
Aren tampak berpikir sejenak.
“Gmn kalau aku bantu kamu latihan?”

Alvin yang mendengar perkataan Aren sontak tersenyum sinis. Tatapannya kembali lurus ke depan.
“Hhh…emang kamu bisa nyanyi?”
Aren kembali tertunduk mendengar perkataan Alvin. Dia sadar mereka memang tak saling kenal. Wajar kalau Alvin tak yakin akan dirinya.
“Mmmm…aku….”

“Yaudah ayo….” Tanpa menunggu jawaban Aren, Alvin segera berdiri dan kembali menaiki panggung. Aren masih tertegun di tempatnya. dia pikir Alvin tidak akan percaya padanya. Ternyata dugaannya salah.

Aren menyusul Alvin dan sekarang mereka berdiri berhadap2an di atas panggung.
“Coba sih kamu nyanyi.” Alvin meminta Aren untuk menyanyi. Aren lumayan kaget diminta begitu. Ditambah lagi rasa gugupnya karena cuma berdua sama Alvin di ruangan itu. Tapi akhirnya dia menarik napas panjang….lalu kemudian mulai menyanyikan lagu yang akan dibawakan Alvin. Bukan Cinta Biasa.

Aren menyanyi penuh penghayatan. Terkadang matanya terpejam dengan tangan mengepal dan raut wajahnya seolah menggambarkan bahwa dia sedang benar2 jatuh cinta. Kadang2 matanya menatap Alvin seakan2 lagu itu untuknya. Bahasa tubuhnya juga seolah menggambarkan dia menyanyikan lagu itu untuk orang yang sangat dicintainya. Entah itu hanya bagian dari penghayatan atau dari lubuk hati yang paling dalam, tapi yang jelas memang dasar Alvinnya tidak peka, jadi dia hanya mendengarkan Aren yang udah total banget nyanyi buat dia tanpa ada pikiran apapun. Alvin kan masih polos dalam urusan cewek. Apalagi urusan membaca perasaan cewek. Dia ga memiliki kemampuan itu sama sekali.

Aren menyelesaikan lagunya. Alvin terdiam. Dalam hati Alvin menga kui bahwa dia takjub mendengar suara Aren yang memiliki range nada yang waw….
Alvin menatap Aren lekat2. Dia masih berusaha menyusun kata2 yang akan diucapkannya agar tak tampak bahwa dia terlalu takjub. Alvin memang punya gengsi yang cukup besar. Aren kembali menunduk tak kuat lama2 menatap Alvin.

“Jadi???” Alvin angkat bicara.
Aren hanya diam. Dia pasrah saja Alvin mau menerima bantuannya atau tidak.
“Oke…bantu aku….“ Alvin menjawab sendiri pertanyaannya.
“Aku sendiri ga ngerti suara aku kenapa, jadi plis jangan ngetawain aku kalau suaraku aneh”

Aren hanya mengangguk dan tersenyum. Tak mungkin lah Aren menertawakan Alvin. Tega2nya dia menertawakan orang yang disukainya. Dia melihat Alvin seperti tadi saja rasanya sudah mau menangis.

Merekapun mulai berlatih. Alvin menyanyikan bait pertama saja. Aren sempat tertegun juga mendengar suara Alvin. Tadi dia mendengar dari kejauhan. Sedelah mendengar dari dekat, perubahan suara Alvin jadi semakin terdengar jelas.
Aren memberikan beberapa saran improv di beberapa bagian yang bisa memudahkan Alvin untuk membawakannya. Dia menjelaskan kepada Alvin dengan bahasa yang sehalus mungkin. Takut kalau2 Alvin menganggapnya sok pintar atau bagaimana. Selain itu entah kenapa dia merasa sangat menghormati Alvin. Padahal mereka sepantaran. Tapi Aren merasa seperti……apa ya? Seperti Alvin adalah sosok lelaki yang dia sukai yang sangat dia jaga perasaannya agar tidak tersinggung sedikitpun.

Alvin merasa cukup nyaman berlatih dengan Aren. Aren  memperlakukannya dengan sangat halus. Alvin juga ga terlalu ngerti kenapa Aren sering sekali menunduk. Sekali lagi maklum..Alvin kan ga terlalu berbakat dalam urusan cewek.

Mereka latihan sampai jam 5 sore.

“Kok suaraku ga ada perubahan ya?”
Alvin memecah keheningan saat mereka sedang berjalan bareng ke koridor.
“Siapa vilano? Suara kamu enak didengar kok. Kamu kan sudah berusaha. Semua orang yang menyaksikan audisi kemaren juga tau kalau suaramu bagus. Kamu pasti bisa Alvin. Aku mendoakanmu.” Aren bicara semangat sekali. Senyumnya ke Alvin juga lebar. Tapi dia langsung menunduk lagi saat Alvin melihat ke arahnya. Jantung Aren berdebar.
Aren masih tak percaya sekarang dia bisa lebih dekat dengan Alvin. Dia tak hanya bisa memandang Alvin dari kejauhan tapi sekarang dia bisa ngobrol bahkan jalan berdua.

>>>>>>>>>>


Sivia berbaring di kasurnya. Matanya tak bisa terpejam. Hari ini dia terbayang2 lagi kejadian beberapa hari yang lalu. Masih jelas dalam ingatan Sivia ucapan Rio tempo hari.
AKU SAYANG KAMU.

“Huaaaaaaa!!!!!!!!!!!!“ Sivia memekik tertahan sambil menutup wajahnya dengan bantal. Kakinya menghentak2 kasur sampai sepreinya berantakan. Senyum Rio benar2 sudah memporak-porandakan hari ini.
Hari ini Sivia benar2 kacau karena terus2an teringat Rio. Tadi kesandung meja pas mau ngerjain soal di papan tulis gara2 ditunjuk tiba2 sama Bu Uci saat lagi terbayang2 Rio. Terus tadi juga nabrak anak kelas XII gara2 matanya jelalatan nyariin Rio waktu lewat depan kelasnya.  Terus numpahin saus waktu makan bakso gara2 terus2an kebayang senyumnya dan hampir aja nyebur kolam ikan gara2 kebayang muka Rio terus waktu jalan ke gerbang. Ampun dah….

Dan sialnya…..Sejak Rio mengatakan itu tempo hari mereka belum pernah ketemu dan Rio sama sekali tak menghubunginya. Sedangkan Sivia….rasa jaim masih mengalahkan rasa rindunya pada Rio. Dia belum berani kalau disuruh sms duluan. Maklum, dia kan tipe orang yang  agak pemalu kalau urusan cowok.

Sivia ingin sekali mencurahkan isi hatinya alias curhat. Tapi hari ini Oik beserta anak2 inti OSIS lainnya sedang memenuhi undangan sekolah tetangga untuk acara seminar gabungan. Sivia tak ingin mengganggu Oik hanya karena urusan cinta-cintaannya ini. Lagipula tak enak juga cerita ke Oik kalau dirinya sedang berbunga2 sementara Oik mungkin hatinya masih perih gara2 ulah Gabriel.

Bingung kemana harus meluapkan perasaan berbunga2nya, akhirnya Sivia memutuskan membuka Fb nya.
“Apdet status ah…..“ Sivia menimbang2 mau apdet status apa sambil senyum2 ga jelas. Sivia biasa mencurahkan per perasaannya lewat status. Jadi tak jarang teman2nya selalu tau apa yang dirasakan Sivia hanya dari membaca statusnya. Status adalah isi hati. Itulah anggapan Sivia.

Sivia cengar cengir memilih kalimat apa yang tepat untuk dijadikan status agar bisa mewakili perasaannya. Sivia kalau apdet status memang sering lebay. Dia tak peduli kalau statusnya ntar bakal dibilang aneh atau alay sama friendnya.
Dia juga ga peduli seandainya nanti Rio tak sengaja membaca statusnya. Bagus malah. Biar semuanya jadi semakin gamblang.

Sivia kembali senyum2 ga jelas terbayang wajah Rio.

“Terimakasih…….walaupun tak kau sampaikan dengan jelas..semua cukup membuatku bahagia..Kata2 itu untukmu juga.. :D “

Sivia mengapdet statusnya. Dia benar2 tak bisa mencopot Rio dari pelupuk matanya. Jika dia memejamkan mata, senyum Rio malah semakin jelas tergambar. Kalimat itu terngiang2 di telinga Sivia. 3 kata yang menjadi mantra dahsyat bagi Sivia.

Sivia melanjutkan hayalannya. Dia memeluk guling erat2 dan membenamkan wajahnya ke kasur. Senyum2 sendiri, nyanyi2 ga jelas dan berulang kali nyebut nama Rio. Kasmaran dia……

@kamar Rio

Tumben jam segini Rio sudah guling2an di kasur. Biasanya dia tidak akan menginjakkan kaki di kamar kalau belum jam sebelas malam. Tapi hari ini dia benar2 tak berminat untuk nonton TV maupun nge game apalagi belajar. Padahal dia sudah kelas XII. Rio juga bingung kenapa hari ini dia kebanyakan melamun. Dan yang ada dalam lamunannya……tebak sendiri lah….

Rio senyum2 sendiri sambil menerawang menatap plafon.
‘Aduh….Sivia denger ga ya apa yang kubilang kemaren? Aduhh…..bodohnya aku….kenapa maen cabut aja kemaren. Kapan jadinya nih klo kayak gini terus….’ Rio memukul2 jidatnya sendiri. Tapi sejenak kemudian dia meringis lagi sambil senyum2 ga jelas.  Tampang Rio yang cool kalau cengingisan begini keliatan lucu.

Rio memandangi layar Hp nya…..Dipandanginya profile picture Sivia yang sudah dia buka sejak 15 menit yang lalu. Manis sekali. Sedang tersenyum sambil memetik bunga. Indah……

@kamar Sivia

Sedang asyik membayangkan wajah Rio, Sivia terkejut merasakan punggungnya bergetar.
Hah????
Yaiyalah……Hp nya ternyata dia tiduri karena dia terus guling2an kegirangan ga jelas dari tadi dan sekarang Hp nya bergetar.
1 pesan Masuk.

Raut wajah Sivia sontak berubah saat membaca isi pesannya. Dia langsung terduduk menatapi layar Hpnya.

From: Shilla
“Aku tau kamu menyayangi Rio, begitu juga dengannya. Tapi tak perlulah kau pamerkan kebahagiaanmu itu pada teman2 Fb mu. Aku tau status mu untuknya dan aku tau statusnya untukmu. Pikirkanlah sedang ada yang terluka melihat kalian bermesra2an di Fb.“

Nahlo!!!!!!! Apaan coba? Status? Pamer? Fb? Mesra2an? Apaan sih ni anak????
Putar otak, Sivia…….Dan akhirnya Sivia menemukan titik terang.

‘Jangan2 yang dia maksud statusku di Fb barusan. Aduh…‘
Tapi……Aku tau statusmu untuknya dan aku tau statusnya untukmu. Statusnya untukmu?

Sivia bergegas membuka opera mininya dan tancap gas menuju profil Rio. Sivia membaca status Rio dan Sivia tersipu malu tapi setelah itu tersadar bahwa ada yang ga berkenan nih.

Dari hati yang terdalam.kukatakan semua itu..semoga kau mengerti..dan bisa membalasnya untukku…….

Huaaaa!!!!!!! Boleh lah Sivia GR Dikit. Status itu emang belum tentu untuknya tapi entah kenapa Sivia yakin betul yang dimaksud Rio itu adalah dia. Dan memang benar kok Sivia.

Sivia tersadar akan sms Shilla barusan. Dibacanya lagi sms itu. Sivia tak habis pikir kenapa Shilla masih terus sms dia. Bukankah dia dulu bilang kalau dia tak akan mengganggu hubungan mereka. Dia juga bilang kalau dia sudah ikhlas. Dan yang membuat Sivia semakin heran darimana pula dia bisa baca statusnya. Perasaan dia belum pernah berteman dengan Shilla. Selain itu fb nya sudah di log dan yang bisa melihat statusnya hanyalah temannya saja.

To: Shilla
“Maksud km apa? Statusku? Darimana kamu bisa baca statusku? Kamu kan bukan friendku“

From : Shilla
“Aku udah jadi friendmu kok. Dulu waktu aku nge add kamu aku ga pake nama asli. Sekarang aku udah pake nama asli. Liat aja…Ashilla Zahrantiara. Sory”

‘Ah…rese nih orang’
Sivia benar2 merasa tidak nyaman dengan kehadiran Shilla. Oke dia mantannya Rio…tapi ga usah segitunya juga kali. Dia merasa Shilla selalu memantau dirinya.

To: Shilla
“Maaf ya….di statusku itu ga ada tulisannya BUAT RIO. Dan di dunia ini orang yang ku kenal bukan cuma dia. Statusku itu bisa buat siapa aja. Dan kalau kamu ga suka ya jangan baca status aku.”

Sivia kesal juga dengan Shilla…..Tu status emang buat Rio. Tapi Sivia kesal dengan Shilla yang sok tau (walaupun bener) dan dia ogah juga mesti mengakui.
Shilla tak membalas pesannya.

‘Ngerusak kebahagiaanku aja sih ni orang. Apa coba maunya…’
Sivia menggerutu sendiri teringat sms Shilla tadi. Sivia jadi ngga mood senyum lagi. Dia membenamkan wajahnya ke kasur dan memejamkan mata. Sivia memutuskan untuk tidur saja.

>>>>>>>>>>

Sivia berjalan sendirian dari ruang OSIS. Dia baru saja menyerahkan rancangan proker bidangnya. Irsyad sudah ngomel2 karena rancangan itu harusnya sudah diserahkan seminggu yang lalu. Tapi karena keadaan Alvin kemaren dia jadi menunda pengerjaannya. Telat lah akhirnya.

“Via…”
Sivia menoleh pada orang yang baru saja menyapanya. Daritadi dia jalan sambil nunduk jadi ga melihat siapa saja yang lewat.
“Kak Rio….” Wajah Sivia kaget sekaligus bersemu mengetahui siapa yang menyapanya. Ini pertama kalinya mereka ketemu sejak tragedi terucapnya kalimat itu.
‘Tumben K’ Rio mau nyapa.’ Tangan Sivia jadi dingin. Kebayang lagi kata2 Rio tempo hari. Dia benr2 ga berani nyinggung tentang itu sedikitpun.

Rio sepertinya hanya berniat sekedar menyapa saja. Sebenarnya tadi dia juga kaget tiba2 melihat Sivia. Dia reflek saja tiba2 menyapa. dan terus terang sekarang jantungnya berdebar ga karuan. Rio langsung saja meneruskan perjalanannya tanpa basa basi lagi tapi Sivia mencegahnya. Dia teringat sesuatu yang ingin ditanyakannya pada Rio.

“Kak Rio….” Rio menghentikan langkahnya.
“Iya?”
‘Aduhh…mampus…apaan lagi nih Sivia. Aduh…aku ga tahan pengen senyum nih. Buset dah jantungku anteng bentar napa sih.’ Rio masih mempertahankan wajah cool nya.

“Via boleh ngomong sesuatu ga?”
‘Nahlo…kalau di sinetron2 biasanya kalau intronya udah kayak gini biasanya yang diomongin sesuatu yang puenting. Jangan2 gara2 ucapanku kemaren. Apa Sivia ga suka ya…. Adooooh….aku ga siap…Adoh mamak……’

“Ya boleh lah. Pake ijin segala. Ngomong aja..” Rio menjawab enteng sok ga ada beban.
“Mmmmmm……..” Sivia bingung juga mesti mulai dari mana. Takut juga kalau Rio denger suaranya yang bergetar saking deg2annya. Rionya juga kayaknya ga berniat nyinggung tentang pernyataannya kemaren.

Rio yang menunggu pertanyaan Sivia jadi semakin deg2an mampus.

“Kak Rio kenal Shilla???”
Jreng jreng jreng…..Badan Rio suer langsung lemes dan dia agak gelagepan juga Sivia nanyain mantannya.
“Ehm…eh…aaa….i…iya….kenapa?” Rio bener2 bingung. Cewek yang dia taksir nanyain tentang mantan ceweknya?
“Shilla itu siapanya kak Rio?”
Rio ragu2 mau menjawab. Tapi melihat wajah Sivia yang menanti dengan harap2 cemas jadi ga tega juga.

“Dia itu…..dulu temen sekelasku….”
‘Wah…parah…bohong  nih orang’ Sivia yang sudah tau kalau Shilla adalah mantannya Rio jadi sedikit ilfil karena Rio bohong dan ga ngaku kalau Shilla itu mantannya.

“Cuma temen sekelas?” Sivia meyakinkan.
“Eh…Ehmm….dia….dia mantanku.”
Fiuh….untung Rio ngaku. Kalau ngga,bisa ilfil berat nih Sivia.
“Owh….gitu ya….maaf tapi….baru ya putusnya?” Sivia penasaran juga sama perjalanan cinta arjunanya itu. Dia ga mikirin kalau Rio udah gemeteran ditanyain begitu.

“Iya…..baru…… beberapa…. minggu yang lalu kok.”
Jreng….
‘Waduh…..kok perasaanku ga enak.’ Sivia mulai was was.

“Waktu itu udah kenal aku belum?” Sivia to the point aja.
“Hah????” Rio kaget gila dengar Sivia nanya begitu.
“Eee….itu,,,,,” Rio bingung mesti jawab gimana.

“Yo!!!!!!” Belum sempat Rio menemukan jawaban yang tepat, terlihat Gabriel manggil Rio sambil berjalan mendekat.
“Eh…Yel!“ Rio melambaikan tangan pada Gabriel. “Mmm…Via…aku ada acara nih sama Gabriel. Aku pergi dulu ya….” Gabriel belum sampai ke tempat mereka tapi Rio udah lari duluan nyamperin Gabriel. Sivia juga ga mood banget liat muka Gabriel lama2 karena tragedi Oik kemaren. Akhirnya Sivia juga segera mengalihkan pandangan dari Rio dan Gabriel yang berjalan menjauh.

‘Jadi…Shilla itu seangkatan ya sama Kak Rio. Jadi bener nih dia itu mantannya. Baru beberapa minggu yang lalu? Waduh….’ Sivia melamun saat berjalan menuju gerbang. Terburu2 dia merogoh sakunya dan mengeluarkan Hp nya.
“Aku deket sama Kak Rio dari kapan ya?” Sivia ngomong sendiri sambil membuka kembali sms pertama Rio padanya yang masih dia simpan. Maklum….sayang kalau mau dihapus…

Sivia melihat tanggal pengiriman sms.
“Waduh….ini kan udah sebulan lebih. Mereka putus kenapa ya???? Ngeri nih kalau sampai gara2 aku.” Sivia sedikit GR juga membayangkan Rio mutusin Shilla gara2 dia.
“Tapi Shilla kayaknya baik deh. Dia suruh aku jagain kak Rio….Oke deh….tenang aja Kak Shilla….akan ku jaga dengan segenap jiwa dan ragaku dah….” Sivia senyum2 sendiri kembali terbayang wajah Rio.

Dasar Sivia polos. Itu bukan hal yang perlu diketawain deh….Lagian mereka juga baru sekedar HTS.

>>>>>>>>>>

Sivia  berjalan sendirian menyusuri koridor Rumah Sakit yang suram itu (menurut Sivia) sendirian. Dia sudah janji akan menemui Dokter Danu sore ini. Mereka udah janjian.
Dokter Danu memang sudah jadi langganan papa dan mamanya. Makanya Dokter Danu juga dekat dengan keluarga mereka.

Sivia segera menuju ruangan Dokter Danu.
Tok tok tok….
Terdengar suara Dokter Danu dari dalam mempersilakannya masuk.
“Sore Dok…” Sivia menganggukkan kepalanya pada Dokter Danu yang sedang duduk di kursinya.
“Eh…Via…sore…masuk…masuk….” Dokter Danu yang melihat kedatangan Sivia langsung menutup buku tebal yang tadi dibacanya lalu beranjak dari kursinya dan menyambut kedatangan Sivia.

“Maaf Dok saya menganggu.”
“Ah….Ngga…biasa saja lah Via. Saya ini kan sudah seperti Om kamu sendiri.” Dokter Danu memang selalu memperlakukan keluarga Sivia seperti saudara sendiri,
Sivia hanya tersenyum mendengar kebaikan Dokter Danu.
“Ada apa Via? Eh…Alvin bagaimana?”
Entah kenapa kalau sudah berhubungan dengan Alvin, Sivia selalu merasa tak bisa berbahagia, bawaannya pengen menangis saja.

“Alvin baik Dok. Dia masih beraktivitas seperti biasa.”
Dokter Danu hanya mengangguk mendengarkan Sivia.
“Mmm…saya kesini cuma pengen konsultasi sama Dokter tentang Alvin.”
Sivia sudah mulai berkaca2 kalau ngomong tentang yang ini.

“Kenapa dengan Alvin?” Dokter Danu berusaha bicara selembut mungkin. Dia juga terbawa suasana melihat mata Sivia yang mulai berair.
“Kemarin Alvin bilang ke saya, dia bilang suaranya berubah. Adik saya itu kemaren ikut lomba nyanyi dan dia lolos ke 3 besar. Dia harus tampil beberapa hari lagi. Tapi kemarin dia bilang ke saya dia ga bisa nyanyi. Dia bilang suaranya berubah jadi aneh. Saya….saya cuma pengen tanya aja Dok…apa itu….ada hubungannya dengan sakitnya?” Sivia mencoba mengingat2 kembali semua yang Alvin jelaskan padanya kemarin malam. Masih Sivia ingat dengan jelas saat Alvin bercerita padanya sambil menangis.

Sivia memang selalu luluh kalau melihat Alvin menangis. Mukanya itu tampak sangat lugu dan manis……apalagi setelah ia mengetahui keadaan adiknya sekarang. Dia benar2 tak rela Alvin sedih. Satu tetes air mata Alvin seperti duri tajam yang menghujam jantung Sivia.

Dokter Danu menghela napas setelah mendengar penjelasan Sivia.
“Sivia….Saya tau kamu bersedih dengan apa yang menimpa Alvin. Saya hanya ingin kamu siap dengan apapun kemungkinan yang terjadi bahkan untuk kemungkinan terburuk.”

“Suara adik saya apa ada hubungannya sama penyakitnya itu Dok?”
“Bisa juga iya…” Dokter Danu berpikir sejenak, merangkai kata agar Sivia tak semakin terpuruk dengan penjelasan yang akan dia sampaikan.

“Seperti yang dulu di awal pernah saya katakan, Alvin menderita Spinocerebellar Degeneration tipe 7. Penyakit Alvin ini disebabkan kecacatan gen sehingga sistem koordinasi pusat di otak mengalami kemunduran. Penyakit ini adalah penyakit yang diturunkan.“ Dokter Danu menatap Sivia yang memperhatikannnya hampir tak berkedip. Tapi matanya sudah basah sejak tadi.

Mendengar perkataan Dokter Danu Sivia menunduk. “Sayangnya saya bukan kakak kandungnya. Saya tidak tau asal usulnya. Mungkin penyakitnya itu turunan dari ayahnya atau dari ibunya yang sudah meninggal. Saya juga tidak tahu ibunya meninggal karena apa. Mungkin karena penyakit ini juga.“
Sivia asal menebak saja. Dia memang tidak tahu asal usul Alvin. Yang ada di benaknya hanyalah sekarang Alvin adalah adiknya, dia sedang sakit dan apapun akan dilakukannya untuk membahagiakan Alvin.

Dokter Danu kembali mengangguk mendengar penuturan Sivia.
“Penyakit ini memang tidak serta merta menunjukkan perubahan pada penderitanya, Via. Prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama. gejala2 yang akan dialami penderita antara lain pergerakannya akan terhambat, seperti misalnya tiba2 jatuh tanpa sebab atau tdk bs mnjaga keseimbangn. Selain itu pergerakannya terkadang terhenti secara tiba2 karena penderita tidak bs mengendalikan syaraf motorik tubuh.“

Sivia terbayang lagi kejadian2 yang dialami Alvin saat dia sering terjatuh. Termasuk kejadian di kamar mandi yang akhirnya membuat mereka harus tau bahwa penyakit laknat itu bersarang di tubuh adiknya.
Dia kembali memikirkan apakah ini juga alasan ayah Alvin tidak mau merawatnya. Apakah karena dulu Alvin juga sering mengalami keganjilan dan akhirnya ayahnya tau kalau Alvin menderita penyakit ini.

“Iya Dok….Alvin sering terjatuh tanpa sebab. Dia bilang kakinya keseleo. Padahal dia hanya sedang berjalan biasa bahkan dia hanya sekedar berdiri tapi tiba2 dia jatuh.“ Nada bicara Sivia semakin menggambarkan keputusasaan.
“Itu baru gejala awal, Via….Jika stadiumnya semakin meningkat maka Alvin tidak akan bs berjalan sehingga mengharuskan dia memakai kursi roda. Dan pada akhirnya dia hanya bisa berbaring dan menggantungkan hidup pd org di sekitarnya.“

Sivia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia membayangkan Alvin mengalami semua yang dijelaskan Dokter Danu tadi. Membayangkan Alvin memakai kursi roda, lalu membayangkan dia hanya berbaring lalu…..
‘Aaaaaa!!!!! Ya Tuhan….haruskan Alvin mengalami semua itu….’ Sivia semakin terisak terbayang wajah adiknya.

“Via….“ Dokter Danu sebenarnya tidak tega harus meneruskan penjelasannya melihat Sivia yang sudah terisak. Tapi….
“Teruskan Dok…Teruskan…..Biar saja….biar saya tau semuanya…jangan ada yang disembunyikan. Jangan pedulikan tangisan saya.“
Sivia masih membenamkan wajahnya.
Dokter Danu berusaha bicara sejelas mungkin agar Sivia dapat memahami penjelasannya.

“Selain gangguan pada gerak motorik, penderita juga akan mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Awalnya memang perubahan yang dialami hanya sedikit demi sdikit tapi akhirnya mereka akan benar2 tidak bisa melihat. Sedangkan tentang suara…..“

Sivia mencoba mengangkat wajahnya yang basah perlahan. Dia hapus air matanya walaupun akhirnya tetap saja mengalir lagi.
“Tentang suara itu berkaitan dengan kemampuan mengontrol gerak di bagian tenggorokan dan organ organ di sekitarnya. Cara bicara pasien akan menjadi tidak jelas artikulasinya. Gangguan ini biasa disebut Dysarthria. Pasien awalnya hanya akan tidak jelas dalam berbicara, kemudian pergerakan pita suara sampai gerakan rahang pun akan terhambat dan mengakibatkan tidak akan bisa bicara total. Selain gangguan pada suara, penderita juga akan mengalami kesulitan untuk menelan. Dan yang sangat berbahaya adalah saat makan mereka bisa tersedak tiba2. Jika tidak segera mendapat penanganan maka akan menghambat jalan pernapasan yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.”

Siva kembali tertunduk. Ingin rasanya dia berteriak mendengar kata kematian. Sivia menggeleng2kan kepalanya. Kali ini dia tak ingin membayangkan penjelasan Dokter Danu yang terakhir itu. Dia tidak akan sanggup.

“Alvin harus bagaimana dok????“
Sivia berbicara dengan nada memohon dan masih terus terisak. Dia benar2 tidak rela adiknya mengalami semua itu.

Dokter Danu sedikit menggigit bibir. Dia bisa merasakan kesedihan Sivia. Dia sudah berkali2 melihat pemandangan seperti ini. Sudah berkali2 dia menjadi orang yang kejam karena dengan terpaksa harus menakut2i keluarga pasiennya dengan semua penjelasan ilmu kedokteran tentang penyakit mereka. Melihat klien yang menangis meraung2 sudah biasa untuk Dokter Danu. Tapi dia tetaplah manusia. Punya perasaan yang bisa turut merasa sedih jika ada tangisan. Apalagi Sivia sudah dia anggap seperti keluarga sendiri.

“Penyakit ini semakin awal menyerang semakin cepat penyebarannya. Dan sayangnya Alvin terkena penyakit ini di usia yang baru 13 tahun. Itupun saat terdeteksi bukan masih di stadium awal. Jadi kemungkinan Alvin sudah menderitanya sejak lama. Sementara itu tidak ada pengobatan khusus yang bisa memperlambat atau menahan prosesnya. Penyakit ini tidak disebabkan oleh virus atau seperti kanker yang bisa dihambat dengan kemoterapi. Kita hanya bisa membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan gejala2 yang dialaminya dan memberikan dukungan mental demi kestabilan emosi jiwanya…..”

>>>>>>>>>

Sivia menatap plafon kamarnya dengan tatapan nanar. Jatah air matanya hari ini sudah dia habiskan tadi siang di sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit. Untung Alvin belum pulang sekolah saat Sivia pulang. Alvin pasti khawatir melihat mata kakaknya bengkak .
“Jadi…Dokter mau bilang kalau sakit Alvin tidak ada obatnya?“
“Maaf Sivia….“
Sivia terbayang kembali percakapannya dengan Dokter Danu. Sivia memejamkan matanya. Dia membayangkan Alvin yang sedang tersenyum padanya.
“Demi Alvin….aku harus senyum…..” Sivia tersenyum seakan dia sedang tersenyum membalas senyuman Alvin dalam bayangannya.

>>>>>>>>>

Malam minggu….

“Kamu tuh ngerjainnya serius ga sih? Udah telat, amburadul lagi. Ngerjainnya pake mikir ga sih? Liat dong proker tahun lalu. Proker kamu tuh ga mutu tau ga. Klo ga ngerti tuh nanya dong…..”

“Haaaaahhhhh!!!!!” Sivia menjambak2 rambutnya sendiri.
“Mikir ga sih tuh anak. Dia pikir gampang apa bikin kayak begituan. Hargai kek hasih usahaku. Mentang2 ketua, seenaknya aja ngebentak2 orang.”
Sivia menggerutu mengingat kejadian tadi siang saat Irsyad membentaknya karena banyak yang salah di rancangan prokernya. Sivia yang merasa sudah berusaha keras menyelesaikan proker itu merasa sebel juga hasil kerjanya dibilang ga mutu. Dan sekarang, di malam minggu yang suram ini dia harus mantengin komputer demi proker itu.

“Irsyad reseeee!!!!!!!!!!!” Sivia meninju2 bantalnya dengan bibir manyun 5 senti.
Drrt….drrrrttt….. Hp Sivia bergetar.
Sivia mengecek Hp nya dengan emosi yang masih tak terkontrol.

From : Shilla
“Kalian terlalu pelan membunuhku. sehingga rasanya sangat sakit. maaf jika aku punya banyak salah pada kalian.”

Hyaaa…pas banget momen tuh anak sms. Dia sms saat emosi Sivia dalam keadaan ga bagus sama aja ngibarin bendera perang. Selama ini Sivia ga menanggapi sms2 dari Shilla, tapi kali ini…..Sivia benar2 butuh tempat meluapkan emosi. Dan Shilla datang di waktu yang ‘tepat’.
Sivia mengetik balasan dengan emosi yang semakin menjadi2.
‘Cari masalah ni anak.’

To: Shilla
“Jangan membunuh dirimu sendiri. dimaafkan. sama2. maaf”

From: Shilla
“Rasanya seperti ingin mati mendengar setiap pengakuannya. aku tau statusnya untukmu dan aku juga tau statusmu untuknya, aku tau ketika kalian dekat rasa itu juga muncul. selama 3 tahun lebih itu aku sudah meleburkan diriku dlm dirinya. tp dia lbh memilih dirimu dibanding aku yang sudah berusaha memenuhi semua kebutuhannya. Oke…kamu menang dan aku kalah…tolong…sekuat apapun aku wanita.”

To : Shilla
“Kenapa km benci sekali padaku? aku bingung tiap kali km ngirim pesan ke aku, sebenernya kamu tuh pengennya aku mesti gmn? Kalau ada yang kamu pengen untuk aku lakukan, bilang lah, jangan cuma bilang kamu sakit hati, kamu terluka, kamu pengen mati, kamu ini kamu itu. aku bingung. dr umur pun aku ini tidak sdewasa km. kalau kamu ga ngomong mana aku ngerti apa mau kamu. kalau terus2an kaya gini aku semakin ngerasa kalau aku ini perusak hubungan orang lain, kejam, ga pedulian, ga punya hati…atau memang kamu menganggap aku seperti itu? jd aku hrs gmn biar kamu bs SENENG???? Maaf dan satu lagi…bukan cm kamu yang wanita. aku juga.”

From : Shilla
“Jujur aku anggap iya. Tp untuk benci sama kamu tidak. tidak ada alasan saya untuk membencimu. semua sudah terlambat untuk DIPERBAIKI. Dan kamu berhasil merubah segalanya. maaf karena aku sudah mengganggu kehidupanmu juga. baguslah ada yang mencintai dia setelah mencampakkanku dlm keadaanku seperti ini,maaf”

To : Shilla
“Tuh kan…kamu tu cm bilang kalau aku sudah giniin kamu, giniin K’ Rio, aku begini, aku begitu, tp km ga pernah ngasih solusi aku harus gimana. Dulu kamu bilang jangan jauhi K’ Rio, aku ga menjauhi tp km masih aja terus ngirim pesan yg menurut penafsiranku, intinya aku ini jahat. trus aku tuh mesti gmn??? Bagaimana aku bisa percaya kalau km ga benci sama aku kalau setiap message km isinya slalu kaya gini. Sekuat apapun aku, aku ini juga wanita. itu kan yang kamu bilang? Aku juga. Coba sih bilang aku ini mesti gmn??? aku tuh bener2 bingung. sekarang cm itu yang bikin penasaran. SEBENARNYA MENURUT KAMU AKU INI MESTI GMN???”

From : Shilla
“sudah selesai, Via…lakukan yang kamu mau. sama seperti Rio memperlakukanku...sudah, anggap saja kalian tidak punya mata dan telinga lagi…lakukan yang kalian mau…supaya kalian sama2 senang :D”

“Siallll!!!!!!!!” Sivia meremas Hp nya. Untung tak sampai pecah. Kali ini kesabarannya benar2 sudah di ujung tanduk.
“Aku dibilang perusak hubungan orang? Aku dibilang ga punya mata ga punya telinga? Tuh cewek maunya apa sih????”
Sivia memukul2 bantal di sampingnya. Dia benar2 kesal denagn Shilla. Pengen rasanya mengumpat dia sekarang.

“Hhhhhh….kalau Shilla ada di depanku nih ya…udah ku tapok sendal tuh mulut. Rese gila!!!!!”

Drrrt..drttt…Hp Sivia bergetar.
“Apaan lagi sih ni cewek. Udah bosan idup apa?”
Sivia membuka sms dengan emosi meluap tapi sejenak kemudian wajahnya berubah lemes setelah membaca isi sms nya.

From : Irsyad_ Kabid
“PROKER BESOK PAGI HARUS ADA DI TANGAN GUE!!!”

Sivia langsung linglung membaca sms Irsyad. Shilla? Ke laut aje deh.

To: Irsyad_ Kabid
“Buset dah….Lebay amat sih Syad. Kagak usah pake huruf gedhe semua napa sih? Sakit ni mata tau!! Bawel banget sih lu!!! PUNYA BOS ATU AJA MAKAN ATI BANGET SIH!!!!!!”

Sivia tak mau kalah sama Irsyad

From : Irsyad_ Kabid
“Eh….nyolot nih anak…..GUE GA MAU TAU LO MAU NGOMEL SUKA2 LO YANG PENTING PROKERNYA JADI!!!!! TITIK!!!!”

“Haaaaaaahhhh!!!!! Tu anak bisa ampe kepilih jadi ketua gmn ceritanya sih….Kagak ada jiwa pemimpinnya sma sekali…..Pake susuk apa ya tuh orang waktu diklat” Sivia ngomel2 sendiri tapi langsung lemes lagi inget prokernya yang masih jauh dari selesai. Pasrah deh….

>>>>>>>>>>

@kamar Rio
“Rio memandangi layar Hp nya. Tertulis sebuah sms yang dengan sangat berat hati harus dia kirimkan. Terpaksa. Sebenarnya dia ga mau berurusan dengan orang ini lagi. Tapi dia tak ingin semuanya jadi berantakan.”

To : Shilla
“Aku pengen ngomong sama kamu.”

Rio menunggu balasan dari Shilla. Wajahnya tampak was2. Dia takut Sivia akan berpikir yang tidak2 tentang dia dan Shilla. Dia memang sudah pacaran dengan Shilla sejak SMP. Mereka memang baru putus. Tapi itu semua karena sikap Shilla yang manja dan tak mau mengerti Rio yang juga butuh ‘bernapas’.

Rio merasa Shilla terlalu mengekang dirinya. Minta ditemenin kesana, minta ditemenin kesitu, belanja ini, belanja itu, 24 jam harus standby buat Shilla, tapi Shilla sendiri ga pernah menghargai Rio sebagai pacarnya. Sejak masuk SMA dan menjadi model di salah satu majalah, Shilla banyak berubah. Dia sering membanding2kan Rio dengan teman2 cowoknya yang sesama model. Dia juga suka mengumbar ‘kemesraan’ berlebihan dengan teman2nya itu tanpa memandang Rio. Akhirnya…Rio juga tak tahan berlama2 dengan Shilla. Dan akhirnya dia memutuskan Shilla. Tapi sepertinya Shilla tak terima dengan alasan Rio.

Rio masih menunggu balasan dari Shilla. Tapi tiba2 Shilla justru telfon.

Rio> Halo…
Shilla> Halo…Rio….kok kamu lama ga ngubungin aku sih. Aku telfon, aku sms ga pernah kamu bales. Aku kangen. Kamu udah ga marah kan sama aku. Maaf Rio….
Rio> Kamu ngomong apa ke Sivia?
Shilla> apa? (Nada suara Shilla tampak berubah kesal saat mendengar nama Sivia). Ngapain sih bawa2 dia?
Rio> Kamu ngomong apa sama dia? ( Rio mengulangi pertanyaannya dengan nada tak kalah sewotnya)
Shilla> Kenapa sih Yo kamu lebih mentingin dia daripada aku. Kamu mutusin aku gara2 dia kan? Semua alasan kamu kemaren itu cuma kedok kan?
Rio> Shilla! Sivia ga ada hubungannya dengan semua ini. Dan kamu ga usah ganggu2 dia. Lagian kamu dapet darimana nomornya dia?
Shilla> Hhh….Suka2 aku dong.
Rio> Shilla!!! (kali ini Rio benar2 kesal dengan cewek satu itu)
Shilla> Kok kamu bentak aku sih, Yo?
Rio> Shil,denger ya, sejak kita putus emang aku berusaha jaga hubungan baik sama kamu. Tapi bukan berarti kamu masih bisa ngatur2 aku kayak dulu. Kamu tuh sekarang bukan siapa2 aku. Kamu tuh mantan aku. MANTAN!!!(Rio memberi penekanan pada kata terakhirnya). Dan aku mau deket sama siapapun itu terserah aku. Jadi kamu ga ….
Tut tut tut….

Rio belum sempat menyelesaikan kalimatnya tapi Shilla keburu menutup telefonnya.
“AAARRRGGGHHH!!!!!” Rio membanting Hp nya ke kasur.
Otot2 wajahnya tampak menegang teringat percakapannya barusan. Tapi sejenak remudian terbayang wajah Sivia. Wajah Rio yang tadi tampak ganas tiba2 mengendur dan berubah panik tapi lucu.

“Adooooohhhhh…..Shilla ngomong apaan sih ke Sivia???”
Rio mengacak2 rambutnya sendiri seperti orang frustasi.
“Repot nih urusannya kalau sampek Shilla ngapa2in Sivia. Bisa ribet nih kalau 2 cewek udah tempur. Bisa KO nih akuuuu!!!!!” Rio memukul2 jidatnya sambil jalan mondar mandir. Bayangan wajah Shilla dan Sivia hilir mudik di pikirannya.

Rio membayangkan mereka berdua labrak2an trus omel2an trus jambak2an.
“Huuuaaaaaaaaa!!!!!!!! Ampun Bang ampuuuun!!!!!!! Amit2 jabang bayi klo ampe kejadian” Rio menggeleng2kan kepalanya membuang bayangan menyeramkan itu dari otaknya.
Membayangkan wajah kedua wanita itu terasa seperti membayangkan surga dan neraka. Sudah pasti Shilla nerakanya, Sivia surganya. Pantesan badan Rio jadi panas dingin. Shilla bikin panas, Sivia bikin adeeeeemmmm……

>>>>>>>>>>

Minggu Pagi

Alvin duduk di depan TV sambil memegang remot. Sivia heran melihat adiknya yang sedang duduk di depan TV tapi matanya kok kosong. Lah…..ternyata nglamun.

“Hayo nglamun!!!!!!” Sivia mencoba mengagetkan Alvin dengan menepuk pundaknya dari belakang. Tapi…inilah hebatnya Alvin Jonathan Sindunata. Mau ada gempa bumi plus Tsunami di depan rumah juga dia anteng2 aja.
Jangankan kaget…..Nengok aja kagak. Setelah beberapa detik kemudian dia baru nengok ke Sivia dengan kalem dan teramat sangat santainya. Wueeehhhh…standing applause buat Alvin…

“Ga kaget Vin?” Sivia duduk di samping Alvin. Ngrebut remot yang daritadi dianggurin sama Alvin.
“Ngga….” Masih dengan santainya, sambil nguap pula.

‘Buset dah ni anak…..’

“Mikirin apaan sih adikku ini? Sampe TV dianggurin begini?” Sivia memindah2 channel TV berkali2 tapi belum menemukan acara yang enak untuk ditonton.

Alvin ga menjawab pertanyaan Sivia.
‘Nah…tidur jangan2 nih anak…’
Oh..bukan….

Sivia yang sibuk memindah2 channel, menunggu jawaban Alvin yang ga njawab2 akhirnya nengok juga ke Alvin.
‘Eh…buset….nangis….’
Wah…bukan saatnya untuk suasana lucu. Saatnya melow.

Sivia meletakkan remotnya dan kali ini menatap wajah Alvin serius.
“Kamu kenapa sih Vin? Belakangan ini kamu sering banget nangis?”
Alvin masih menunduk (seperti biasa).

“Alvin pentas hari minggu Kak…..Alvin harus gimana?”
Sivia terngiang penjelasan dokter Danu. Dysarthria. Mulailah mata Sivia berkaca2. Tenggorokannya sakit. Itu kebiasaan Sivia kalau menahan tangis yang teramat hebat. Tapi Sivia tidak mungkin menangis di depan Alvin. Bagaimana dia akan menguatkan Alvin kalau dia ngga bisa menguatkan dirinya sendiri.

Sivia mengelus pundak Alvin. Menahan perasaannya dan bersiap bicara setenang mungkin. Jangan sampai Alvin melihat dirinya yang bersedih.
“Kamu bilang kemaren kamu dilatih sama Pak Duta. Juga katanya kamu sering latihan sama temen kamu itu…. Namanya siapa?”
Sivia lupa nama teman Alvin yang tempo hari Alvin ceritakan.

“Ify….”
“Oh…Ify…. Lha itu kalian sering latihan. katanya kalian….” Tiba2 Alvin memotong pembicaraan Sivia.
“Eh salah Kak…bukan Ify…Aren….”
Nahlo…..pake salah segala….

“Heh? Lah Ify siapa?”
Bukannya menjawab malah…
“Lanjut kak…..”
Sivia mengerutkan keningnya. Tapi yasudahlah. Asal Alvin bahagia aja.

“Lha itu katanya kalian sering latihan. Banyak kok yang bantu Alvin. Suara Alvin pasti bisa kayak dulu lagi.”
“Alvin takut kalau ntar di atas panggung suara Alvin ga bagus. Alvin takut ngecewain semua yang sudah dukung Alvin….” Wajah anak itu tampak benar2 serius. Sivia menghela napas. Dia benar2 tidak tahan kalau sudah melihat Alvin seperti ini.
“Alvin…..” Sivia mengusap rambut Alvin yang klimis dengan lembut.
“Alvin sudah berusaha. Dan orang yang sudah berusaha itu harus dihargai. Kakak yakin Alvin pasti bisa. Tuhan tidak akan mengabaikan hambanya yang sudah berusaha….Alvin ga boleh nyerah sebelum bertempur. Dan kita semua dukung Alvin kok…..Mereka malah akan kecewa kalau Alvin udah nyerah duluan padahal diluar sana mereka semangat 45 ngedukung Alvin. Lakukanlah sesuai kemampuanmu. Berusahalah. Semangat….” Sivia memeluk adiknya yang terlihat kurusan badannya. Alvin masih mengumpulkan semangatnya. Wajahnya masih tertekuk tampak putus asa.

“Banyak berdoa ya sayang….”
Alvin buru2 melepaskan diri dari pelukan kakaknya dan memandnag Sivia dengan tatapan aneh
“Sayang????” Alvin menatap Sivia lekat2. Pandangannya itu seolah berkata: Ihhhh…apaan sih..sayang sayang….Alvin kan udah gedhe.
Sivia langsung lesu ditatap seperti itu sama Alvin. Teringat lagi saat dia pertama kali bertemu Alvin di panti. Tatapan dingin dan reaksi mengerikan.

Melihat raut wajah kakaknya yang berubah lesu, tiba2 Alvin tersenyum dan gantian dia yang memeluk Sivia sekarang.
“Makasih ya kak…”
Fiuh…kirain….
“Ih…Alvin sampe gitu banget sih liatnya. Kirain marah.”
“Hehe….” Alvin hanya tersenyum masih sambil memeluk kakak tersayangnya. Alvin selalu merasa tenang kalau bersama Sivia. Tak ada pelukan paling nyaman selain pelukan kakaknya.

Ting Tong….Bunyi bel mengagetkan Alvin dan Sivia.
“Biar Alvin yang buka Kak….” Alvin langsung berjalan bergegas ke pintu dan membukanya.
Pintu baru terbuka sedikit tapi….

BRAKKKK!!!!
Orang di luar sana mendorong pintu dengan keras sampai Alvin jatuh ke belakang.
“Alvin!!!!” Sivia yang melihat adiknya terdorong sampai jatuh langsung berlari menghampiri Alvin. Saat dia melihat siapa yang sudah berani2nya masuk ke rumahnya dengan cara yang sangat tidak sopan, wajahnya langsung berubah….
Dia mengenalinya…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar